Mensyukuri 18 Tahun Kenduri Cinta

KENDURI CINTA edisi Juni pada setiap tahunnya merupakan edisi spesial, karena bulan Juni adalah bulan kelahiran Komunitas Kenduri Cinta. Maka, pada setiap bulan Juni Kenduri Cinta selalu menggagas sebuah konsep untuk merayakan kesyukuran ulang tahun.

Di tahun 2010 Kenduri Budaya Nusantara digelar. Sebuah acara besar yang digagas untuk mensyukuri perjalanan 10 tahun Kenduri Cinta. Beragam rangkaian acara disusun dalam konsep panggung yang megah. Kemudian di tahun 2014, ketika merayakan perjalanan 14 tahun, Kenduri Cinta menghadirkan Komunitas 5 Gunung dari Magelang yang dinaungi oleh Pak Tanto Mendut. Perayaan 14 tahun yang sangat meriah, selain dihadiri juga oleh Cak Nun dan KiaiKanjeng saat itu, teman-teman dari Teater Flamboyan Mandar juga turut menampilkan karya mereka.

Kemudian di tahun 2016, kita merayakan perjalanan 16 tahun Kenduri Cinta bersama Letto. Dan di tahun 2017, alhamdulillah Cak Nun, Mbak Via dan KiaiKanjeng hadir untuk turut mensyukuri 17 tahun Kenduri Cinta. Dan semalam (8/6), di perayaan 18 tahun Kenduri Cinta, dengan kemasan yang lebih sederhana dari tahun-tahun sebelumnya, alhamdulillah tetap berlangsung meriah.

Sejak beberapa edisi Reboan terakhir, pengiat Kenduri Cinta memang telah menyusun konsep bahwa dalam mensyukuri 18 tahun perjalanan tahun ini akan menyajikan konsep yang sederhana. Semalam, setelah pembacaan wirid Tahlukah, kelompok Hadroh Darul Islah dari Balaraja, Banten tampil memukau dengan membawakan dua nomor sholawat. Anak-anak usia belasan tahun, begitu apik melantunkan sholawat. 2 vokalis perempuan yang masih belia, diiringi beberapa personel yang sangat mahir memainkan terbangan dengan rebana-rebana, pukulan tangan mereka begitu harmonis, membangun suasana syahdu di pembuka Maiyahan semalam.

Setelahnya, Luqman Baehaqi yang bertindak sebagai moderator memanggil beberapa penggiat Kenduri Cinta yang selama ini tidak terlihat perannya. Seperti Kusumaningrum alias Nink Nong yang selama 8 tahun terakhir bertugas mengelola keuangan di Komunitas Kenduri Cinta. Ia adalah Bendahara yang sangat ketat dalam mengelola perputaran uang di Komunitas ini. Kenduri Cinta adalah sebuah Komunitas non profit, secara mandiri dan swadaya mengelola forum.

Tri Mulyana yang sering terlihat bertugas sebagai moderator, selama ini juga mengemban tanggung jawab lain yaitu mengelola penyimpanan terpal dan karpet yang digunakan sebagai alas duduk jamaah. Adaj juga Iwan yang setiap pelaksanaan Kenduri Cinta selalu datang lebih awal di Taman Ismail Marzuki, untuk mengkondisikan lapangan agar steril dari parkir kendaraan. Ia biasanya terlihat bersama Wawan yang kebetulan kali ini sudah harus pulang ke kampung halaman terlebih dahulu di Pontianak. Wawan, penggiat yang sehari-hari bekerja sebagai driver ojek online, adalah yang mengemban tanggung jawab pencetakan, pemasangan sekaligus pelepasan baliho dan backdrop.

Penggiat lain seperti Bang Mathar, Heri Prasetyo, Sigit Hariyanto, Afif Amrullah, Hendra Kusuma juga Fahmi Agustian juga semalam berbagi cerita mengenai kegembiraan mengelola Komunitas Kenduri Cinta. Beberapa penggiat lama juga semalam hadir, seperti Zainal Akroman, Ibrahim dan Viki. Yang masing-masing menceritakan dinamika yang terbangun dalam ruang dapur internal Kenduri Cinta ketika mereka aktif sebagai penggiat.

Kemasan yang sangat sederhana, namun berlangsung sangat apik. Setiap penggiat bercerita bagaimana mereka menunaikan tanggung jawab atas peran yang mereka ambil. Tentu saja dialog yang berlangsung selama kurang lebih 2 jam tidak tuntas menceritakan keseluruhan proses demi proses yang sudah mereka alami. Dan masih banyak lagi tokoh-tokoh di balik layar yang belum sempat berbagi cerita di panggung Kenduri Cinta semalam. Seperti Erik Supit yang selama ini bertugas membuat disain visual grafis dari baliho dan poster Kenduri Cinta. Juga Gandhie yang selama ini menggkoordinasikan lalu lintas komunikasi dengan pihak Progress di Kadipiro terkait teknis selama Cak Nun berada di Jakarta ketika Kenduri Cinta berlangsung.

Dan perayaan ke 18 tahun Kenduri Cinta yang dikonsep secara sederhana, pada akhirnya justru dipenuhi dengan kejutan-kejutan yang tidak terkira. Semalam, Mbak Via juga turut hadir di Kenduri Cinta dan menyapa jamaah Maiyah Kenduri Cinta. Sementara itu, El Bams juga turut memeriahkan 18 tahun Kenduri Cinta dengan membawakan 3 nomor lagu karya KiaiKanjeng dengan aransemen mereka yang bagitu apik dibawakan. Alhamdulillah.

Kejutan lainnya adalah Mbak Fatin, istri dari Syeikh Nursamad Kamba bersama 2 sahabat membawakan karya-karya puisi mereka yang dikhususkan sebagai hadiah untuk 18 tahun Kenduri Cinta kali ini.

Cak Nun, yang sejak 27 Mei 2018 jadwalnya begitu padat, setelah PadhangmBulan edisi “Menyorong Rembulan”, berturut-turut Maiyahan bersama KiaiKanjeng di Sidoarjo, Sumenep, Malang (2 malam), Batam, Serang kemudian sehari sebelum Kenduri Cinta di Prambanan, Klaten. Dan meskipun hari Sabtu ini (9/6) sudah dijadwalkan juga Maiyahan bersama KiaiKanjeng di Cawas, Klaten, Cak Nun menyempatkan hadir di Kenduri Cinta bersama Mbak Via.

Begitu padat jadwal Maiyahan selama 3 minggu terakhir, penggiat Kenduri Cinta tidak tega untuk punya pikiran dan bertanya apakah Cak Nun akan hadir dalam tasyakuran 18 tahun Kenduri Cinta ini. Sangat sedikit waktu beliau untuk dapat sekedar berkumpul bersama keluarga, bertemu dengan putra-putri di Yogyakarta. Karena hampir setiap hari harus berkeliling ke beberapa daerah bersama KiaiKanjeng menemui masyarakat.

Dan tak disangka malam itu beliau hadir di Kenduri Cinta, tidak hanya itu. Beliau hadir ditemani istrinya, Ibu Novia Kolopaking. Padahal beberapa hari menemani budenya yang sedang koma, hingga pagi itu kabar duka terdengar, sehingga sejak pagi sibuk mengurusi pemakaman bersama Cak Nun. Dan malamnya masih sempat meluangkan waktu untuk kami-kami dalam kondisi sedang berkabung dan belum istirahat. Ya Allah, haru tak terbendung melihat itu semua. Yang tidak berani kami bayangkan, bagaimana isi hati Mbak Via, merelakan suaminya “mewakafkan” diri untuk Indonesia dan masyarakat. Begitu besar peran Mbak Via selama ini, bisa dihitung alokasi waktu perjumpaan Cak Nun dengan keluarga sangat sedikit jika dibandingkan dengan perjumpaan Cak Nun dengan Jamaah Maiyah dan masyarakat selama ini. Sering kita mendengar bahkan Cak Nun dan Mbak via hanya bertemu ketika di Bandara, entah saat itu Cak Nun baru kembali dari Jakarta dan Mbak Via hendak menuju Jakarta, atau sebaliknya. Matur suwun, terima kasih yang tak terhingga kami ucapkan kepada Cak Nun dan Mbak Via. Mohon maaf karena kami, anak cucu lebih sering merepotkan Cak Nun dan Mbak Via sekeluarga. Takdzim dan malu kami. Semoga Cak Nun, Mbak Via dan keluarga selalu diberkahi kesehatan, keselamatan, dan selalu dilindungi oleh Allah Swt, selalu ditemani oleh Nur Muhammad, Kekasih utama Allah; Rasulullah Saw. Aamiin.

Secara khusus Mbak Via juga memberi kado istimewa bernyanyi bersama Inna Kamarie diiringi Beben Jazz and Friends menyanyikan lagu “Hujan Gerimis”.

“Hidup Anda di masa silam, masa kini, atau masa depan?”, sebuah pertanyaan awal dilemparkan oleh Cak Nun semalam. Pertanyaan yang cukup sulit dijawab oleh jamaah, tampak masing-masing jamaah sangat ragu untuk menjawab dan memilih pilihan yang tepat dari 3 opsi yang ditawarkan oleh Cak Nun. Cak Nun menjelaskan bahwa ruang dan waktu sangat erat kaitannya dengan bagaimana kita menempatkan diri. Kita sebagai manusia yang ditunjuk oleh Allah menjadi khalifah di bumi harus mampu menempatkan diri pada posisi yang tepat, di segala konteks. Dengan begitu, maka kita akan semakin kecil kemungkinannya untuk mengulangi kesalahan yang sama.

Semalam, Cak Nun juga membahas tentang perbedaan Shiyam dan Shoum. DIjelaskan oleh Cak Nun, Shiyam adalah menahan diri dari makan, haus, berhbungan intim suami-istri dan nafsu yang lainnya, mulai dari subuh sampai maghrib. Sementara Shoum adalah peristiwa menahan diri dari segala nafsu yang membelenggu kita, sepanjang hari, tidak terbatas sekadar dari subuh hingga maghrib saja, juga tidak hanya terbatas di bulan Ramadhan saja.

Bersama Syeikh Nursamad Kamba, Cak Nun menjelaskan bahwa kalimat La’allakum tattaquun dalam surat Al Baqoroh ayat 183 itu bukan menjelaskan bahwa taqwa adalah akibat dari proses berpuasa di bulan Ramadhan. Tentu tafsir dan tadabbur penjelasan ayat ini bukanlah sebuah kebenaran yang final. Cak Nun menjelaskan bahwa Al Qur’an itu sifatnya Qoth’i (sudah pasti), tidak bisa diganggu gugat. Tafsir dari Al Qur’an itulah kemudian yang sifatnya Dhzonni, semua orang berhak memiliki pendapat yang berbeda, pemahaman yang berbeda, tergantung pada proses pencariannya.

NU, Muhammadiyah, FPI, Gerakan 212, MUI, LDII dan lain sebagainya adalah bentuk-bentuk Dzhonni yang lain yang kita temui hari ini. Begitu juga dengan NKRI. Cak Nun bahkan menegasakan bahwa Maiyah ini sendiri pun adalah sesuatu yang Dzhonni. Sehingga, kita sebagai jamaah Maiyah harus memiliki sebuah ketepatan fondasi yang kuat, bahwa jika suatu saat Maiyah itu tidak ada, kita sangat siap.

“Hidup adalah getaran yang mengalir dan aliran yang bergetar”, Cak Nun kembali memberi kunci di Kenduri Cinta semalam. Bahwa yang paling penting dari sebuah sungai itu bukan airnya, bukan seberapa besar ruang yang ada untuk mengalirkan air di sungai itu, melainkan yang terpenting adalah alirannya. Maka, ketika kita menunaikan sholat, bukan sholat yang kita lakukan itu yang kita pamerkan kepada orang lain, tetapi efek dari sholat itu yang kita tampilkan. Jika sholat yang kita lakukan melahirkan perilaku baik dari diri kita, sehingga kita bermanfaat bagi orang lain, maka disitulah letak kemuliaan sholat kita.

Sebuah Workshop digelar semalam, Cak Nun meminta 9 relawan dari jamaah, yang kemudian dibagi menjadi 3 kelompok. Masing-masing kelompok dibekali sebuah pertanyaan oleh Cak Nun, kemudian masing-masing kelompok minggir sebentar dari panggung, mencari tempat untuk berdiskusi menyusun jawaban dari pertanyaan yang diberikan oleh Cak Nun. Sembari menunggu masing-masing kelompok itu kembali ke panggung, Cak Nun mempersilakan Beben Jazz and Friends untuk membawakan beberapa nomor lagu. Diantaranya Summer Time, kemudian juga Hujan Gerimis yang dibawakan secara duet Mbak Via dan Inna Kamarie.

Ternyata, ditengah kerumunan jamaah semalam ada Pak Gatot Nurmantyo, mantan Panglima TNI. Sejak awal ia menyelinap ditengah-tengah jamaah, memakai topi, berpakaian sederhana, datang ke Kenduri Cinta tanpa ada pengawalan, naik sepeda motor. Cak Nun kemudian mengajak Pak Gatot untuk bergabung di panggung Kenduri Cinta. Kehadiran Pak Gatot Nurmantyo ini disambut hangat oleh jamaah Kenduri Cinta semalam.

Secara khusus, Cak Nun kemudian meminta Pak Gatot merespons juga jawaban-jawaban yang muncul dari masing-masing kelompok yang tadi menjawab pertanyaan-pertanyaan dari Cak Nun. Kemudian, 3 jamaah juga dipersilakan oleh Cak Nun untuk bertanya kepada Pak Gatot. Salah satu pertanyaan yang sangat menarik adalah, Pak Gatot ditanya tentang kriteria pemimpin yang baik bagi Indonesia. Dengan tegas, Pak Gatot menjawab bahwa Pemimpin yang baik adalah Pemimpin yang hatinya selalu tersambung dengan rakyatnya. Pemimpin yang ketika makan selalu berpikir apakah rakyat juga makan makanan yang sama dengan yang ia makan. Pemimpin yang ketika hendak tidur memikirkan apakah rakyat juga merasakan kenyamanan istirahat ketika tidur di malam hari.

Tasyakuran 18 tahun Kenduri Cinta dipuncaki dengan doa bersama oleh Syeikh Nursamad Kamba. Kemudian, secara simbolis Fahmi Agustian menyerahkan nasi ambengan masing-masing secara berurutan kepada Cak Nun, Mbak Via, Pak Gatot Numantyo dan Syeikh Nursamad Kamba.