Puasa Melampaui Buka

jaburan edisi kelima

TIDAK ada makan yang lebih nikmat dibanding makannya orang yang berbuka puasa. Selama ini kebudayaan kita dan pemikiran kita mengenai puasa memang baru di situ letaknya. Bahwa berbuka puasa itu kan kayak hari rayanya puasa.

Sebenaranya kalau kita mau agak lebih ngeyel sedikit dan ingin meningkatkan ilmu kita bisa melihat berbuka puasa itu sebagai sebuah pengabdian dan toleransi. Sebab kalau Anda memang sudah terbiasa berpuasa dalam kehidupan, lha kalau cuman maghrib saja kan kita mampu. Mau isya’ bukanya kita juga mampu. Saya waktu kecil, saya berbuka jam sepuluh malam. Tetapi saya mau takjil waktu dheng maghrib untuk membatalkan puasa, karena saya mencintai Allah, karena saya mencintai ibu saya.

Jadi sebenarnya kalau kita mau mencari nilai-nilai yang di lain segi dari tradisi kita sehari-hari sesungguhnya hidup kita akan memiliki dialektika untuk semakin matang. Kita lomba marathon, kalau takaran kita, kuda-kuda batin kita hanya sampai kepada garis finish, maka kita akan berpesta pora begitu bisa mencapai garis finish.

Tetapi kalau sejak awal kuda-kuda batin Anda, Anda memohon energi dari Allah dan menggali energi dari dalam diri kita untuk 1 kilometer sesudah garis finish, maka Anda begitu ketemu garis finish Anda tidak kaget, Anda tidak berfoya-foya, Anda tidak melonjak-lonjak. Dan sebenarnya Anda lebih matang daripada sekadar seorang juara yang mencapai garis finish.

Itulah orang yang puasanya melampaui buka. Meskipun, ketika maghrib tiba dia tetap mencintai Allah, menghormati Allah, menghormati ibunya yang memasak, dengan memakan takjil.