Mukadimah: MANUSIA MUHAMMAD

MENELADANI Rasulullah masih sangat relevan untuk diterapkan dalam kondisi kehidupan saat ini. Khususnya dalam interaksi sosial.  Bukan pada sisi kenabiannya yang akan kita bahas, melainkan meneladani sifat-sifatnya sebagai manusia yang hidup dan berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya. Bagaimana beliau berkomitmen menjalani kehidupan sehari-hari sehingga mendapatkan kepercayaan dari para sahabat. Menyebarkan Islam ke jazirah arab dan sekitarnya. Hingga saat ini hampir 14 abad sepeninggalnya, senantiasa menjadi seorang kekasih yang dirindukan oleh jutaan umat pengikutnya dari berbagai penjuru dunia.

Pada Mocopat Syafaat edisi Januari 2021, Cak Nun mengulas sifat-sifat pada diri Rasulullah, yaitu Shiddiq, Amanah, Tabligh dan Fathonah. Keempat sifat tersebut tidak berdiri sendiri, tidak pula berupa bagian-bagian yang menyatu, namun lebih menyerupai urut-runtut pertumbuhan bluluk (bakal buah kelapa), cengkir (buah kelapa yang masih sangat muda hanya berisi air tanpa daging), degan (buah kelapa muda yang segar daging buah dan airnya) sampai menjadi kelapa (yang daging buahnya dapat menghasilkan santan).

Supaya menjadi Fathonah kita harus terlebih dahulu Shiddiq, yaitu hidup bersungguh-sungguh dalam berbagai hal. Kemudian karena kesungguhan itu maka orang-orang yang sering berinteraksi akan mengakuinya sebagai orang jujur dan layak dipercaya.  Lantas ketika diberi kepercayaan untuk menangani berbagai urusan mampu Amanah dan selalu merampungkan dengan baik. Baru kemudian orang itu layak untuk Tabligh. Maka jadi lucu ketika ada orang yang mengkampanyekan dirinya amanah tapi orang itu tidak amanah apalagi orangnya tidak bersungguh-sungguh dalam menjalani hidup. Untuk itu eskalasi penerapan secara urut menjadi sangat perlu bagi setiap orang yang mengaku sebagai umat pengikut Rasulullah.

Dalam surah Al Kahfi ayat 110 Allah berfirman;

قُلْ إِنَّمَآ أَنَا۠ بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَىٰٓ إِلَىَّ أَنَّمَآ إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَٰحِدٌ ۖ فَمَن كَانَ يَرْجُوا۟ لِقَآءَ رَبِّهِۦ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَٰلِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦٓ أَحَدًۢا

Katakanlah, ‘Aku itu sungguh hanya manusia biasa seperti kalian yang diberikan wahyu bahwa Tuhan kalian itu sungguh Tuhan Yang Maha Esa. Maka barangsiapa yang mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan dalam beribadah kepada Tuhannya sesuatu pun.’ (Surat Al-Kahfi ayat 110).

Pada tahun kesebelas dari permulaan kenabian, terjadi suatu peristiwa yang tampaknya sederhana tetapi kemudian menjadi titik awal lahirnya satu era baru bagi dakwah Islam dan juga bagi dunia. Peristiwa tersebut adalah perjumpaan Rasulullah di Aqabah, Mina, dengan enam orang dari suku Khazraj dan Yatsrib yang datang ke Mekkah untuk haji. Sebagai hasil perjumpaan, enam tamu dari Yatsrib itu masuk Islam dengan memberikan kesaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Sementara itu kepada Rasulullah mereka menyatakan bahwa kehidupan mereka di Yatsrib selalu dicekam oleh permusuhan antar golongan dan antar suku, khususnya antara suku Khazraj dan suku Aus. Mereka berharap semoga Allah mempersatukan dan merukunkan golongan-golongan dan suku-suku yang selalu bermusuhan itu melalui Rasulullah. Mereka berjanji kepada Rasulullah akan mengajak penduduk Yatsrib untuk masuk Islam.

Pada musim haji berikutnya, tahun kedua belas dari awal kenabian, dua belas laki-laki orang penduduk Yatsrib menemui Nabi di tempat yang sama, Aqabah. Mereka selain mengakui kerasulan Nabi serta masuk Islam juga berbaiat atau berjanji tidak akan mempersekutukan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berbuat zina, tidak akan membohongi dan tidak akan menghianati Nabi. Baiat ini dikenal dalam sejarah sebagai Baiat Aqabah Pertama (621 M).

Kemudian pada musim haji berikutnya, sebanyak tujuh puluh tiga penduduk Yatsrib yang sudah memeluk Islam berkunjung ke Mekkah. Mereka mengundang Nabi utnuk hijrah ke Yatsrib dan menyatakan lagi pengakuan mereka bahwa Nabi Muhammad adalah Nabi dan pemimpin mereka. Nabi menemui tamu-tamunya itu ditempat yang sama dengan dua tahun sebelumnya, Aqabah. Di tempat itu mereka mengucapkan baiat bahwa mereka tidak akan mempersekutukan Allah dan bahwa mereka akan membela Nabi akan memerangi musuh-musuh yang mereka perangi dan bersahabat dengan sahabat-sahabat mereka. Nabi dan mereka adalah satu. Baiat ini dikenal dengan Baiat Aqabah Kedua (622). Oleh kebanyakan pemikir politik Islam, dua baiat itu, Baiat Aqabah Pertama dan Baiat Aqabah Kedua, dianggap sebagai batu pertama dari bangunan negara Islam. Berdasarkan dua baiat itu maka Nabi menganjurkan pengikut-pengikutnya untuk hijrah ke Yatsrib pada akhir tahun itu juga dan beberapa bulan kemudian Nabi sendiri hijrah bergabung dengan mereka.

Rasulullah Bersama para Muhajirin hijrah ke Yatsrib pada tanggal 12 Robiul-Awal, tahun pertama hijrah pada tahun 622 M. Kota Yatsrib saat ini kita kenal sebagai Kota Madinah. Pluralitas Kota Madinah pada awal hijrah terlihat pada komposisi penduduk yang didomisili oleh berbagai golongan, suku bangsa Arab dan bangsa Yahudi yang menganut agama dan keyakinan yang berbeda yaitu; kaum muslimin terdiri dari golongan Anshor dan Muhajirin, golongan Yahudi terdiri dari suku Qainuga, Bani Nadhir, dan Banu Quraizhah, serta golongan suku Aus dan Kharaj menganut keyakinan paganisme (penyembahan terhadap mahkluk selain Allah).

Berikutnya terjadi perjanjian antara Nabi dan komunitas-komunitas penduduk Madinah. Perjanjian itu membawa mereka kepada kehidupan sosial masyarakat yang teratur dan terorganisir atau dari “zaman pranegara ke zaman bernegara” di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad SAW. Perjanjian itu bernama Piagam  Madinah  (Bahasa  Arab:  المدینه  صحیفة,  shahifatul  madinah) juga dikenal dengan sebutan Konstitusi Madinah, ialah sebuah dokumen yang disusun oleh Nabi Muhammad SAW, yang merupakan suatu perjanjian formal antara dirinya dengan semua suku-suku dan kaum-kaum penting di Yatsrib pada tahun 622. Dokumen tersebut disusun sejelas-jelasnya dengan tujuan utama untuk menghentikan pertentangan sengit antara Bani Aus dan Bani Khazraj di Madinah. Untuk itu dokumen tersebut menetapkan sejumlah hak-hak dan kewajiban-kewajiban bagi kaum Muslim, kaum Yahudi, dan komunitas-komunitas pagan Madinah; sehingga membuat mereka menjadi suatu kesatuan komunitas, yang dalam bahasa Arab disebut ummah.

Eskalasi sifat-sifat Rasulullah juga sangat relevan jika diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini. Sebagaimana Shiddiq, Amanah, Tabligh dan Fathonah, penerapan sila-sila pada Pancasila juga perlu dilaksanakan secara urut oleh siapapun penduduk, warga negara, maupun penyelenggara dan pemerintahan negara. Karena itu akan sangat mustahil terwujud keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, jika ketuhanan yang Maha Esa tidak diakui, kemanusiaan yang adil dan beradab tidak dilaksanakan, persatuan Indonesia diabaikan, dan kerakyatan yang dipimpin oleh dikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan dikhianati dengan transaksi untuk memperkaya diri.

Kenduri Cinta episode Januari 2023 kembali hadir di Taman Ismail Marzuki. Meski tidak seperti biasanya, kali ini terselenggara di hari Senin tanggal 16. Mengusung tema Manusia Muhammad. Tentu forum akan membahas Muhammad tidak dalam rangka supaya orang yang bukan beragama Islam pindah menjadi mualaf. Karena Kenduri Cinta meyakini bahwa Nabi Muhammad SAW bukan hanya Nabinya orang Islam, melainkan Nabinya seluruh umat manusia.