Mukadimah: ANSHOR MAIYAH

MUKADIMAH KENDURI CINTA februari 2018

SIFAT DASAR manusia yang selalu bergerak, memiliki potensi untuk bisa berbenturan dengan benda dan atau orang lain yang juga bergerak. Tetapi mau tidak mau, setiap manusia harus bergerak, dan mengambil resiko itu. Karena hanya benda mati yang tidak bergerak. Pergerakan juga dilakukan manusia dalam level nilai dan lelaku. Setiap lelaku, selalu digerakkan oleh mesin penggerak yang bernama niat. Setiap nilai, selalu digerakkan dengan dialektika pemikiran manusia. Pemikiran untuk mencari kebaikan individu, dan kebaikan secara komunal. Tidak ada cara lain untuk mendapatkan nilai yang lebih baik dalam hidup, selain dengan cara selalu bergerak, baik fisik, mental, pikiran.

Ummatan Wasathon. Itulah yang menjadi salah satu titik perjuangan Maiyah. Nilai utama Maiyah adalah secara bersama-sama mencari apa yang benar, bukan siapa yang benar. Pencarian apa yang benar dibutuhkan perjuangan hijrah dari egoisme individu, menuju ke kemesraan komunal. Oleh karena itu Maiyah mengedepankan kebersamaan, kemesraan, kepercayaan, yang diwujudkan secara istiqomah. Salah satu pijakan dalam Maiyah adalah pembiasaan untuk berfikir seimbang, tidak condong ke kanan atau ke kiri, tidak terlalu ke belakang juga tidak terlalu ke depan. Menemukan presisi yang tepat untuk selalu berada di titik tengah. Sulit memang, tetapi bukan hal yang mustahil untuk dilakukan.

Tidak ada yang namanya kebenaran mutlak kecuali kebenaran Ayat-ayat dari Tuhan. Selain itu yang ada hanyalah kebenaran relatif, yang mungkin bisa diterima banyak orang secara kolektif, dan mungkin juga ditolak, bahkan ditentang habis-habisan oleh banyak orang juga. Yang pasti kebenaran relatif ini saling sambung, kebenaran yang saling terhubung satu dan lainnya menjadi pembuktian kebenarannya. Maiyah dengan rendah hati berusaha membaurkan kebenaran-kebenaran individu itu, agar tercipta kemesraan bersama. Saling rukun, saling percaya, saling mengenal walau hanya dengan perkenalan singkat.

Dalam sebuah riwayat, Rasulullah saw pernah bersabda; Innamaa-l-a’maalu bi-n-niyaat, wa innamaa likulli-m-riin ma nawaa. Faman kaanat hijrotuhu ilallahi wa rasulihi fahijrotuhu ilallahi wa rasulihi. Waman kaanat hijrotuhu ilaa dunya yushiibuha wa imroatin yankihuhaa fahijrotuhu ilaa ma hajaro ilaihi. Sebuah hadits yang maknanya begitu dalam, bahwa sebuah perbuatan seseorang itu tergantung pada niatannya. Hadits tersebut sangat relevan dengan situasi Maiyah hari ini, apa sebenarnya yang mendasari kita untuk datang ke Maiyah? Apa niatan kita? Tegas Rasulullah saw dalam hadits tersebut menyatakan bahwa apabila kita dalam melakukan sesuatu itu berdasarkan niatan karena ingin bertemu dengan Allah dan Rasulullah, maka kita akan menemui Allah dan Rasulullah. Apakah niatan kita datang ke Maiyah juga demikian?

Seringkali di Maiyah kita mendapatkan berita, bahwa jika orang Maiyah saling bertemu, maka seperti suadara dekat yang sudah lama tidak bertemu. Tanpa butuh waktu lama untuk saling akrab, dan percaya satu sama lain. Dan itu sudah dibuktikan dimana-mana. Ketika Orang Maiyah datang ke sebuah Forum Maiyahan, kemudian mengambil tempat untuk duduk dan menyimak berjalannya forum, maka dalam waktu singkat akan segera akrab dengan orang yang duduk di sebelahnya.

Salah satu makna Hijrah adalah “memutuskan hubungan”, jika dalam konteks hijrah Maiyah, berarti kita sedang memutuskan diri dari ketidakpercayaan diri, keegoisan, kelemahan mental, ketidaktepatan cara berfikir dan kegelapan lain sebagainya. Semampu mungkin Maiyah meluruskan, menegakkan, menguatkan, nilai-nilai dasar manusia sebagai makhluk ciptaan Allah, dan pengikut Rasulullah menuju Cahaya-Nya.

Di dunia pewayangan versi Jawa, Pandhawa Lima juga berhijrah, dan itu mereka lakukan pada saat mereka masih sangat muda. Jika Rasulullah berhijrah dari Mekah ke Kota Yatsrib, Pandhawa Lima berhijrah dari Negeri Hastinapura ke Hutan Wanamartha. Puntadewa, Bratasena, Permadi, Pinten dan Tangsen adalah nama muda Pandhawa Lima sebelum berganti nama menjadi Yudhistira, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa. Padahal nama dewasa Pandhawa yang umum dikenal itu sebenarnya adalah nama-nama Bangsa Jin yang memangku Peradaban Rimba Hutan Wanamartha.

Diceritakan pada kisah awal didirikanya Kerajaan Hastina, antara Santanu dan Bangsa Jin membuat perjanjian untuk memisahkan peradaban jin dan manusia. Yudistira sebagai raja Jin bersedia menyerahkan wilayahnya jika kelak ada anak keturunan Santanu dapat mengalahkan kebijaksanaannya dalam memimpin Wanamartha. Hingga cerita Babad Alas Wanamartha, yang pada akhirnya Pandhawa Jin yang lebih senior mengurusi Hutan Wanamarta musti kalah oleh Pandhawa dan melebur kedalam anak keturunan Santanu itu untuk mendirikan Negeri Amartha yang baru.

Jika kita berhijrah, kita adalah Muhajirin. Dalam konteks Hijrah Maiyah, maka kita adalah Muhajirin Maiyah. Dalam sebuah peristiwa Hijrah,  maka akan selalu ada Anshor nya. Selama berproses bermaiyah? Siapakah Anshor Maiyah? Mungkin saat ini kita belum mengenal Anshor yang akan menyambut kita di Madinatul Maiyah, tetapi dengan bermaiyah, setidaknya kita berusaha untuk mengenal  Anshor-Anshor di semua nilai, sampai suatu saat kita disambut dengan gembira oleh Anshor yang sejati, oleh Anshor yang abadi.

Maiyah melalui forum-forum yang terselenggara rutin setiap bulannya seperti Kenduri Cinta ini salah satunya bermaksud untuk mengembalikan pemahaman istilah-istilah tersebut ke makna denotatifnya, karena saat ini kita sudah terlalu banyak memahami istilah-istilah tersebut dalam makna yang konotatif, yang sangat jauh dari makna sebenarnya. Istilah-istilah tersebut hanya digunakan untuk kepentingan sebuah kelompok atau golongan.