Mukadimah: ATEISME AGAMA

MUKADIMAH KENDURI CINTA MARET 2015

Untuk kali ini, anda semua dipersilakan melakukan tabayyun dengan beberapa istilah-istilah kata “langitan” yang biasa anda petik, anda kutip sebagian besarnya atau sepenggalnya. Baca Alquran, ambil istilah yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, Sunda, Jawa, Bugis atau mungkin Melayu dan seterusnya. Bisa wasilah atau ghoyyah, bisa fadhilah atau mungkin lebih radikal atau fundamental, seperti khilafah.

Atau bisa anda ambil salah satu kata yang belum populer dalam bahasa “langitan” itu, kemudian kumpulkan istilah-istilah yang bermakna “beberapa orang” yang dalam ayat-ayat Alquran yang diistilahkan sebagai “pengelompokan”. Islam dikenalkan dengan istilah “kaum”, “golongan”, “bangsa” atau “keturunan” yang mengacu pada pengakuan pentingnya hidup bergerombol. Wajar, jika kemudian brand sebuah golongan penting untuk dikuasai, dipinjam saja ndak boleh. Kaum, golongan atau bahkan keturunan yang hari ini masih laku dijual untuk meraih kekuasaan—khususnya saat datang waktu Pemilu. Entah apa tujuannya untuk kekuasaan, materi atau memang untuk mencari rahmat Gusti Pengeran. Jangankan rebutan branding istilah, bahkan untuk cari makan saja harus membuat ormas, kita tahu banyak OKP hari ini yang masih marak melakukan “bisnis” organisasi. Rebutan lahan parkir, pasar hingga uang keamanan, meski tanpa ia sadari, yang parkir dan yang memarkiri sama-sama orang miskin.

++

Mari kita tabulasi lagi persoalan yang akut saat orang mengenal jargon, slogan, motto hingga rebutan klaim brand “langitan”. Anda tentu akan mengenal istilah jihad, syahid, atau khilafah hingga kafir atau muslim. Jika anda berjuang untuk tegaknya kalimat syahadat maka lazim dikenal dengan istilah jihad, kalau “terpaksa” meninggal saat sedang jihad disebutnya syahid maka orangnya dikatakan syuhada.

Oleh karena anda mesti melihat kembali, apakah Kenduri Cinta ini masih relevan atau tidak dengan Indonesia? Apakah Kenduri Cinta itu rahmatan lil alamin? Yang paling penting dari itu semua adalah tentu diri anda sendiri, apakah anda bisa mengkoreksi diri sendiri, apakah anda sudah rahmatan lil alamin?

Jika surga itu bisa diraih ekspres dengan “kartu jihad”, sepertinya anda cukup cari gara-gara dengan pergi ke Israel dan mati disana. Atau kemudian membela Hizbullah dan ISIS melawan “kafir” di Iraq, Lebanon dan Syuriah. Datang, ditembak atau kena bom maka tuntas tugas di bumi. Tentu anda tidak perlu berdialektika soal mana jihad yang syar’i atau tidak, karena memori anda sudah penuh hingga beberapa istilah saja sudah cukup membuat anda menjadi Islam seratus persen. Bab soal pemahaman juga sudah tidak lagi penting, karena bagian besarnya yang ada di kepala anda pun sudah penuh dan hampir tumpah. Tidak ada lagi perdamaian, tidak ada lagi toleransi atas perbedaan-perbedaan. Anda tidak perlu mengenal apa itu substansi dari Piagam Madinah, atau perjanjian Hudaibiyah. Bahkan mengenal Nabi Muhammad yang santun dan berjuang keras untuk tegaknya perdamaian, tidak usah anda riset terlalu mendalam. Cukup harus berjihad, dan yang disebut dengan jihad adalah perang lalu mati. Jihad untuk keluarga itu mendekati khurafat. Jihad membuat bangsa ini lebih matang dan berpengetahuan itu hanya sebuah kesia-siaan. Bahkan jihad memberi makan yang lapar itu digolongkan gratifikasi, iya itu juga ndak boleh, masuk KPK nanti. Pokoknya Islam itu dibuat ndak damai. Islam membawa keselamatan bagi seluruh alam itu hanyalah mitos.

Buktinya, negara dengan penduduk muslim terbesar tapi kok korupsi dimana-mana, berarti Islam rahmatan lil alamin itu dongeng. Semakin kita mempelajari Islam sebagai agama, bisa jadi kita semakin ateis.

Lalu mana Islam yang kata kyai dan habib dengan agama yang rahmatan lil alamin? Kenduri Cinta berharap shodaqoh paparan, ilustrasi hingga narasi tentang konsep ATEISME AGAMA pada kajian tema bulan ini dapat menjadi titik berangkat kita semua. Paling tidak, kita tidak menjadi umat yang beragama tapi tak bertuhan. Jangan khawatir, anda tidak harus pinter dulu untuk menyuarakan hal ini, Kenduri cinta adalah tempat mutiara-mutiara yang belum pernah dapat kesempatan bershodaqoh untuk Indonesia. [IB]