Puasa dan Kesenangan (IV)

JABURAN SERI KE-II EDISI KEEMPAT

PUASA ADALAH sebuah metode dan disiplin agar engkau melatih diri untuk melakukan apa yang pada dasarnya tidak engkau senangi serta tidak melakukan apa yang pada dasarnya engkau senangi. Cobalah ulangi pandang dirimu di cermin dan tataplah segala sesuatu di rumahmu: betapa kebanyakan dari kenyataan hidupmu itu “bersifat hari raya”, yaitu memenuhi kesenangan.

Adapun puasa melatihmu untuk bermental pejuang. Pada dasarnya secara alamiah menyenangi kenyang, makan, dan minum, tapi engkau tidak diperkenankan menikmatinya dari subuh hingga maghrib.

Karena apa? Pertama, karena dalam hidup ini ada yang lebih sejati sebagai nilai dibanding senang atau tidak senang. Ialah baik dan harus atau wajib. Engkau melakukan sesuatu tidak terutama karena engkau senang, tetapi karena hal itu baik, sehingga wajib engkau lakukan. Jadi, kedewasaan dan kematangan kepribadian dalam Islam adalah kesanggupan untuk menjalani hidup ini tidak terutama berdasarkan senang atau tidak senang, tetapi berdasarkan baik atau tidak baik, wajib atau tidak wajib. Kedua, karena engkau adalah khalifatullah, karena engkau adalah makhluk sosial, maka yang dibutuhkan darimu terutama adalah daya juang untuk sesama manusia.  Apakah engkau senang membagi-bagikan uang hasil jerih payah kerjamu? Apakah engkau senang menolong orang lain yang menderita dan memerlukan pengorbananmu? Apakah engkau senang membela orang tertindas?

Kalau kesiapanmu hanyalah menuruti kesenangan, maka kewajiban-kewajiban sosial semacam itu akan sangat sedikit yang bisa engkau lakukan, sehingga di mata Allah derajatmu tidak tinggi. Sebab, sebaik-baik manusia ialah yang bermanfaat bagi orang lain.

Maka, itulah manfaat puasa. Melatihmu untuk menjadi manusia yang mampu menaklukan kesenangannya. Mampu lebih besar dan mengatasi kesenangannya. Mampu minum jamu pahit yang tidak enak. Mampu lapar dan haus. Mampu mengorbankan kesenangannya demi kewajiban dari Allah dan kebaikan bagi sesama manusia. Syukur kalau engkau memproses batinmu sedemikian rupa sehingga kesenangan dan kewajiban atau kebaikan bisa menyatu.