Panggung Mungil Kenduri Cinta

HAMPIR SETIAP pelaksanaan suatu acara dimana saja, dibutuhkan sebuah tempat yang dikhususkan untuk pembicara, baik itu moderator maupun narasumber. Dan di Kenduri Cinta pada tiap hari jumat di minggu kedua setiap bulan, juga selalu ada sebuah perlengkapan yang harus ada, berupa area steril yang sangat kecil. Dengan ukuran yang sangat minim dan boleh dikatakan mungil namun sangat penting dalam proses kegiatan tersebut. Area tersebut sebuah panggung yang sangat rendah, disiapkan sebelum acara dimulai. Persiapan ini tidak lain dan tidak bukan selalu dibicarakan dalam forum rutin Reboan Kenduri Cinta untuk kelancaran teknis.

Sebenarnya untuk dikatakan steril juga tidak begitu tepat, karena lebih sering tidak steril daripada steril, dikarenakan begitu cairnya Maiyahan Kenduri Cinta. Kegiatan Maiyahan yang dilaksanakan oleh beberapa simpul juga, rata-rata mempunyai panggung dengan ukuran standar, namun hanya di Kenduri Cinta keunikan si panggung mungil ini ditemukan.

Panggung mungil Kenduri Cinta berukuran 525 cm x 360 cm, terbagi atas 12 blok level kecil dengan ukuran 175 cm x 90 cm, tiap bloknya dengan tinggi kurang lebih 15 cm. Bahannya terbuat dari kayu cukup keras dan lumayan berat, ada beberapa bagian yang sudah rusak, hingga harus hati-hati dan dibutuhkan minimal 2 orang ketika menyusun, kadang dilakukan oleh pihak pengelola, kadang juga dilakukan para penggiat yang bertugas dari sore hari ketika Kenduri Cinta dilaksanakan.

Sebenarnya itu hal yang sangat sepele, namun hampir tidak pernah dipikirkan oleh orang lain terutama jamaah, akan pentingnya fungsi dari benda tersebut. Perlengkapan itu disediakan oleh pihak Taman Ismail Marzuki untuk berbagai macam acara termasuk Kenduri Cinta. Setelah disusun, penggiat memeriksa kenyamanan dan membersihkan panggung terutama dari paku ataupun bekas staples yang masih menempel, sebab ini juga sering dipergunakan oleh pagelaran lain juga.

Setelah panggung yang mungil itu tersusun rapi, penggiat menunggu datangnya karpet untuk alas panggung, kemudian digelar, disapu lalu dipel supaya kotoran dapat dibersihkan dan tidak menimbulkan aroma yang kurang nyaman untuk diduduki. Itu sudah menjadi suatu rutinitas walaupun sebenarnya sangat tidak wajib bagi petugas maupun penggiat yang siap dari sore, sebab siapa saja boleh ikut membantu membersihkannya.

Selain untuk panggung, karpet juga digelar untuk mereka yang hadir, itu juga dibersihkan dan dipel oleh relawan yang mau melakukannya. Apa tidak enak jadi jamaah, disediakan karpet, dibersihkan, hadir tinggal duduk manis ditemani segelas kopi atau es teh manis, dibibir terselip sebatang rokok manual yang telah dibakar ataupun rokok elektronik tinggal pencet keluar asap, dihisap asap dari pipa sedalam-dalamnya lalu asap mengepul dikeluarkan dari mulut juga hidung hingga terlihat seperti kepala naga mau menyemburkan api, sementara tangan satu lagi meremas cemilan sejenis kacang rebus sambil menikmati acara.

Dalam pelaksanaan, pada awal-awal Kenduri Cinta di tahun 2000-an panggung Kenduri Cinta berbentuk saung, lengkap dengan atap daun rumbia, bentuknya sederhana tapi kesannya “wah”. Tentu saja lebih repot lagi, karena saung itu harus segera disimpan untuk digunakan pada edisi bulan berikutnya. Entah karena alasan apa, akhirnya setiap acara Kenduri Cinta memilih menggunakan tenda dengan panggung “si mungil” itu. Alhamdulillah mereka yang hadir sebagai narasumber maupun seniman hiburan tidak pernah mengeluh kendala panggung, termasuk Cak Nun sendiri.

Semua tetap asik tanpa terganggu mungilnya tempat mereka berbicara dan berdiskusi. Ya, kadangkala minimnya ukuran jadi masalah karena yang duduk di panggung melebihi kapasitas jumlah, karena tidak sesuai data dalam sususan acara. Belum lagi ditambah seperangkat alat musik tradisional maupun modern yang dipasang semakin mempersempit ruang gerak. Apalagi ketika hujan tiba-tiba turun, hanya tersisa beberapa meter persegi saja tampat kosong. Dan tingginya panggung memudahkan akses jamaah untuk merapat keatas tanpa dibatasi oleh pagar penghalang. Tapi semua kesukaran yang ada tidak menyurutkan semangat mereka untuk mengikuti tiap sesi sampai selesai. itulah uniknya Kenduri Cinta.

Selesai acara para penggiat bergerak kembali untuk membereskan semua perlengkapan yang telah mereka gelar dari siang hari, diantaranya menurunkan poster di dinding baliho depan Taman Ismail Marzuki, memungut sampah dan memasukkannya ke dalam plastik sampah yang disediakan, melipat karpet kadangkala dibantu oleh hadirin yang mengerti situasi, namun seringnya jamaah tidak perduli dan masa bodoh atas apa yang kami lakukan bahkan tetap menginjak karpet yang akan dilipat walaupun sudah ditegur. Bikin jengkel sih, tapi ya sudah apa mau dikata, namanya juga jamaah. Hati dan pikiran mereka hanya disibukkan untuk bersalaman dengan Cak Nun. Bisa dimaklumi juga karena sebagai manusia mereka sangat butuh dan rindu akan sosok seorang guru.

Kini 18 tahun sudah usia Kenduri Cinta, walau beberapa kali berganti model akhirnya panggung nan mungil itulah yang setia menemani Maiyahan bulanan Kenduri Cinta sampai sekarang, dan ketika semua orang beranjak kembali ke tempat tinggal masing-masing, hanya tersisa si mungil itu berada dibawah tenda menunggu dibawa ke gudang penyimpanan.