Mukadimah: PEMIMPI KEPEMIMPINAN

MUKADIMAH KENDURI CINTA april 2016

BANYAK ISTILAH yang digunakan untuk menunjukan bahwa seseorang adalah pemimpin. Imam, Khalifah, Amir, Raja, Perdana Mentri, Sultan, Presiden, Gubernur, Bupati, Jendral, Komandan, Komisaris, Direktur, Manager, Rektor, Dekan, Ketua, Kepala ini-itu dan sebagainya. Padahal setiap diri kita sejatinya adalah pemimpin, setidaknya memimpin diri kita sendiri dengan akal yang kita miliki. Akal yang memberikan kemampuan kita dalam membedakan benar dan salah sehingga kita berbeda dengan binatang. Dengan akal kita menimbang setiap informasi, perasaan, hasrat-keinginan dan mengendalikan nafsu untuk menentukan sikap. Menggunakan akal, kita dapat berfikir untuk memilih dan memilah apa, dimana, kapan, bagaimana dan mengapa bertindak atau tidak bertindak.

Namun dalam tidur, akal kita istirahat, jiwa kita mengembara memasuki mimpi. Dalam mimpi kita sulit membedakan antara pemimpin, petugas, penguasa, atau pemerintah. Dalam mimpi, seorang imam tidak dapat diikuti jamaahnya. Dalam mimpi, pedagang tidak dapat menyiapkan barang dagangannya supaya dibeli pembeli. Dalam mimpi, seorang direktur perusahaan tidak ditaati karyawannya. Dalam mimpi, ketua RT tidak dapat mengerahkan warganya untuk kerja bakti. Dalam mimpi, presiden tidak mampu mengatasi penjarahan aset negara oleh sebagian rakyat dan jajaran pemerintahnya di pusat maupun daerah, dan tidak berdaya menghadapi penjajahan oleh asing yang mengangkangi bangsanya. Dalam mimpi, umat manusia semakin jauh dari pemberadaban keadilan dan kemanusiaannya, semakin terlelap dalam mimpi-mimpi kesejahteraan dan kemakmuran yang dibuai oleh dajjal dan pengikut-pengikutnya.

Mengenai pemimpin dan kepemimpinan, Rasulullah Muhammad SAW mengatakan ‘Kal jasadil wahid’, yang dipimpin dan pemimpin seperti satu jasad. Jika misalnya jasad garuda yang dipilih, maka kepalanya akan memiliki pandangan yang visioner mencakrawala, paruhnya kuat dan tajam. Sayapnya membentang, bila mengepak mengangkasa. Jemari cakarnya kokoh menggenggam Bhineka Tunggal Ika dan dadanya berwibawa berperisaikan Pancasila.

Kita sudah sepakat tidak memilih kepemimpinan dalam jasad kucing, jasad anjing, jasad ular, jasad buaya, kerbau, gajah ataupun tikus. Namun jika dihadapkan kenyataan bahwa paruh garuda sedang sibuk mencabiki badannya. Cakar kanannya mencengkram sebelah sayap kiri hingga rontok bulu-bulunya. Cakar kirinya justru mengancam menancapkan kuku-kuku kewajahnya sendiri. Sampai kemudian tubuh garuda yang tak lagi berperisai itu sekarat, tergeletak begitusaja ditinggalkan sayap kanan yang terbang entah kemana. Tentunya untuk larut dalam kesedihan karena menyaksikan keadaan garuda bukanlah solusi. Namun semampu-mampu kita merawat perisai yang dicampakan si garuda itu masih dapat kita lakukan bersama. Sehingga pada gilirannya kelak, dapat kita sematkan kembali perisai itu kedada garuda yang sejati.

Pada banyak kesempatan Maiyahan, Cak Nun sering menerangkan mengenai Manunggaling Kawula Lan Gusti, bahwa dalam dadamu tidak ada isi apapun kecuali hanya Allah SWT dan Rakyat. Didalam dadamu manungal kawula lan Gusti, lainnya tidak ada. Bahkan dirimu tidak ada dalam dadamu. Kepala keluarga dalam dadanya tidak ada dirinya kecuali Allah SWT dan anggota keluarganya. Karyawan dalam dirinya hanya ada Tuhan dan tugas tanggung jawab pekerjaannya. Manager didalam setiap pertimbangan keputusannya senantiasa mengutamakan Allah SWT dan mengedepankan nasib karyawan-karyawannya. Setiap pemimpin jangan sampai memisahkan urusan rakyat dan pengabdiannya kepada Allah Tuhannya. Kalau pemimpin mengkhianati rakyatnya Allah SWT marah, kalau dia tidak setia dengan Allah SWT rakyatnya akan sengsara. Jadi Allah SWT dan Rakyat harus selalu manunggal didalam kesadaran dan qalbu setiap pemimpin.

Ketika rakyat belum benar-benar berdaulat, pernyataan bahwa suara rakyat adalah suara tuhan menjadi tidak rasional. Pada zaman globalisasi ini, kita dipaksa untuk masuk kedalam ilusi kemakmuran permainan pasar bebas yang hakikatnya adalah jebakan jaring konsumerisme. Masyarakat ditenggalamkan dengan banjir kebutuhan-kebutuhan yang sebenarnya tidak diperlukan melaui berbagai media dan dunia maya. Kebebasan informasi menjadi paradoks yang menggiring masyarakat kedalam kanal-kanal konsumsi. Kader-kader parpol yang semestinya mampu menjaga kedaulatan politik rakyat Indonesia, justru menjadi pihak yang tersandra oleh sponsor-sponsor yang mendanai mereka. Gempita pemilu dan pilkada dalam pesta demokrasi menjadi mimpi basah masyarakat untuk mendapatkan pemimpin. Sedangkan bupati, gubernur dan presiden setelah terpilih pendengarannya akan mengalami distorsi suara antara rakyatnya yang mendukung dan rakyat yang tidak mendukung. Lebih-lebih lagi suara lantang para sponsor yang telah mendanai mereka selama kampanye pencitraan dilaksanakan akan terus-menerus nyaring sepanjang masa jabatannya. Setiap presiden, menteri, gubernur, bupati, dan istilah-istilah yang kita kenal itu semua, tidak otomatis mereka adalah pemimpin, mereka adalah petugas negara.

Masyarakat Maiyah Kenduri Cinta edisi April 2016 tanggal delapan yang akan datang mengangkat tema PEMIMPI KEPEMIMPINAN yang merupakan serapan-pantulan-serapan-pantulan-dan seterusnya dari resonansi-resonansi sebelum, pada saat dan sesudah diskusi Reboan. Tema kepemimpinan ini dari sejak Allah SWT menciptakan Adam AS selalu menarik dibahas, diselami kedalamanya dan mencakrawala luasannya. Sebagaimana kita berusaha mengikuti sifat kepemimpinan Rasulullah SAW yang sidiq, tabligh, amanat, fatonah dengan terus bersyukur dan bersaba dalam setiap aktifitas kehidupan kita. Salam Maiyah.