Mercusuar Maiyah

IHTIFAL MAIYAH baru saja diselenggarakan jumat lalu, 27 Mei 2016, bersamaan dengan posisi matahari yang tepat berada diatas Ka’bah. Berbagai Simpul Maiyah hadir dan berkumpul di Menturo, Jombang. Khataman Al Quran dan aktivitas lainnya diselenggarakan pada Iftifal Maiyah.

Posisi matahari yang berada tepat diatas Ka’bah dapat juga digunakan bagi kaum muslimin dari berbagai penjuru dunia untuk mengintrospeksi kembali arah kiblat sholat yang selama ini digunakan, mengkoreksi kembali presisi ketepatan derajat arah tujuan sholat-sholat yang akan dilakukan selanjutnya. Momentum Ihtifal Maiyah dapat dijadikan peringatan bagi jamaah Maiyah untuk dapat segera menancapkan tonggak-tonggak kesejarahan secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dalam memasuki wilayah segi tiga cinta Maiyah yang tidak terbatas ruang dan waktu. Momentum ini menambah keteguhan dalam mengimplementasi nilai-nilai Maiyah dan bermaiyah dalam berbagai aktivitas menuju kehidupan yang abadi.

Ditengah gemerlapnya zaman kegelapan, Maiyah menjadi semacam mercusuar bagi siapa saja yang mulai menyadari ada yang tidak beres dengan tatanan kehidupan sosial masyarakat lokal maupun internasional saat ini. Teknologi dan berbagai macam tatanan sosial yang semakin canggih malahan dijadikan alat penjajahan oleh segolongan ummat yang tidak menghendaki kedaulatan dan kemerdekaan ummat manusia. Warisan kebudayaan yang menjunjung martabat kemanusiaan dirapuhkan dan ditenggelamkan oleh konsumerisme dan kebebasan budaya. Maiyah hadir menyuguhkan kemerdekaan, kedaulatan, memancarkan cahaya penerang sehingga kita bersama-sama mengetahui batasan-batasan kebebasan. Ummat manusia yang sedang digiring kejurang individualisme pada giliranya akan menyadari kekeliruannya, lantas akan berbondong-bondong mencari sumber cahaya, melalui sinar yang terpancarkan dari mercusuar Maiyah.

Disaat ummat Islam sedang berada ditengah masyarakat-dunia yang sedang mengalami puncak kehancuran martabat kemanusiaan. Ukhuwah-Islamiyah yang semestinya mampu menjadi pohon rindang tempat berteduh dari teriknya penghancuran-martabat-kemanusiaan, tidak kunjung terwujud. Kaum-muslimin justru sedang terpecah menjadi golongan-golongan, menjadi bagian masyarakat dunia yang sedang terjajah oleh identitas sosial, jabatan dan label institusional lainnya yang menyandra kemanusiaan. Alih-alih mampu mengatasi persoalan martabat kemanusiaan, ummat Islam justru sedang mengalami krisis ukhuwah Islamiyah.

Tak heran menjelang akhir hayatnya, Rasulullah Muhammad SAW mengucapkan, “Ummati-ummati-ummati”, yang sekaligus menjadi penanda perubahan besar akan terjadi pasca sepeninggal beliau, babak baru perjuangan umat manusia mengalami gradasi perubahan. Ukhuwah Islamiyah yang terjalin sangat erat pada saat Rasulullah masih hidup ditengah masyarakat mendapati ujian baru-nya. Islam dari Allah SWT telah paripurna disampaikan oleh Rasulullah kepada anak-cucu keturunan Adam AS. Islam menjadi hadiah dari Allah SWT untuk mempermudah ummat manusia dalam menggugurkan kesangsian Iblis yang masih terus menyangsikan kehalifahan manusia di muka bumi. Paska “kematian” Rasullullah hingga zaman ini, menjadi rentetatan pertaruhan panjang bagi setiap pengikut Rasulullah yang senantiasa berusaha mengikuti akhlaq beliau dalam menunaikan Islam rahmatan lil alamin, walapun tidak bertatap muka langsung dengan Rasulullah Muhammad SAW.

Ditengah kondisi seperti itu, Maiyah semakin tumbuh menjadi pohon rindang, akarnya semakin kokoh menghujam ke basis kehidupan sosial dan manfaat pencapaian khasanah ilmu-nya semakin luas dan mendalam untuk tatanan kehidupan masyarakat dunia. Keluasan khasanah ilmu-nya mampu menampung siapa saja bahkan Iblis sekalipun. Jamaah Maiyah semakin merasa penasaran untuk terus mengejar ke arah cahaya tersebut di tengah zaman yang semakin digelapkan oleh antek-antek pengikut Dajjal dan gerombolan Yajuj Majut yang terus menerus tanpa lelah menjajah ummat manusia dengan jebakan-jebakan konsumerisme.[AS]