Mukadimah: SERIBU BAYANG PRASANGKA

mukadimah kenduri cinta edisi april 2018

JIKA KITA MENGHITUNG, lebih banyak mana antara informasi yang kita ketahui daripada informasi yang tidak kita ketahui, maka jawabannya adalah lebih banyak informasi yang tidak kita ketahui. Sebelum era informasi begitu sangat mudah diakses seperti hari ini, dahulu manusia membutuhkan perjuangan untuk mendapatkan informasi. Pada era surat kabar misalnya, untuk mendapatkan informasi, perjuangan minimal yang harus dilakukan adalah beranjak dari tempat duduk, kemudian menuju loper koran, lantas mengeluarkan sejumlah uang untuk membeli informasi. Ketika sudah membeli surat kabar, mau tidak mau seluruh informasi yang ada di dalam surat kabar tersebut akan dibaca. Karena sudah berkorban untuk mendapatkan sumber informasi tersebut, ada sedikit kerugian jika tidak membaca keseluruhan informasi yang disajikan di surat kabar tersebut.

Berbeda dengan apa yang  dialami manusia hari ini. Informasi begitu derasnya datang dengan sendirinya di hadapan mereka, baik melalui media elektronik seperti televisi dan radio maupun melalui gadget yang setiap hari mereka genggam. Saat ini manusia sudah tidak memiliki filter yang kuat untuk mencerna informasi yang datang. Pada tahap selanjutnya, hanya informasi yang disukai saja yang mereka cerna. Hanya informasi yang sesuai dengan selera mereka, itulah informasi yang akan mereka baca. Dan informasi yang tidak sesuai dengan selera mereka, akan diabaikan.

Sementara manusia setiap hari melahirkan prasangka demi prasangka. Seorang mahasiswa tingkat akhir mengumpulkan prasangka demi prasangka milik orang lain, untuk kemudian disusun menjadi sebuah Skripsi yang melahirkan prasangka yang baru. Dan kehidupan Politik hari ini pun begitu semarak dan gaduh dikarenakan ada banyak prasangka-prasangka diantara para pelakunya.

Akibat dari kurangnya kepekaan manusia membaca informasi, ada banyak informasi yang sebenarnya mereka butuhkan justru tidak mereka ketahui. Dan ketika berhadapan dengan informasi yang baru, manusia tidak memiliki pijakan yang kuat, kemudian mereka membantah informasi tanpa sumber informasi yang valid. Karena manusia hari ini sangat menuhankan kebenaran informasi yang didapatkan.

Selalu, respons manusia hari ini terhadap sebuah informasi adalah berdasarkan atas prasangka-prasangka yang merupakan hasil dari olahan informasi yang didapatkan sebelumnya. Tidak sepenuhnya salah sebenarnya, Cak Nun pernah menulis bahwa manusia dalam hidup ini memang harus bergaul dengan prasangka-prasangka. Manusia mempergaulkan prasangka. Manusia mempergauli dirinya dengan prasangka.

Yang menjadi persoalan adalah ketika manajemen dalam diri manusia tidak seimbang, sehingga prasangka-prasangka yang lahir atas sebuah informasi yang masuk adalah prasangka yang tidak tepat. Tidak mengherankan jika hari ini kita melihat sebagian masyarakat di sekitar kita begitu fanatiknya terhadap sesosok tokoh sehingga mereka memuja habis-habisan tokoh tersebut, sebaliknya ada juga sebagian yang lain yang sebegitu bencinya terhadap sesosok tokoh, dengan perasaan kebencian yang sangat membabi-buta.

Kebencian maupun fanatisme yang berlebihan adalah akibat dari tidak seimbangnya informasi yang kita dapatkan. Fanatisme yang berlebihan tentu saja tidak menyehatkan bagi kita, begitu juga dengan kebencian yang berlebihan. Sementara dalam hidup kita, meskipun Allah membekali kita ayat; wa ‘asaa ‘an takrohu syaian wa huwa khoirun lakum wa ‘asaa ‘an tuhibbu syaian wa huwa syarrun lakum, toh pada kenyataannya prasangka dalam diri kita lebih dominan untuk menentukan mana yang baik dan mana yang buruk bagi kita. Bahkan tidak jarang, yang menjadi pertimbangan baik atau buruk untuk kita adalah sesuatu yang kita sukai. Kita menganggap sesuatu itu baik, karena memang kita menyukainya. Kita menganggap sesuatu itu buruk karena kita membencinya.

Seringkali ketika kita berselisih faham, salah satu kata yang muncul sebagai respons adalah; Tabayyun. Tabayyun adalah sebuah proses dimana kita meneliti kebenaran sebuah informasi. Ketidaktepatan informasi yang kita sampaikan seringkali merupakan akibat sumber informasi yang kita miliki itu tidak valid dan lengkap. Kurangnya tradisi kita dalam melakukan tabayyun berakibat pada lahirnya prasangka demi prasangka terhadap sesuatu yang sebenarnya tidak kita ketahui kebenarannya secara pasti.

Allah memberikan peringatan kepada orang-orang yang beriman untuk menghindari prasangka. Allah pula yang memberikan penjelasan bahwa sebagian prasangka itu adalah dosa. Karena prasangka itu, entah baik maupun buruk, ia tetaplah prasangka, bukan fakta. Prasangka baik maupun buruk adalah manipulasi data, hingga pada akhirnya kita benar-benar mengetahui fakta yang sebenarnya.

Hari ini kita hidup di era peradaban hutan belantara yang penuh dengan kebebasan. Semua orang bebas melakukan apa saja tanpa mempertimbangkan lagi bahwa segala sesuatunya kelak akan dipertanggungjawabkan. Orang bertindak sesuatu bukan atas dasar baik atau buruk, melainkan atas dasar kepentingan suka atau tidak suka, baik bagi dirinya sendiri maupun kepentingan bagi kelompoknya.

Tentu saja kita tidak ingin melanjutkan kehidupan kita dengan peradaban yang berdasar kepada prasangka demi prasangka. Kita tentu tidak ingin mewariskan tradisi yang sama sekali tidak memberikan manfaat kepada generasi selanjutnya. Salah satu hal yang kita pelajari bersama di Maiyah adalah tentang keseimbangan. Bagaimana kita mampu seimbang dalam hidup, harus diawali dengan bagaimana kita mampu dan terbiasa untuk seimbang dalam berfikir. Keseimbangan dalam berfikir adalah sebuah proses yang harus terus-menerus kita asah, sehingga pada akhirnya kita tidak akan terjerumus dalam hutan belantara prasangka.