MONO LOYALITAS

BADAI, sebuah kapal sarat penumpang berada di tengah samudra dalam kondisi mesin rusak. Kapten Kapal tidak mampu mengendalikan keadaan. Sementara semua awak dan penumpang justru sedang berpesta pora. Mabuk minuman keras dan tidak peduli pada yang sedang terjadi. Sebagian besar malah sibuk berkelahi hanya untuk permasalahan sepele. Lantas ada helikopter datang, menurunkan kapten kapal baru untuk memperbaiki keadaan. Mesin kapal dapat diperbaiki dan keadaan dapat terkendali. Keadaan menjadi aman tentram, tetapi haluan kapal tetap mengarah ke tujuan yang salah.

Dalam buku ‘New Thinking for The New Millennium’, Edward De Bono menggambarkan keadaan jaman milenial menggunakan situasi semacam itu. Sebuah keadaan yang kacau, kemudian dapat kembali diperbaiki dan terkendali meskipun persoalan lain yang lebih penting yaitu arah kapal berlayar masih salah. Jika menggunakan ilustrasi itu sebenarnya hanya soal waktu, untuk kemudian kapal dapat kembali menuju arah yang benar. Namun bagaimana jika yang terjadi adalah sebuah pesawat dalam keadaan terbang pada kondisi serupa? Mesin rusak, sedangkan pilot sakau setelah menghisap putau. Pramugari tidak berdaya menengahi perkelahian antar penumpang. Berkali-kali turbulensi hebat terjadi, ironis keadaan itu hanya ditanggapi biasa saja oleh penumpang di pesawat itu. Sekali pun pilot baru didatangkan, nyaris mustahil dapat memperbaiki keadaan.

Bagi masyarakat modern, teknik berpikir lateral yang diperkenalkan perancang konsep Six Thinking Hats ini menginspirasi banyak pemikir. Banyak perusahaan-perusahaan besar yang menerapkan konsep tersebut dalam menemukan solusi dari masalah-masalah yang dihadapi perusahaan. Bahkan di beberapa negara, metode berpikir ini dijadikan kurikulum wajib. Sementara di Maiyah selain diberi berbagai teknik berpikir(Linier, zig-zag, melingkar, dan siklikal) oleh Cak Nun, kita juga dilatih untuk mengolah sensitivitas dan melatih keseimbangan akal, nafsu, pikiran, kalbu dengan cinta.

Tentu, setiap orang tidak menghendaki berada di tengah kondisi yang tidak terkendali. Wajar adanya jika orang-orang selalu berusaha supaya berada pada kondisi aman. Aman nyawa, harta, dan martabat. Persoalannya tidak setiap saat, setiap orang mampu mengendalikan keadaan di tempatnya berada. Banyak faktor di luar diri yang sebenarnya tidak dapat dikendalikan. Bahkan terhadap fisik tubuh, tidak semua dapat kita kendalikan. Sepanjang hidup jantung terus berdegup memompa dan menyedot darah ke dan dari seluruh pembuluh di tubuh. Paru-paru terus bekerja mengolah udara yang dihirup dan dihembuskan dalam sistem pernafasan. Sistem pencernaan juga bekerja otomatis untuk menyerap sari makanan dan minuman yang masuk kedalam tubuh hingga melalui saluran pembuangan. Masih banyak lagi yang ada pada tubuh kita yang sebenarnya tidak benar-benar dapat kita kendalikan, apa lagi dengan yang berada di luar diri kita?

Berbagai peristiwa yang hampir mustahil dapat terjadi begitu saja. Sering kali inisiatif yang melibatkan banyak orang bermunculan. Dari sekian banyak inisiatif, ada rangkaian pengalaman dan penilaian sebagai pertimbangan. Apakah sebuah inisiatif bisa dilakukan atau tidak? Ketika inisiatif dilakukan, berikutnya akan diuji oleh orang-orang yang terlibat dalam wujud penerimaan atau penolakan.

Bisa saja dengan tujuan memangkas anggaran negara untuk membiayai partai politik, pemerintah inisiatif menetapkan hanya ada dua partai politik yaitu partai pemerintah sebagai pemenang pemilu dan partai oposisi sebagai partai yang kalah. Seperti usulan Edward De Bono, sebagai kompensasi pemilih partai yang kalah akan mendapatkan potongan pajak. Sedangkan potongan pajak itu akan dibebankan kepada pemilih yang menang pemilu. Dengan teknologi internet usulan ini sangat mungkin diimplementasikan, tetapi sepertinya akan menerima penolakan dari pengurus partai-partai yang ada saat ini. Apalagi jika ada usulan demokrasi tanpa partai. Meskipun dengan teknologi sangat mungkin dilakukan, tetapi pasti penolakan dari partai politik yang ada akan lebih besar.

Di era globalisasi, eksistensi negara di tengah masyarakat semakin memudar. Masyarakat dunia di era pasar bebas hanya akan mengakui negara sekadar sebagai lembaga administratif saja. Orang-orang dari berbagai belahan penjuru dunia saling tersambung dengan teknologi informasi tanpa harus ada keterlibatan negara. Kegiatan ekonomi dan bisnis lintas negara dapat dilakukan antar individu tanpa melibatkan negara dalam hubungan  diantara mereka. Ditengah lautan globalisasi, negara boleh jadi tidak cukup hanya digambarkan sebagai sebuah kapal yang rusak di tengah laut. Melainkan sebuah pesawat yang mesinnya rusak pada saat terbang di angkasa. Penumpang, pilot, dan kru pesawat yang menyadari kondisi ini telah memakai parasut di punggung mereka dan siap-siap terjun meninggalkan pesawat. Pada kondisi ini jangan harap anda mendapatkan penjelasan loyalitas mereka terhadap pesawat mereka yang sebentar lagi akan hancur itu. Yang ada setiap orang berusaha untuk keselamatan dirinya sendiri dan banyak-banyak memohon doa kepada Tuhan.