Mukadimah: RAYAP TONGKAT SULAIMAN

Rahim-Nya Tuhan memberikan keistimewaan kepada Nabi Sulaiman AS sehingga mampu menundukan bangsa jin, manusia, binatang, bahkan mampu memerintah angin. Tongkat kepemimpinannya menjadi konstitusi yang mengendalikan pemerintahan kerajaan, sehingga kehidupan sosial rakyat dapat aman tentram. Roda pemerintahan kerajaan terus berputar selama tongkat konstitusi itu masih tegak sebagai poros, meskipun saat ini Sang Raja tinggal jasad tanpa ruh.

Bahkan bangsa Jin-pun tidak mengetahui bahwa Nabi Sulaiman AS sudah wafat. Jasad Sang Raja masih tetap duduk di singgasana bertumpu pada tongkatnya meski tak lagi bernyawa. Kehidupan kerajaan masih terus berjalan normal karena merasa Sang Raja masih hidup. Hingga pada saatnya, tongkat konstitusi itu tak lagi mampu menopang jasad Sang Raja karena terus digerogoti rayap-rayap. Maka, tersungkur ambruklah jasad Sang Nabi dilanjutkan carut-marut keruntuhan konstitusi dan kehidupan sosial kerajaan.


Sebagai ahli waris Nabi Daud AS, keistimewaan diberikan oleh Allah SWT kepada Nabi Sulaiman AS untuk melanjutkan pemerintahan kerajaan lebih bijak. Menurut riwayat Ibnu Abbas bahwa sekelompok kambing telah merusak tanaman di waktu malam. Maka yang empunya tanaman mengadukan hal ini kepada Nabi Daud AS. Nabi Daud memutuskan bahwa kambing-kambing itu harus diserahkan kepada yang empunya tanaman sebagai ganti tanam-tanaman yang rusak. Tetapi Nabi Sulaiman memutuskan supaya kambing-kambing itu diserahkan sementara kepada yang empunya tanaman untuk diambil manfaatnya. Dan orang yang empunya kambing diharuskan mengganti tanaman itu dengan tanam-tanaman yang baru. Apabila tanaman yang baru telah dapat diambil hasilnya, mereka yang mepunyai kambing itu boleh mengambil kambingnya kembali. Putusan Nabi Sulaiman ini adalah keputusan yang tepat. (red. dari catatan kaki terjemhan Depag [996] Al-Anbiyaa’ ayat 79.). Kisah ini mengisyaratkan bahwa keputusan hukum sosial semestinya bersifat dinamis, bukan sebagai kesimpulan dari lembaran berisi ayat-ayat undang-undang yang diberhalakan. Terbukti, pada masa pemerintahan Nabi Sulaiman tidak hanya rakyat dari bangsa manusia yang tunduk pada tongkat kepemimpinannya, melainkan dari bangsa binatang, bangsa jin bahkan angin dan sekelompok syaitan-syaitan juga tunduk kepadanya.

Saking tunduknya kepada Nabi Sulaiman, bangsa jin bersedia membangun Kerajaan Sulaiman dengan bangunan-bangunan yang menjulang tinggi dan istana kerajaan yang megah melebihi istana Ratu Bulqis. Dari berbagai penjuru dunia berbondong-bondong ingin menghadiahkan kepada Sang Nabi, mereka ingin mengambil peran dalam kerajaan yang sedang memuncaki kejayaan itu. Namun mereka tidak menyadari bahwa itu semua bukanlah yang diharapkan oleh Nabi Sulaiman AS

Sang Nabi mengharapkan rakyatnya untuk tunduk patuh hanya kepada Allah SWT dan tidak ada Tuhan selain-Nya. Apa pencapaian yang telah dimilikinya sebatas menjalankan usahanya untuk menyalurkan rahmat dari Tuhan sehingga menjadi berkah bagi seluruh semesta alam dan Sang Nabi mengharapkan rakyatnya untuk meneruskan usahanya itu. Namun, tetap saja beramai-ramai orang-orang berbondong-bondong dalam rangka mengambil peran dibelakang Sang Nabi untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya semata. Mereka tampak berbaris tertib rapih di belakang Sang Nabi, namun sebenarnya dibaliknya mereka saling injak, saling sikut, bahkan tidak segan untuk saling menjegal.

Dari peristiwa pemindahan singgasana Ratu Bulqis nampak jelas adanya persaingan pihak-pihak di sekitar Sang Nabi untuk mengambil peran menonjol. Mereka tunduk patuh pada perintah Sang Nabi, namun tanpa kehadiran beliau meraka akan bertarung berebut kekuasaan, menjegal dan saling mengalahkan, bahkan saling memangsa.

Sampai dengan lembah kejayaan kerajaan, roda kehidupan sosial nampak aman tertib dari permukaan dan pembangunan nampak mulai memuncak. Namun diam-diam didalamnya, mereka tak ubahnya rayap-rayap yang berbaris rapi dalam rangka mengantri bagian untuk menggerogoti rumah yang sedang dibangun itu. Mereka berada di pondasi, tiang, pagar, tembok, jendela bahkan disekitar tongkat kepemimpinan Sang Raja. Selama Sang Raja tidak tahu, mereka akan sibuk memuaskan nafsu perutnya, namun disekitar Sang Raja mereka akan berusaha seolah tunduk patuh. Nabi Sulaiman mungkin mengetahui hal ini, namun membiarkanya sebagai pelajaran bagi kita.


Berbahagialah sekelompok semut-semut yang mengetahui kenyataan ini. Mereka memilih untuk menyingkir dari jalan yang ditempuh Nabi Sulaiman beserta tentara ‘rayap-rayap’ itu. Mereka memilih masuk ke dalam sarang-sarang mereka, dan memilih menyingkir dari hingar-bingar keramaian prosesi kejayaan kerajaan. Para semut mengetahui bahwa rayap-rayap tidak menyadari apa yang sedang mereka kerjakan. Semut-semut memilih untuk mengambil jalan sunyi, saling sama-sama bekerja membangun rumahnya sendiri. Saling berusaha menyalurkan rahmat Tuhan untuk sesama sehingga menjadi berkah.

Nabi Sulaiman tersenyum dan tertawa mengetahui keberadaan semut-semut ini. Dan dia berdoa: “Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh.” (red. dari terjemahan Depag, An-Naml ayat 19)


Kisah Nabi Sulaiman AS sarat makna. Keberadaan kerajaannya masih terus dicari, lokasi istananya masih menjadi misteri, kisah-kisahnya masih dalam diselami dan dimaknai, kemajuan teknologi pada zamannya terus diteliti. Menjadi kisah abadi dalam berbagai kitab suci dan menjadi inspirasi bagi yang mengimani hingga zaman ini.

Bertempat di plaza TIM mulai tanggal 13 Februari 2015, pukul 20:00 sampai dengan selesai tanggal 14, Masyarakat Maiyah Kenduri Cinta pada edisi Februari 2015 kali ini mengambil judul Rayap Tongkat Sulaiman sebagai forum kebahagian ‘semut-semut’ berkumpul bermaiyah. Semoga saja rayap-rayap yang disana segera menuntaskan hajat-nya.

Jakarta, 8 Februari 2015
Dapur Kenduri Cinta