Seharusnya menjadi kemudahan, bukan kesulitan

KETIKA HAJAT hidup orang banyak tidak benar-benar dikuasai oleh negara, atau sebaliknya negara justru dianggap menjadi semacam kendala bagi terpenuhinya hajat hidup orang banyak, maka dimana eksistensi negara semestinya hadir dalam kehidupan masyarakat pada era globalisasi? Di tengah masyarakat dunia yang percepatan kehidupannya selalu online dengan teknologi informasi melalui jaringan internet, teritorial geografis negara-negara seolah hanya dibatasi oleh garis pemisah di atas pasir padang pasir. Yang hanya karena terterpa angin, garis itu dapat lenyap begitu saja. Regulasi-regulasi yang dikeluarkan sebagai paket-paket kebijakan publik dari pemerintah pada kondisi semacam ini hanya dapat bersifat reaksional dan terasa lambat dibandingkan dengan percepatan perkembangan dinamika kehidupan masyarakat yang terjadi. Eksistensi negara semakin samar, ketika hajat hidup orang banyak tergantung pada pasar.

Arus Globalisasi dalam kehidupan sosial sepertinya sulit untuk dihindari, deras arusnya mau tidak mau kita alami. Suka tidak suka, setiap individu dalam kehidupan sekarang ini akan hidup ditengah kehidupan sosial yang saling sambung dengan berbagai entity dan aktivitas dari berbagai belahan dunia. Sekantong plastik keripik tempe oleh-oleh khas Banyumas bisa jadi terbuat dari kedelai yang ditanam oleh petani di Brasil, di goreng menggunakan minyak dari kebun kelapa sawit yang berada di Malaysia dan dibungkus dengan plastik yang di produksi di China. Komposisi semacam ini pun berlaku pada berbagai macam benda-benda yang berada di sekeliling kita. Benda-benda itu dapat bersifat barang-barang konsumsi habis pakai dan yang mendukung produktivitas aktivitas kita dalam kehidupan sehari-hari. Arus barang dari berbagai belahan dunia terdistribusi dan terkoneksi dalam rangkaian transaksi-transaksi yang berjalin dalam sistem nilai yang saat ini merajai, kapitalisme.

Apapun yang dikonsumsi masyarakat menjadi bidikan pasar. Ladang bagi tumbuhnya buah keuntungan dari bibit-bibit modal yang ditanam oleh para pemilik kapital. Namun, jika produktivitas individu menurun dan kalah besar dibanding konsumsi-nya, individu tersebut akan mengalami ketimpangan dan pada kondisi akut bakal tumbang.

Kebutuhan penggunaan transportasi yang cepat menjadikan sepeda motor pilihan paling efisien ditengah kondisi transportasi Ibukota yang angkutan massal-nya belum memadai. Peluang pasar ini sangat menggiurkan bagi industri automotif dan juga perbankan untuk memberikan pinjaman. Booming kredit kepemilikan sepeda motor secara statistik semestinya dapat mencerminkan kondisi yang mengkhawatirkan tingkat kebutuhan moda transportasi bagi masyarakat. Kemudahan mengajukan kredit kepemilikan sepeda motor yang semestinya mampu meningkatkan produktivitas individu justru dapat terbalik menjadi beban manakala penghasilan bulanan sebagai sumber angsuran kredit terkendala karena pemutusan kerja. Sepeda motor yang mulanya ditujukan sebagai moda alternatif alat transportasi pendukung(sekunder), bergeser menjadi alat primer pekerjaan sebagai driver-ojek. Ini semakin didukung dengan adanya aplikasi Ojek-Online yang mempermudah driver untuk menemukan pelanggan dan masyarakat sebagai pelanggan sangat membutuhkan transportasi online semacam ini.

Kemudahan yang diberikan oleh Ojek-Online maupun Taxi-Online begitu memanjakan pelanggan. Driver-pun mendapat ladang pekerjaan baru yang menggiurkan. Masalah mulai muncul ketika pelaku transportasi konvensional mulai merasa ditinggalkan pelanggan. Alasan berpindah ke transportasi-online terjadi akibat dari ketidak puas an masyarakat terhadap layanan transportasi konvensional dan adanya kemudahan yang diberikan oleh transportasi-online. Yang terjadi kemudian, tidak jarang antara pelaku transportasi-online dan pelaku transportasi konvensional saling bersitegang. Konflik di jalanan semestinya tidak perlu terjadi jika penyelenggara transportasi massal dapat memuaskan masyarakat dengan pelayanan transportasi publik-nya.

Regulasi-regulasi pemerintah sebagai representasi Negara dalam urusan pelayanan publik semestinya dapat mengatasi dan berkuasa penuh atas persoalan-persoalan yang menyangkut hajat hidup orang banyak termasuk layanan transportasi publik ini. Regulasi pemerintah terkait transportasi-online mesti tepat dan adil. Kenyamanan masyarakat yang sudah semakin terbiasa menggunakan moda transportasi ini jangan sampai dikorbankan, dan moda transportasi konvensional jangan sampai dimatikan. Urusannya bukan soal uang, tapi bagaimana hajat hidup orang banyak terlayani.