Mukadimah: SEPAKBOLA CINTA

FB_IMG_1450500548567

 

MUKADIMAH MAIYAH DUSUN AMBENGAN DESEMBER 2015

SEPERTI (MEMANG) SEDANG diperjalankan, bahwa tidak ada apapun cita-cita maupun laku amal perbuatan manusia yang terbebas dari skenario campur tangan kehendak Tuhan, yang Ia pancarkan dengan berbagai cara maupun formula.

Maka demikianlah halnya kesejatian makna dari percikan pemikiran Cak Nun sebagaimana dikutip di atas, itu telah meniscayakan entitas nilai dan fakta empiris pada lingkaran Maiyah Dusun Ambengan, benar adanya bahwa anak-anak adalah kitab berjalan yang mengajarkan hakikat nilai cinta; keberanian, kerjasama, keteguhan, dan keputusan itu.

Adalah puluhan anak-anak dusun berusia 10 sampai dengan 14 tahun, yang entah didorong oleh kekuatan apa, kecuali hanya bisa dipahami bahwa semata Allah yang berbisik di hati mereka, yang membimbing akal mereka, yang menuntun tangan dan menggerakkan langkah kaki mereka – maka ketika tiba-tiba anak-anak itu satu bulan yang lalu datang mengutarakan niat meminta pengasuhan sepak bola kepada Maiyah Ambengan, seketika hikmah nilai yang terkandung dari sabda Rasulullah Muhammad SAW: Allimu auladakum al-shibahah wa al-rimayah, Ajarilah anak-anakmu pandai berenang dan memanah, membulatkan jawaban “Ya”, memenuhi permintaan kepengasuhan sepakbola bagi anak-anak itu.

Di dalam khasanah nilai kemaiyahan, Cak Nun berujar: Sepakbola, sebagaimana kesenian atau banyak pekerjaan kita di dunia adalah permainan yang sungguh-sungguh, antara lain karena ia memang sungguh-sungguh permainan. Bahkan Allah membukakan salah satu rahasia iradah-Nya ; bahwa sebenarnya kehidupan di dunia ini adalah permainan dan senda gurau. Namun permainan itu tidak boleh dilakukan dengan main-main. Para pelawak pun yang penuh permainan penampilannya, tidak pernah tidak sungguh-sungguh dalam menjalankan tugas kepelawakannya. 

Mengelola (managerial) permainan (juga sepakbola) dengan sungguh-sungguh, jelasnya harus didasari dan disandarkan kepada kepastian nilai teologis, moral, sosial dan budaya. Dedikasi atas sandaran nilai terserbut hanya dapat berlangsung dengan ideal ketika energi cinta mutlak sebagai spiritnya. Tanpa energi cinta maka kepengasuhan akan gagal total.

Mengapa Rasulullah SAW berwasiat pentingnya orang tua mengajari anak-anak berenang dan memanah? Kalau tidak saja hal tersebut sarat dengan kandungan nilai pembentukan karakter manusia yang tidak saja sehat secara jasmani, tetapi juga memiliki ketelitian, keyakinan hidup, kemandirian, kepekaan sosial, kelembutan, kesungguhan, keberanian, keteguhan, kebersamaan, serta keseimbangan-keseimbangan lainya, menyangkut kepribadian sebagai manusia yang manusia.

“Kita belajar melalui anak-anak: berlatih keberanian, kerjasama, teguh dengan pilihan dan keputusannya.”
Emha Ainun Nadjib

Jadi permainan sepakbola, kepengasuhan sepakbola, pun tidak luput dari subtansi pesan Rasulullah tersebut. Artinya belajar berenang dan memanah itu kontekstualnya tidak serta merta berarti harfiah sebagai berenang atau memanah itu sendiri, yang menutup ruang terhadap potensi-potensi maupun sumber daya pembelajaran dan kepengasuhan lainnya. Elaborasi hal demikian sudah tentu akan menemukan bentuk dan implementasi keruhanian maupun aplikasi teknis realnya, di dalam lingkungan masyarakat Maiyah.

Oleh karena itu pemadatan nilai Maiyah didalam pengasuhan sepakbola bagi anak-anak desa dipandang urgent, tidak saja dari sudut pandang desa sebagai intentitas populasi penduduk yang notabene akrab dengan dunia sepakbola sebagai jenis olah raga rakyat dan paling merakyat, bahkan secara ‘sosio politik’ wajah sebuah desa juga tergambar dari bagaimana dinamika persepak bolaan di desa tersebut. Jika aktivitas lapangan desa hidup, maka hiduplah desa itu. Dan sebaliknya jika lapangan bola desa mati, maka mati pula nama desa itu.

Lantas apa yang dimaksud pemadatan nilai Maiyah di dalam sepakbola desa? Kehadiran anak-anak dusun ke Maiyah Ambengan sebagaimana disebutkan di atas, dipahami sebagai benih karunia yang dicicilkan Allah, untuk kemudian mendapatkan kesaksian atas rahasia-rahasia iradah-Nya yang akan dibuktikan kebenarannya dan dipergilirkan berikut-berikutnya.

Persoalan kepengasuhan sepakbola bagi anak-anak desa, harus berjalan beriringan dan berkelanjutan mulai dari niat, semangat, tekad, sharing wacana keilmuan, hingga sampai dengan tindak lanjut, bimbingan, pendampingan, serta kerja-kerja lapangan dari kita para orang tua. Dan kesanggupan atas hal-hal yang demikian itulah, hakekat dari pitutur Cak Nun tentang pentingnya kita belajar dan mengasah martabat kemanusiaan kita melalui anak-anak.

“Sepakbola Cinta”menjadi tema Ambengan edisi ke-5 akhir tahun ini, yang akan dilangsungkan pada hari Rabu, tanggal 23 Desember 2015, mulai pukul 19.00 WIB hingga selesai, bertempat di Rumah Hati Lampung, Dusun IV Desa Margototo, Kecamatan Metro Kibang Kabupaten Lampung Timur.

Ayo…

Bersama duduk melingkar

Bersiturahmi pikiran

Berbagi kegembiraan

Bersimpul dalam kebersamaan

Bersinergi dalam tindakan