Ngaji Bareng Ramane, Peresmian Taman Kota Majenang

REPORTASE NGAJI BARENG CAK NUN DAN KIAIKANJENG DALAM RANGKA MAULID NABI MUHAMMAD SAW, TAMAN KOTA MAJENGAN

ROMBONGAN CAK NUN dan KiaiKanjeng (CNKK) berangkat pagi dini hari dari Yogyakarta dengan menggunakan bus menuju kota Majenang. Sebelum sampai ke tempat acara, CNKK menyempatkan diri untuk mampir ke rumah sastrawan asli Banyumas, Ahmad Tohari, penulis novel Ronggeng Dukuh Paruk. Dalam kunjungan ke rumah Ahmad Tohari di Jatilawang, Banyumas, Cak Nun menyempatkan diri untuk mengisi pengajian Maulid Nabi di Pondok Pesantren Al-Falah, Jatilawang milik keluarga dari Ahmad Tohari.

Pukul 16.00 sore, Cak Nun dan Kiai Kanjeng sudah sampai di Majenang. Rombongan CNKK disambut oleh Bupati Cilacap Tato Pamuji beserta jajaran yang terkait, juga panitia pelaksana yaitu Forum Komunikasi Santri Majenang. Tajuk yang dipilih kali ini adalah Ngaji Bareng Ramane, Peresmian Taman Kota Majenang. Lokasi acara berada di depan Taman Kota Majenang, taman kota yang akan diresmikan malam hari ini. Panggung yang didirikan menutup jalan raya utama, sehingga arus lalu lintas dialihkan sementara. Terlihat banyak rombongan santriwan dan santriwati yang hadir, juga kalangan masyarakat umum.

Pukul 19.30 tepat dimulai dengan hadrah dari Forum Komunikasi Santri Majenang. Acara dibuka dengan beberapa sesi pembukaan antara lain pembacaan Alquran, laporan panitia dan sambutan dari Bupati Cilacap, Tato Pamuji. Dalam sambutannya, Tato menyampaikan bahwa dirinya berjanji untuk bisa mengkuliahkan para santri yang mempunyai prestasi terbaik. Acara dilanjutkan dengan peresmian Taman Kota Majenang dengan pengguntingan pita oleh Bupati Cilacap didampingi oleh Hj. Teti S Pamuji (istri Bupati Cilacap), Cak Nun, anggota Perkopinda Kabupaten Cilacap dan Camat Majenang. Seremonial kecil ini diiringi Kiai Kanjeng dengan nomor Shalawat Badar.

majenang1

KENAPA BERSHALAWAT?

CAK NUN mengajak untuk membaca Al-Fatihah terlebih dahulu untuk ibunda dari Bupati Cilacap yang dua hari lalu meninggal. Kedatangan Cak Nun ke Majenang bukan sebagai kyai atau ulama tapi lebih sebagai mediator dan mbombong-mbobongi atine masyarakat saja.

Cak Nun mengajak untuk berpikir alasan untuk bershalawat. Allah menyuruh kita beribadah, seperti salat, zakat, haji dan lain sebagainya, tapi Allah sendiri tidak melakukannya. Berbeda dengan shawalat, Allah menyuruh bershalawat dan Dia terlebih dahulu bershalawat kepada Nabi Muhammad. Jika kita menghadap Allah ditemani bupati, maka Allah masih akan tetap tidak peduli dengan kita, tapi jika kita menghadap Allah dengan Kanjeng Nabi maka Allah tidak akan tega untuk tidak mengampuni dosa-dosa kita.

Nabi Adam bergelar khalifatullah, Nabi Nuh sebagai ruhullah, Nabi Ibrahim sebagai khalilullah, Nabi Ismail sebagai dhabihullah, Nabi Musa sebagai kalimullah dan Nabi Isa sebagai ruhullah, maka Kanjeng Nabi Muhammad adalah bergelar habibullah. Maka lengkaplah, dari Ruhullah, Khalifatullah, Kalimullah, dan seterusnya.

Melanjutkan, Cak Nun menjelaskan tentang khusyuk. Dalam fikih, khusyu tidak disyaratkan sebagai suatu kewajiban, khusyu dimensi cinta kita kepada Allah. Sama seperti ketika kita menghadap bupati jika ketika bersalaman mata kita jelalatan ke kanan ke kiri maka Pak Bupati menjadi tersinggung dengan sikap kita. Begitu pula dengan Tuhan, jika dalam salat kita masih punya hati yang tidak fokus, itulah kekhusyukan.

Pada kesempatan berikutnya, Cak Nun meminta dua santri untuk maju ke depan memimpin shalawatan, hadzal Quran di depan masyarakat Majenang. Cak Nun merefleksikan bahwa dalam hal kepemimpinan, apapun yang kita pilih bukanlah apa yang kita sukai sendiri, tapi yang dibutuhkan oleh orang banyak. Kita harus berlatih untuk bisa mendengarkan hati orang banyak bukan semata-mata hati kita sendiri.

Sebelum dimulai shalawatan, Cak Nun menjelaskan, Syiir Tanpo Waton bukan karya Gus Dur, hanya pernah dilantunkan oleh mendiang Gus Dur. Cak Nun juga mengajak agar ketika shalawatan kita tidak hanya sendirian, tapi juga mengajak angin, ruang, udara, mata, hati, hingga gamelan. Semua diajak untuk bertasbih kepada Allah dan menyatakan cinta kepada Kanjeng Nabi.

Seusai satu shalawat diiringi Kiai Kanjeng, Cak Nun meminta 10 anak untuk maju ke panggung. Cak Nun menyemangati anak-anak dengan ungkapan bahwa Indonesia tidak butuh dunia, dunia yang butuh Indonesia. Menurut Cak Nun, Islam tidak dapat diserahkan kepada umat Islam di Timur Tengah, tapi yang bisa menyangga Islam hanya Indonesia. Anak-anak yang sudah maju ke depan, diminta untuk berhitung dengan suara yang lantang. Terlihat satu anak diujung menangis karena grogi maju dipanggung. Cak Nun meminta anak-anak untuk baris berurutan dari abjad terendah dari nama ibu mereka. Dalam latihan kecil ini, anak-anak belajar untuk rembugan/berunding bersama untuk merapat barisan. Kiai Kanjeng mengiringi satu nomor shalawat Nariyah sembari anak-anak berembug.

Setelahnya, Pak Bupati berbicara kepada masyarakat, menjelaskan bahwa pemerintah daerah bersama dengan pihak swasta kini sedang melakukan kerjasama dalam hal pendidikan untuk anak-anak di Cilacap. Pihak swasta yang dimaksud adalah Pertamina, yang dalam kesempatan itu hadir Bapak Nyoman, General Manager Pertamina Cilacap. Cak Nun dan Kiai Kanjeng menyapa Pak Nyoman dengan satu nomor musik dari Bali, berjudul Janger.

Cak Nun lalu menjelaskan tiga dalil dalam menyikapi orang yang berbeda agama. Laa ikraha fiddin, tidak ada paksaan dalam beragama, setiap orang silahkan memproses dirinya masing-masing nanti tanggung jawabnya tidak sesama manusia tapi dihadapan Tuhan. Tuhan yang menjadi hakim atas keyakinan kita dan sesama manusia tanggung jawabnya hanya moral. Yang kedua, faman sya’a fal yu’min, waman sya’afal yakfur, siapa yang mau percaya silakan, siapa yang tidak percaya silakan kedua-duanya boleh hidup boleh makan bersama. Yang ketiga, lakum dinnukum waliyadin, dimana terdapat dua tafsir, yang pertama agamaku adalah agamaku, agamamu adalah agamamu, serta yang kedua: jika bagimu itu agama silakan, jika bagiku itu bukan ya tidak masalah.

majenang2

PENDIDIK NOMOR SATU

ANAK-ANAK yang tadi berunding untuk menyanyikan lagu telah siap untuk menampilkan nomor Gundul Pacul. Anak yang tadinya malu-malu, ada yang menangis, sekarang sudah sangat berani. Nomor Gundul Pacul diringi apik oleh Kiai Kanjeng.

“Siapakah pendidik nomor satu dalam kehidupan? Allah. Ayatnya: wa ‘allama adamal asma-a kullaha tsumma ‘arodhohum ‘alal malaikati. Apa buktinya Allah mengajari manusia tidak hanya Adam tapi kita semua? Waktu kamu diperut ibu kok bisa keluar itu yang ngajarin siapa? Waktu menyusu, itu yang mengajari siapa? Apakah Ibumu ikut mengajari? Siapa yang mengajari? Allah. Berarti sampai sekarang Allah masih mengajari kita macam-macam kita diajari oleh Allah. Malam hari ini anak-anak kita diajari oleh Allah SWT dari nangis menjadi pemberani,” tambah Cak Nun.

Lagu Bangga Mbangun Desa kemudian dinyanyikan oleh Hj. Teti S Pamuji dengan diiringi Kiai Kanjeng. Cak Nun dengan bercanda mengungkapkan bahwa anak-anak yang sudah berdiri diatas panggung ini malah tidak mau turun. Sama seperti penyakit kita sampai level presiden, orang tidak mau turun jika sudah kerasan diatas. Ibu Bupati Cilacap Teti Pamuji juga menyumbangkan nomor Keagungan Tuhan dan Renungkanlah.

Setelah riang gembira, Cak Nun kemudian mengajak hadirin untuk khusyu. Menggali apa saja yang menjadi uneg-uneg untuk disampaikan ke Allah dan Kanjeng Nabi. Cak Nun kemudian memimpin wirid dan shalawat panjang bermunajat kepada Allah dan Kanjeng Nabi.

Seusai shalawatan, Cak Nun membuka kran aspirasi dengan mempersilakan beberapa penanya untuk mengungkapkan isi pikirannya. Dari Satidudin Subkhi, Majenang, mengharapkan bahwa taman kota Majenang yang sudah diresmikan ini bukan menjadi tempat mesum anak muda, tapi menjadi tempat berkumpul anak muda menuangkan ide kreatifnya. Andika dari Cilacap, mengungkapkan ide-ide segarnya dalam pengembangan pertanian dan energi alternatif yang sedang dirintisnya dengan beberapa teman dilingkungannya. Dalam kesempatan itu, Andika meminta agar pemerintah bisa men-support hasil penelitian pemuda-pemuda di Cilacap. Asyafiul Musyafa dari Cipari mengungkapkan aspirasinya berkaitan dengan jalan di desanya sejak jaman Presiden Soeharto sampai kini belum pernah diperbaiki.

Tato Pamuji, Bupati Cilacap, merespon. Menyampaikan bahwa fokus prioritas pembangunan Cilacap saat ini adalah pembangunan infrastruktur jalan raya. Tato juga membuka pintu seluas-luasnya kepada pemuda-pemuda yang mempunyai keahlian yang berguna bagi masyarakat banyak untuk bisa didukung oleh program dari pemerintah daerah.

Cak Nun ikut merespon bahwa fasilitas yang sudah diusahakan oleh bupati ini setidaknya harus diisi oleh masyarakat dengan program-program yang kreatif. Selanjutnya yang menjadi pagar dari taman kota ini adalah semua pihak masyarakat, bukan melulu tugas polisi atau pemerintah. Pukul 01.00 dinihari acara dipungkasi dengan Indal Qiyam dan doa bersama. Cak Nun meminta sesepuh Cilacap untuk memimpin doa bersama.

TEKS: RED JUGURAN SYAFAAT/HILMY NUGRAHA