Mulat Saliro, Momentum Refleksi Diri

Untuk 8 tahun Maneges Qudroh

HARI-HARI ini, masyarakat bangsa kita masih mengidap 3 penyakit gila: kekayaan, popularitas, dan kebesaran. Hampir di semua lini masyarakat, mayoritas penduduk negeri ini bercita-cita untuk mencapai 3 hal itu. Menjadi orang kaya, orang terkenal, dan orang besar (dengan jabatan) adalah cita-cita yang hari ini dicanangkan oleh sebagian masyarkat bangsa ini. Belajar setinggi apapun di sebuah lembaga pendidikan, tujuannya salah satu dari tiga cita-cita itu atau kalau bisa ketiga-tiganya.

Konon, leluhur kita dulu memposisikan orang yang memiliki harta adalah kelompok masyarakat dalam struktur hubungan sosial masyarakat sebagai kelompok terendah. Baru kemudian ada kelompok orang-orang yang kuat secara fisik. Ada kelompok orang-orang yang memiliki kekuasaan secara pemerintahan. Lantas kelompok orang-orang yang berilmu dan yang paling tinggi adalah orang-orang bijak, para kaum alim ulama dan cerdik cendekia.

Strata itu kini berbalik. Menjadi orang kaya adalah tujuan dari banyak orang. Orang modern semakin takut untuk tidak bisa makan. Orang modern tidak memiliki kesiapan mental jika tidak punya uang yang banyak. Hari ini, lebih banyak orang yang memiliki kesiapan hidup untuk menjadi orang kaya. Tak masalah bodoh, yang penting punya banyak uang. Tidak peduli bagaimana caranya, yang penting punya banyak uang. Ketika kita melihat betapa banyak orang yang sibuk menumpuk harta, kita kebingungan menerka-nerka, bagaimana caranya harta sebanyak itu akan memuaskan mereka? Apakah dengan cara membeli sebanyak mungkin rumah, mobil, perhiasan, pakaian dan lain sebagainya? Apakah kemudian dengan harta yang banyak, baju yang dipakai itu berganti di setiap jam?

Kita memerlukan satu formula untuk mengembalikan cara berfikir kita bersama, bahwa orang yang baik, orang yang bijak, dan orang yang alim adalah kelompok orang-orang yang berada di posisi paling tinggi. Dan dalam kondisi zaman seperti sekarang ini, menemukan dan mengimplementasikan formula tersebut tidaklah mudah. Segala cara digunakan oleh orang-orang hari ini agar ia menjadi kaya, menjadi terkenal, kemudian menjadi orang besar yang memiliki kekuasaan. Tidak peduli harus membuang jauh-jauh norma dan nilai kehidupan, apalagi idealisme dalam dirinya, yang penting ia berhasil menjadi orang kaya, orang terkenal dan kemudian menjadi orang yang berkuasa.

Adalah Maneges Qudroh, yang menjadi salah satu amsal bagi kita bersama di Maiyah. Menjadi sebuah simpul Maiyah, yang istiqomah selama 8 tahun, menjalani proses yang penuh dinamika. Maneges Qudroh tidak memiliki cita-cita menjadi sebuah organisasi yang punya banyak uang. Maneges Qudroh juga tidak memiliki cita-cita menjadi sebuah komunitas yang terkenal. Maneges Qudroh juga tidak hendak menjadi perkumpulan yang memiliki kebesaran, sehingga kemudian menjadi penguasa. Tidak.

Berawal dari sebuah forum majelis ilmu, yang setiap bulan berpindah-pindah dari desa ke desa yang lain di Muntilan dan sekitarnya. Orang-orang berkumpul, saling bertukar pikiran, sinau bareng. Menemukan kembali nilai-nilai luhur dalam kehidupan. Sekecil apapun harapan harus terus terjaga. Teman-teman di Maneges Qudroh memahami arti yang sesungguhnya dari ayat Innallaha laa yughoyyiru maa bi qoumin hatta yughoyyiru maa bi anfusihim.

Manusia ditakdirkan untuk menjadi khalifah di muka bumi, sehingga memiliki kesempatan untuk memilih opsi, menentukan sikap hidup, meskipun sesungguhnya manusia tidak benar-benar berkuasa penuh atas dirinya. Karena sejatinya, manusia adalah manifestasi dari Allah. Maka kemudian manusia dibekali akal, nafsu, dan juga hati nurani. Melalui 3 perangkat ini manusia bertugas untuk mencari, apakah dirinya menjadi dirinya hari ini adalah sesuai dengan perjanjiannya dengan Allah, sehingga yang ia lakukan Adalah atas dasar perintah Allah. Atau, menjadi manusia yang memang diizinkan oleh Allah untuk menjadi dirinya hari ini. Dan jangan sampai menjadi manusia yang dibiarkan oleh Allah, sehingga apapun yang dilakukan adalah sesuatu yang sifatnya memang dibiarkan, sehingga Allah pun sudah acuh kepada kita. Bahkan, jangan pula sampai menjadi manusia yang disesatkan oleh Allah.

Meskipun manusia memiliki opsi untuk “yughoyyiru maa bianfusihim”, toh pada hakikatnya yang memiliki kekuasaan penuh untuk melakukan taghyir itu adalah Allah. Sekuat apapun usaha manusia untuk melakukan perubahan, pada akhirnya Innallaha ‘alaa kulli syaiin qodiir. Namun bukan berarti kemudian manusia mengambil opsi untuk menyerahkan sepenuhnya kepada Allah untuk melakukan perubahan dengan segera. Hidup tidak berlangsung sesederhana itu bukan?

Salah satu bentuk kemesraan hamba dengan Tuhannya Adalah peristiwa keakraban. Allah menyatakan; Ud’unii astajib lakum. Berdoalah kepada-Ku, maka Aku akan mengabulkan. Pada titik tertentu, manusia akan menyadari bahwa sudah tak terhitung nikmat dan anugerah yang sudah diberikan oleh Allah, sehingga ia merasa enggan untuk meminta lagi kepada Allah. Pada satu titik, ketika manusia meminta sesuatu kepada Allah, ia akan diingatkan bahwa sudah banyak yang diberikan oleh Allah kepadanya. Begitulah dinamika kemesraan hubungan antara hamba dengan Tuhannya.

Maka sesuai dengan namanya, Meneges Qudroh sedang menjalani perannya untuk menegaskan, menjelaskan, menjadikan Qudrotullah semakin jelas, bahwa apa yang dilalui dalam kehidupan ini tidak akan pernah lepas dari Qudrotullah. Dan Qudroh Allah itu tidak terbatas skalanya, tidak terbatas ruang dan waktunya. Teman-teman di Maneges Qudroh meneguhkan dirinya untuk menjadi prajurit yang selalu siap sedia Untuk tetap maneges memahami, mencari makna, menemukan kesejatian dari qudrotullah pada diri mereka.

Mulat saliro, digambarkan sebagai momentum untuk berkaca pada diri sendiri. Teman-teman Maneges Qudroh dalam menapaki perjalanan di tahun ke delapan ini sebenarnya juga sedang mengajak bangsa Indonesia untuk berkaca kembali ke dalam dirinya. Karena bangsa ini sudah terampau jauh dari dirinya yang sebenarnya. Hari ini, bangsa ini tidak benar-benar menjadi dirinya sendiri. Bangsa ini sudah jauh meninggalkan dirinya yang sejati. Bangsa ini sudah kehilangan kewaspadaan dalam dirinya. Sehingga sudah tidak peka lagi terhadap sesuatu yang berada di sekitar dirinya, apalagi memilah mana yang baik dan mana yang buruk, karena semakin terbiasa untuk memilih mana yang enak dan mana yang tidak enak.

Allah sudah memperingatkan manusia; Inna akromakum ‘indallahi atqookum. Sesungguhnya orang yang paling mulia di hadapan Allah adalah orang-orang yang paling bertaqwa. Taqwa adalah satu konsep sikap hidup manusia untuk terus waspada terhadap segala sesuatu yang terjadi di sekitarnya. Taqwa bukan hanya dipahami sebagai sebuah kepatuhan, ketakutan, ketundukkan. Mewaspadai segala sesuatu yang terjadi, karena hidup ini tidak selalu berlaku sesuai dengan apa yang kita inginkan. Hidup ini berlangsung penuh keghaiban, maka celakalah manusia yang tidak memiliki kewaspadaan dalam hidupnya.

Selamat ulang tahun ke-8 Maneges Qudroh, teruslah berproses menemukan kesejatian hidup.