Sarasehan Musyawarah Kerja Maneges Qudroh

Silaturahmi pada Ahad, 25 Januari 2015 yang bertempat di Gedung Mirota Pondok Pesantren Pabelan, Mungkid, Magelang, menjadi catatan penting bagi Maneges Qudroh (MQ) sebagai simpul Maiyah Magelang. Silaturahmi ini diselenggarakan dalam rangka menindaklanjuti dari hasil Silaturahmi Penggiat Maiyah di Baturraden pada bulan Desember 2014 tahun lalu, sebagai momentum bagi simpul Maiyah MQ untuk kembali menggali potensi yang dimiliki. Baik sumber daya manusia (SDM) maupun berbagai potensi yang ada di wilayah Magelang.

Dalam sambutannya Bapak KH. Nadjib yang merupakan shohibul bait pondok pesantren Pabelan menyatakan kegembiraannya. Bahwa di tengah situasi bangsa yang sebagian besar masyarakatnya sudah tidak mau menggunakan otaknya untuk “berpikir”, masih ada bagian yang lain yang mau menggunakan otaknya untuk “berpikir”. Harapan beliau, komunitas seperti ini harus tetap dijaga agar dapat menjadi oase di tengah situasi yang tidak jernih lagi seperti saat ini.

Harianto perwakilan ISIM yang berdomisili di Yogyakarta memandu jalannya pertemuan ini, memberi masukan-masukan, mengelaborasi, dan membantu MQ dalam pengidentifikasian diri MQ. Diawali dengan mempertanyakan satu persatu para penggiat MQ tentang proses-proses Maiyah yang dialami masing-masing, beliau mendapat gambaran bahwa sedulur-sedulur Maiyah di Magelang sesungguhnya telah memiliki hal-hal mendasar dalam nilai-nilai Maiyah. Apa yang sudah diwujudkan simpul Maiyah di Magelang baik dalam bentuk sosial, ekonomi, maupun spiritual sesungguhnya sudah ketemu. Tinggal bagaimana strategi-strategi yang harus diupayakan lagi. Juga potensi-potensi yang harus dipetakan kembali.

Banyak sekali permasalahan-permaslahan mendasar yang harus dihadapi MQ ke depan. Di wilayah eksternal contohnya, masih banyaknya masyarakat yang belum memiliki kejernihan berpikir dalam memandang pelbagai permasalahan yang dilihat, didengar atau dirasakan dalam keseharian. Sehingga banyak terjadi ketidakpercayaan satu sama lain. Saling curiga. Yang kemudian menjadi hilangnya kepekaan terhadap lingkungan sekitarnya.

Di Yogyakarta, NM (Nahdlatul Muhammadiyin) beberapa waktu lalu mendiskusikan tentang pembangunan masjid yang hingga saat ini semakin mengkhawatirkan. Karena keuntungan hanya berpihak pada toko material. Sehingga perlunya dilakukan upaya “Stop Pembangunan Masjid”. Hal tersebut atas dasar banyaknya fakta-fakta masjid tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Ada warga yang sakit, masjid tidak berperan sosial. Ada warga yang terlilit hutang, masjid masih bangga dengan saldo yang berlebih. Selain itu juga menemukan fakta beberapa waktu untuk pembangunan masjid, masyarakat berbondong-bondong menyedekahkan hartanya dengan harapan surga yang didapatkan. Sementara ketika diminta membantu pembangunan rumah tetangga yang roboh, sangat sedikit respon yang didapat. Bahkan nominal yang didapat sangat miris. Hanya ribuan.

Inilah yang sekiranya menjadi pekerjaan rumah bagi MQ kedepan. Bahwa bermaiyah sesungguhnya bukan dua hal yang terpisah dari kehidupan sehari-hari. Sebagai individu sesungguhnya di kehidupan sehari-hari itulah kita bermaiyah. Di kantor, di warung, di sawah. Sehingga tidak kita dapati bahwa Maiyah menjadi padatan yang mengganggu aktifitas sehari-hari.

Musyawarah dilanjutkan dengan menyusun beberapa rencana kerja. Seluruh penggiat dipetakan potensi-potensinya untuk mengambil dan mengisi peran serta tugas-tugas yang sudah disusun sesuai dengan konsep Dzat, Sifat, Isim dan Jasad.

Silaturahmi tersebut berjalan lancar dan baik, setiap lontaran-lontaran ide dan gagasan diolah menjadi diskusi bersama. Tak terasa waktu menyentuh pukul 16:30 WIB, silaturahmi ini dipuncaki dengan doa bersama. Semoga ini dapat menjadi momentum yang baik untuk bebenah di tengah MQ sebagai simpul yang telah masuk tahun ke 5-nya. Amiin.

[Teks: Wahyu Esbe]