Memperjalani Ihtifal Maiyah

SUDAH SEJAK dua bulan yang lalu, Cak Nun sendiri memberitahukan bahwa Padhangmbulan edisi Mei 2016 kali ini akan dilaksanakan lebih spesial. Saat itu Cak Nun hanya mengatakan bahwa Insya Allah KiaiKanjeng akan hadir di Padhangmbulan edisi Mei 2016. Dan saat itu, belum muncul tema “Ihtifal Maiyah”, tetapi hampir semua Jamaah Maiyah memahami bahwa bulan mei adalah bulan yang spesial, karena bulan tersebut adalah bulan kelahiran Cak Nun.

Hingga akhirnya kemudian dirilis secara resmi bahwa pada tanggal 27 Mei 2016 akan dilaksanakan Ihtifal Maiyah. Seperti biasanya, jadwal Maiyahan baik yang rutin yang dilakukan oleh simpul-simpul Maiyah maupun yang insidentil bertajuk Tadabburan bersama Cak Nun dan KiaiKanjeng akan dirilis pada tanggal 1 setiap bulannya. Sehingga bulan April, saya sendiri belum membayangkan akan ada rangkaian Maiyahan Jawa Timur menjelang Ihtifal Maiyah. Dan sangat maklum, karena di akhir April hingga awal Mei, Cak Nun dan KiaiKanjeng sedang fokus dalam Rihlah Cammanallah di Mandar.

Padatnya rentetan acara yang dihadiri oleh Cak Nun dan KiaiKanjeng merupakan satu ilmu yang seharusnya menjadi nilai tersendiri bagi Jamaah Maiyah. Bukan jumlah pementasan yang sudah melampaui angka 3000 yang seharusnya diambil ilmunya. Kuantitas yang mencapai angka 3000 hanyalah sebuah urutan angka, namun yang paling penting yang seharusnya menjadi fondasi yang sangat kuat dalam hati setiap Jamaah Maiyah adalah Istiqomahnya Cak Nun dan KiaiKanjeng yang ternyata benar-benar membuktikan, bahwa tanpa memasuki dunia industri kapitalis musik dunia, Cak Nun dan KiaiKanjeng tetap memiliki tempat khusus dihati masyarakat.

Setelah dirilis resmi bahwa tanggal 27 akan dilaksanakan Ihtifal Maiyah di Menturo, semua elemen Maiyah menyiapkan diri mereka masing-masing untuk menghadiri “Hari Raya” Maiyah ini. Tidak berlebihan sebenarnya jika melabeli Ihtifal Maiyah 27 Mei 2016 lalu adalah Hari Raya Maiyah, bukan soal bahwa pada hari itu adalah hari ulang tahun Simbah Muhammad Ainun Nadjib, melainkan pada agenda besar itu, fokus Jamaah Maiyah tertuju pada Menturo, sumber mata air Maiyah; Padhangmbulan. Saya sendiri lebih menangkap bahwa Ihtifal Maiyah bukanlah event perayaan hari ulang tahun Cak Nun, karena memang selama saya bergabung bersama teman-teman di Maiyah, belum pernah ada perayaan besar-besaran yang mengangkat tema hari ulang tahun Cak Nun.

IHTIFAL BUKAN HAFLAH

JIKA TAHUN 2009 silam di Padhangmbulan dilaksanakan event Haflah Maiyah Nusantara, mungkin bagi sebagian Jamaah Maiyah yang hadir saat itu mengira bahwa Ihtifal Maiyah kali ini diselenggarakan dalam kemasan yang sama. Ihtifal sendiri secara arti bahasa artinya adalah pertemuan silaturahmi. Artinya bisa difahami bahwa Ihtifal Maiyah adalah sebuah agenda yang memiliki konteks utama Silaturahmi semua elemen yang ada di Maiyah.

Berbeda dengan Haflah, yang memiliki arti Perayaan, Pesta atau Upacara, sehingga kemasan yang terkandung dalam Haflah Maiyah sangat berbeda dengan Ihtifal Maiyah. Menurut pandangan saya sendiri setidaknya bahwa pada Ihtifal Maiyah kali ini, hampir semua Jamaah Maiyah yang hadir, termasuk juga Penggiat Simpul Maiyah didalamnya, benar-benar mempersiapkan diri masing-masing dalam menyambut “hari raya” Maiyah ini.

Mereka mempersiapkan segala sesuatunya sejak jauh-jauh hari untuk bisa menghadiri agenda Ihtifal Maiyah ini, bahkan tidak sedikit yang sudah hadir sejak H-2 Ihtifal Maiyah. Di Maiyah sudah tertanam sebuah rumus bahwa tidak ada tuan rumah, sehingga yang mempersiapkan segala sesuatunya dalam agenda besar inipun sebenarnya adalah Jamaah Maiyah sendiri, bahkan pasca acara pun Jamaah Maiyah yang juga mengkondisikan lokasi acara agar terlihat seperti sebelum acara, seolah-olah tidak ada acara besar sebelumnya. Saya sendiri yang memang meninggalkan lokasi agenda ini menyaksikan bahwa teman-teman Penggiat Simpul Maiyah yang membersihkan sampah-sampah di sekitar Sentono Arum. Kesadaran oarganisme Maiyah seperti ini memang sudah tertanam di setiap simpul masing-masing, sehingga ketika mereka berkesempatan untuk bersilaturahmi di simpul lain pun, mereka merasa berada di rumah sendiri, sehingga mereka memiliki rasa tanggung jawab untuk menjaga apa yang ada di rumahnya itu, termasuk kebersihan dan keamanannya.

Ihtifal Maiyah ini diselenggarakan diantara rentetan agenda Maiyahan Jawa Timur selama 8 hari. Bisa dibayangkan berapa besar energi Cak Nun, KiaiKanjeng beserta kru yang tersita dalam rangkaian Maiyahan tersebut. Dan dalam rangkaian itu, tidak sekalipun KiaiKanjeng mengalami penurunan kualitas dalam pementasan.

KEMERIAHAN TAGAR TWITTER

MALAM SEBELUMNYA Maiyah di UNAIR Surabaya adalah Agenda Maiyahan yang diselenggarakan satu hari sebelum Ihtifal Maiyah. Seperti halnya Maiyahan yang terselenggara sebelumnya, setiap agenda Maiyahan memiliki sebuah tagar yang menjadi satu penanda di twitter bahwa pada hari itu diselenggarakan Maiyahan di sebuah kota. Tidak terkecuali di UNAIR pada Kamis malam, 26 Mei 2016. Saat itu tagar yang digunakan adalah #MaiyahSrby. Banyaknya Jamaah Maiyah yang menyimak baik secara langsung maupun melalui radio streaming menyemarakkan timeline malam itu dengan tagar #MaiyahSrby.

Di Maiyah sendiri, penggunaan tagar sudah dilakukan sejak lama dan terbukti mampu bertengger di posisi 5 besar Trending Topic Twitter, bahkan tidak sedikit yang kemudian berada di posisi 1. Itulah yang juga terjadi pada tagar #MaiyahSrby yang menajdi penanda bahwa pada hari Kamis malam sedang dilaksanakan Maiyahan di Surabaya, tepatnya di Uniersitas Airlangga.

Saya sendiri yang pada saat itu dalam perjalanan dari Jakarta menuju Jombang menggunakan Kereta Api bersama dua orang kawan dari Kenduri Cinta, kami menyimak bagaimana riuhnya linimasa Twitter menggunakan tagar tersebut. Penggunaan tagar tersebut memudahkan bagi Jamaah Maiyah yang pada saat itu tidak berkesempatan hadir secara langsung di lokasi Maiyahan, sehingga melalui livetweet yang diposting oleh Jamaah Maiyah yang hadir secara langsung, nilai-nilai Maiyah yang disampaikan saat itu juga dapat dinikmati oleh mereka yang tidak bisa hadir secara langsung.

Lewat pukul 2 dinihari, muncul tagar baru; #63TahunCakNun. Ketika Jamaah Maiyah yang menikmati Maiyahan di UNAIR melalui Twitter saat itu masih menikmati kicauan-kicauan yang menggambarkan suasana Maiyahan di UNAIR, kemudian muncul dalam waktu bersamaan tagar #63TahunCakNun. Seolah tersadar, bahwa hari sudah berganti menjadi hari Jumat 27 Mei 2016. Dan secara spontan, Jamaah Maiyah di Twitter tersadar bahwa hari itu adalah hari kelahiran Simbah Muhammad Ainun Nadjib.

Dalam kurun waktu kurang dari 3 jam, tagar #63TahunCakNun mampu menembus posisi 3 besar, dan uniknya tagar #MaiyahSrby pun belum hilang dari posisi 3 besar, sehingga ketika menjelang subuh pada Jumat 27 Mei 2016 ada dua tagar Maiyah yang menguasai 3 besar Trending Topic saat itu; #63TahunCakNun dan #MaiyahSrby. Tagar #63TahunCakNun sendiri bertahan di Trending Topic 5 besar hingga sore hari.

IHTIFAL MAIYAH

SESUAI DENGAN rundown yang sudah disusun sebelumnya, Ihtifal Maiyah diawali dengan acara Khataman di Masjid. Sejak pukul 6 pagi, beberapa perwakilan dari simpul Maiyah berkumpul di Masjid untuk nderes Al Qur’an. Kemudian sekitar pukul 9, Letto yang juga dilibatkan dalam Ihtifal Maiyah ini mengawali rangkaian kegiatan mereka di SMK Global dalam rangka Penutupan Ta’dib Padhangmbulan. Acara yang berdurasi kurang lebih selama 2 jam kemudian dipuncaki dengan persembahan Tumpeng dari siswa-siswi SMK Global kepada Cak Nun dalam rangka mengucapkan rasa syukur Ulang Tahun Cak Nun yang ke-63.

Tidak ketinggalan, warga Menturo pun memeriahkan Ihtifal Maiyah ini. Beberapa lapak pedagang kopi dan makanan ringan digelar sejak siang hari untuk menyambut Jamaah Maiyah yang hadir dari luar kota Jombang. Beberapa Merchandise KiaiKanjeng dan buku-buku Cak Nun pun dijajakan di sekitar lokasi.

Menjelang Sholat Jumat, Jamaah Maiyah yang hadir semakin banyak, bahkan ketika Sholat Jumat Masjid penuh dan sebagian melaksanakan Sholat Jumat di halaman depan Masjid. Setelah makan siang, tampak Kru KiaiKanjeng, Kru Letto dan Kru dari Komunitas Lima Gunung secara bergantian mengatur posisi alat-alat musik mereka di Panggung.

Sementara itu para Penggiat Simpul Maiyah berkumpul di Sentono Arum untuk menyampaikan kabar satu sama lain terkait perkembangan setiap Simpul Maiyah. Ba’da Ashar, ketika KiaiKanjeng melakukan check sound, hujan turun cukup deras. Alhamdulillah, peralatan sound system sudah terpasang rapi sehingga meskipun hujan turun, proses check sound tetap bisa dilakukan sebagaimana biasanya. Menjelang Maghrib, hujan reda. Dan akhirnya acara yang dinanti-nanti akhirnya dimulai.

Setelah pembacaan Ayat Suci Al Qur’an, secara bergantian beberapa perwakilan dari Simpul Maiyah menampilkan kesenian. Anak-anak santri TK Halimatussa’diyah tidak ketinggalan ikut memeriahkan acara Ihtifal Maiyah ini. KiaiKanjeng memberi jeda dengan menampilkan nomor-nomor instrumental yang menghentak. Sebuah kejutan hadir malam itu, Cak Kartolo, Cak Sapari dan Ning Tini hadir dengan guyonan ludruk khas jawatimuran. Jamaah sangat terhibur dengan penampilan Cak Kartolo cs ini.

Lewat pukul 9 malam, Cak Nun kemudian bersama Mas Tanto Mendut mbeber kloso untuk memperkenalkan Komunitas 5 Gunung yang kemudian menampilkan beberapa kesenian mereka yang mengangkat tema “Babaran Jawadwipa”. Kemudian secara berurutan Letto dan KiaiKanjeng tampil dengan nomor-nomor mereka. Jamaah Maiyah seakan tidak menduga bahwa mereka akan disuguhkan hiburan sedemikian banyaknya dalam Ihtifal Maiyah kali ini.

Tidak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul 2 dinihari, Cak Nun, Cak Fuad, Cak Yus, Kiai Muzammil, Sabrang dan Mas Tanto Mendut kemudian naik ke panggung. Diselingi penampilan KiaiKanjeng, Redaktur Maiyah menggali ilmu lebih dalma dari Cak Fuad yang memang notabene adalah penjaga gawang Padhangmbulan. Waktu berjalan seakan begitu cepat, tidak terasa sudah hampir subuh. Tidak ada tanda-tanda bahwa Jamaah ingin menyudahi Ihtifal Maiyah ini, meskipun mereka merasakan kelelahan karena telah menempuh perjalanan yang cukup jauh, tetapi rasa kangen mereka terhadap Maiyah lebih besar dari rasa lelah yang mereka rasakan.

Meskipun Ihtifal Maiyah kali ini didominasi oleh penampilan-penampilan kesenian, tetapi tetap tidak gersang akan ilmu dan nilai-nilai. Cak Nun, Cak Fuad, Sabrang dan Kiai Muzammil menggenapi penampilan Komunitas 5 Gunung, Letto dan KiaiKanjeng dengan pendaran ilmu yang begitu berharga.

Ini merupakan kesempatan pertama kalinya saya hadir di Padhangmbulan, 2 tahun sebelumnya pada tanggal yang sama, bersama beberapa Penggiat Kenduri Cinta hadir di Jombang. Tetapi bukan dalam rangka hadir di Padhangmbulan, melainkan dalam rangka acara Banawa Sekar yang dilakasanakn di Pendopo Agung Trowulan, Mojokerto.

TAHADUTS BINNI’MAH JAMAAH MAIYAH

MAIYAH ADALAH sebuah laboratorium pembelajaran yang sangat unik, jika orang menggunakan paradigma masintream saat ini menganggap bahwa Maiyah adalah sebuah pengajian seperti yang mereka lihat biasanya, mereka akan kecelik. Tidak akan ditemukan sebuah pengajian yang berani menampilkan kesenian budaya lokal seperti Komunitas 5 Gunung. Penampilan Letto sendiri yang tidak hanya menampilkan karya-karya mereka pun ternyata juga dipenuhi oleh ilmu-ilmu yang sangat dalam yang disampaikan oleh Sabrang. Keistqomahan KiaiKanjeng menemani Cak Nun juga sebenarnya sangat mendobrak perilaku mainstream acara dakwah di masyarakat saat ini. Belum lagi Jamaah yang hadir, bukan hanya berbeda latar belakang pendidikannya saja, bahkan cara mereka berpakaian pun sangat tidak bisa diklasifikasikan sebagai Jamaah pengajian pada umumnya.

Saya sendiri menyimpulkan bahwa Ihtifal Maiyah adalah satu momentum Tahaduts Binni’mah yang memang ditujukan kepada internal Jamaah Maiyah sendiri. Melalui Ihtifal Maiyah kali ini, saya melihat bahwa Cak Nun ingin menegaskan bahwa betapa beruntungnya kita dipertemukan dengan Maiyah. Pendaran Ilmu di Maiyah begitu banyaknya, Cak Nun sendiri mengibaratkan bahwa Jamaah Maiyah selalu memiliki jarak yang cukup jauh untuk mengejar Maiyah itu sendiri. Maiyah sendiri selalu berada sekian langkah lebih depan dari Jamaah Maiyah, sehingga mereka yang mau tidak mau harus terus menerus melatih kepekaan mereka untuk menyerap ilmu-ilmu dan nilai-nilai Maiyah. Tetapi bukan berarti Jamaah Maiyah terpisah dengan Maiyah, karena Maiyah tetap menyalurkan gelombang energi kebaikan yang terus menerus kepada Jamaah Maiyah.

Maiyah sendiri tidak mengikat siapapun, membebaskan siapapun untuk masuk ke Maiyah dan membebaskan siapapun untuk kemudian meninggalkan Maiyah. Kuatnya fondasi inilah yang ternyata justru menjadikan Maiyah begitu solid, anak-anak muda di beberapa daerah semakin bergairah untuk menghidupkan forum-forum diskusi Maiyahan. Menumbuhkan kesadaran bahwa masa depan yang cerah itu masih ada, menumbuhkan optimisme bahwa cahaya yang terang benderang akan segera hadir menyapa mereka. Ditengah kesemrawutan zaman yang entah kapan berakhirnya dan bagaimana diakhiri ini, kita sangat beruntung bertemu dengan Maiyah.
Ihtifal Maiyah memberikan banyak bekal kepada Jamaah Maiyah yang hadir, mereka pulang ke rumah masing-masing dengan energi yang baru, dengan semangat yang baru, dengan gairah hidup yang baru. Sungguh pun tidak ada satu alasan untuk tidak mensyukuri nikmat yang begitu besar ini.

Perjalanan 3 hari dengan menggunakan kereta api dari Jakarta menuju Jombang PP sudah pasti menyita energi yang tidak sedikit, waktu istirahat yang sempit, sehingga memerlukan kesiapan fisik yang lebih fit dari biasanya. Tetapi pada akhirnya saya sendiri membuktikan satu rumusan Cak Nun tentang bagaimana manusia tidur ketika beliau menyampaikannya di Kenduri Cinta bulan ini, bahwa kita harus melatih sel-sel kita untuk terbiasa terlatih untuk kuat, salah satunya adalah dengan tidak bergantung pada suplemen dan ketika tidur tidak bergantung apakah harus tidur di kasur atau tidak. Nyatanya, teman-teman Jamaah Maiyah yang datang di Ihtifal Maiyah minggu lalu mampu mengaplikasikannya, meskipun panitia lokal hanya menyediakan tempat transit seadanya, pada kenyataannya mereka mampu menikmati itu semua. Lelah sudah pasti, tetapi mereka mampu mengelola kelelahan dalam diri mereka menjadi sebuah kebahagiaan karena apa yang mereka dapatkan di Ihtifal Maiyah ini merupakan kejutan-kejutan yang tidak mereka duga sebelumnya. Dan yang mereka bawa pulang selain ilmu dan nilai-nilai Maiyah yang begitu banyak, rasa kangen satu sama lain diantara mereka juga mereka bawa pulang, mereka berharap akan ada lagi sebuah event pertemuan besar yang mempertemukan Jamaah Maiyah se-Nusantara lagi.

Jamaah Maiyah sudah terlatih bahwa setiap individu akan mengamankan setidaknya 3 hal satu sama lain; keamanan harta bendanya, keamanan nyawanya dan keamanan martabatnya. Hal ini kembali terbukti di hari ketika kami rombongan Kenduri Cinta hendak kembali ke Jakarta. Ada satu orang yang sebelumnya sudah meninggalkan Sentono Arum ternyata ponselnya tertinggal di ruang transit, padahal saat itu ia sudah meninggalkan lokasi cukup jauh, karena menggunakan sepeda motor, ia memutar arah untuk kembali ke Sentono Arum bermaksud mengambil ponselnya yang tertinggal. Dan ternyata, ponsel miliknya itu tidak hilang, masih berada di tempat semula ketika ia meninggalkan ruang transit. Kedua, salah satu teman dari Jakarta yang mulai terbiasa memakai cincin batu akik kelupaan dimana menaruh cincin akiknya. Ia mengira bahwa cincin tersebut sudah hilang, akhirnya setelah dicari kesana kemari, ternyata ada salah satu kawan kami dari Mandar yang mengamankan cincin akik tersebut karena ketika ia melihat akik tersebut tidak ada orang di ruang transit. Akhirnya, cincin tersebut tidak jadi hilang.