Mukadimah PERADABAN AKU-WARIUM

I’m more than a bird
I’m more than a plane
I’m more than some pretty face beside a train
and it’s not easy to be me

Migrasi laut/sungai – Kolam – Aquarium

Secara tak sadar kita sering melihat berbagai keberlangsungan kehidupan yang dinamakan ekosistem. Ekosistem jalinan hubungan antar berbagai jenis makhluk pada luasan wilayah (ruang) lingkungan alam tertentu sebagai habitatnya. Interaksi yang terjadi tidak secara instant, namun merupakan proses panjang secara berkelanjutan. Perubahan ekosistem yang terjadi adalah penyesuaian terhadap dinamika internal maupun eksternal yang masuk ke dalamnya. Faktor eksternal yang berpengaruh diantaranya adalah rekayasa manusia, yang bahkan dapat me-reka ekosistem buatan.

 

Secara alami Ikan, udang, keong, kepiting dan makhluk lainya dapat hidup bersama dalam ekosistem sungai maupun laut. Rantai makanan terjalin dengan tiap-tiap makhluk dapat mengusahakan makannya sendiri secara simbiosis mutualisma. Termasuk keterlibatan manusia dalam rantai makanan, menangkap ikan di sungai untuk sumber pangan dan membuang kotoran sisa pencernaan makanan ke sungai itu lagi.

Rekayasa manusia kemudian meningkat dengan membuat ekosistem baru berupa kolam. Dengan kolam buatan, ikan-ikan tertentu dari sungai dapat dipindah ke kolam untuk dibudidayakan. Biasanya, kolam ikan dikondisikan sedemikian rupa seperti habitat asli nya agar ikan dapat tumbuh dan berkembang biak dengan baik. Campur tangan pemilik kolam ikan menjadi faktor penting dalam ekosistem buatan itu.

Namun dengan alasan yang berbeda, aquarium diciptakan untuk menghadirkan pertunjukan ekosistem  ke hadapan manusia. Bahkan dapat dijumpai aquarium nyaris menyerupai lautan seperti di Sea World dan miniatur laut lainnya. Antrian manusia memadati pertunjukan sekedar melihat atraksi penghuni laut yang telah migrasi ke dalam aquarium.

Penyederhanaan ekosistem laut  dan sungai hanya sekedar menjadi aquarium berdampak pada fertilitas penghuni ekosistem. Ikan sangat sulit berkembang biak dalam aquarium atau dengan kata lain aquarium memandulkan ikan. Ironis nya lagi tak jarang terjadi di aquarium terjadi predatorisme antar sesama ikan manakala asupan mereka tak mencukupi atau terjadi perubahan lingkungan.

Fenomena aquarium ini nyaris terjadi dalam kehidupan manusia modern. Manusia berlomba-lomba pindah dari lautan lepas/sungai sekedar masuk ke habitat aquarium yang sempit. Mereka malas mengarungi lautan/sungai penuh potensi makanan dengan hanya bergantung dengan umpan yang dikemas sangat menarik. Umpan ini dapat berupa kekayaan, kepandaian, ketenaran hingga kedamaian. Setiap umpan yang ditawarkan memiliki aquarium khusus dengan berbagai kemasan, dari institusi, status, hingga life style. Ketika telah pindah tempat itulah manusia menjadi ‘budak’ ketergantungan yang mutlak dikendalikan oleh pemiliknya. Tak tanggung-tanggung para pemilik juga mengendalikan perilaku para penghuni aquarium.

Dari Orde Premature menuju Orde Malpraktek

Manusia dikodratkan memiliki sifat mudah berkeluh kesah dan tergesa-gesa hingga secara tak sadar mereka menceburkan diri menjadi sesuatu di luar diri sendiri. Remaja telah dengan sengaja memakan umpan ketenaran secara instan dengan berbagai akuarium idol. Rumah tempat tinggal yang awalnya bermakna sakral sebagai tempat pulang dan berkumpul keluarga, disulap dengan umpan kapitalisme menjadi investasi dan asset. Ilmuwan-ilmuwan muda lahir dari percepatan masa sekolah. Pengamat karbitan dengan deretan gelar akademis dan non akademis dipercaya menjadi sumber kebenaran. Bahkan dai, ustad hingga kyai saat ini dapat dibuat dari usia dini. Semua serba cepat dan tergesa-gesa atau lebih tepat disebut premature.

Orde premature pasti membutuhkan usaha di luar kewajaran (extra ordinary effort). Tak perduli dengan norma atau hukum sekalipun praktek-praktek di luar kewajaran saat ini massif dilakukan Untuk menjadi kaya perlu cara instan dengan menghalalkan segala cara. Untuk menjadi pandai berbagai cara ditempuh, kalau perlu mencontek massal pun menjadi sebuah keniscayaan. Ibarat buah matang bukan di pohon, melainkan dikarbit. Upaya-upaya tersebut dapat dikategorikan sebagai malpraktek.

Demi keabsahan usaha malpraktek, berbagai instrument kebijakan diciptakan. Para ahli dan pengamat pun menjadi juri keabsahan-nya. Standar dan tolok  ukur malpraktek pun massif diberlakukan dengan jubah internasional atau globalisasi. Bahkan simbol-simbol keagamaan beserta anasir-anasir yang sakral juga dapat dipergunakan untuk melegitimasinya. Akibatnya generasi yang terlahir muda mulai kehilangan indikator natural kehidupan.

Peradaban Predator

Fase terakhir dari peradaban aquarium adalah orde predator. Aquarium kemudian dapat dipelesetkan menjadi aku-war-ium. Suatu era ketika manusia sudah menjadi ikan yang dengan suka rela memilih umpan instan dengan cara malpraktek dan demi eksistensi ke aku an nya mereka rela melakukan war (perang) memangsa (menjadi predator bagi ) sesama demi membangun sebuah imperium atau dinasti keberlangsungan secara turun temurun.

Dinasti bisnis hingga politik menjamur  di segala lini kehidupan bangsa ini. Jika tumbangnya rezim orde baru karena isu KKN maka orde berikutnya ternyata hanya sekedar berganti istilah dan kemasan. Peradaban aquarium sebagai sebuah proses berkesinambungan dari premature – malpraktek hingga predator  serasa lebih ironis  dibandingkan peradaban sebelumnya.

Para komprador pemilik aquarium dengan lincah mempermainkan ekosistem. Mereka mengatur dan mengacak ritme kehidupan para anggota ekosistem yang telah pasrah terperdaya. Penguasa ekosistem aquarium yang tampak sangat besar ternyata hanya semu dikendalikan “invisible hands” pemilik aquarium. Mereka tak segan membuat konsorsium pemilik aquarium yang saling bersinergi. Indonesia saat ini layaknya aquarium besar dikendalikan para pemilik modal dan asset  baik secara individual maupun dalam gerombolan.

Berangkat dari keprihatinan fenomena peradaban akuwarium ini, Kenduri Cinta akan mencoba menelaah lebih dalam pada 14 September 2012 di pelataran Taman Ismail Marzuki. Semoga bermanfaat dan menjadi sebuah oase baru dalam pemikiran dan berperilaku.

Sebebas camar engkau berteriak

Setabah nelayan menembus badai

Seikhlas karang menunggu ombak

Seperti lautan engkau bersikap

(WS. Rendra)

Jakarta,  12 September 2012 — Dapur Kenduri Cinta