Membiasakan Diri dengan Kejutan-Kejutan Hidup

YANG TAMPAK dari pagelaran Kenduri Cinta edisi “WARAS-ATUL ANBIYA” (21/12), jika kita melihat dengan kasat mata adalah hadirnya KiaiKanjeng dengan menampilkan beberapa nomor-nomor lagu kemudian juga adanya workshop yang melibatkan 15 orang perwakilan dari jamaah. Jika sudut pandang yang kita gunakan adalah sudut pandang kekinian, maka yang kita lihat hanya sekadar hiburan saja, tapi di Maiyah kita tidak hanya memandang sebuah peristiwa melalui satu sudut pandang saja.

Kegembiraan Kenduri Cinta edisi Desember 2018 ini diawali dengan sebuah workshop yang pijakannya adalah “siap malu”. Orang hari ini bukan hanya tidak siap untuk tidak bahagia, tetapi juga ternyata banyak yang tidak siap untuk malu. Contoh yang paling mudah yang bisa kita lihat adalah ketika ada koruptor yang ditangkap oleh KPK, nyaris mereka tidak memiliki rasa malu, bahkan banyak diantara tersangka dan terdakwa koruptor dengan tengan melemparkan senyum kea rah wartawan yang meliput mereka ketika keluar dari kantor KPK, seolah perbuatan yang sudah mereka lakukan itu bukan sebuah perbuatan yang memalukan. Setidaknya, memalukan bagi dirinya dan keluarganya.

Bagaimana Cak Nun, Pak Joko Kamto, Mas Jijid, Mas Donny memandu jamaah yang terlibat dalam workshop sederhana di Kenduri Cinta jumat lalu adalah gambaran nyata bahwa jamaah Maiyah senantiasa dilatih kepekaan dalam dirinya, kewaspadaan dalam dirinya untuk selalu siap menghadapi segala situasi dan kondisi hidup yang selalu penuh kejutan. Seperti sebuah games, Pak Joko menantang ke-15 peserta workshop untuk sigap merespons tantangan-tantangan yang dilemparkan secara spontan oleh Pak Joko. Jamaah lain yang tidak terlibat pun sebenarnya adalah peserta workshop, bukan penonton. Melalui simulasi sederhana malam itu, mereka juga belajar bahwa hidup itu salah satu kuncinya adalah selalu waspada terhadap segala situasi dan kondisi.

Mengapa kreativitas itu mandek? Melalui workshop di Kenduri Cinta ditemukan salah satu jawabannya, diantaranya adalah karena manusia tidak jeli untuk memandang sesuatu yang jarang diperhatikan. Sehari-hari, kita disuguhkan informasi yang sudah matang, sehingga naluri kita adalah mencerna sesuatu yang sudah siap saji. Bahkan, dari sajian yang sudah tinggal makan saja, terkadang kita tidak jeli dan waspada. Maka tidak mengherankan jika kemudian yang terjadi di tengah arus informasi yang sedemikian derasnya, kita tidak memiliki filter yang kuat untuk menentukan mana yang benar dan mana yang salah. Yang menjadi pertimbangan utama dari informasi yang kita serap adalah mana yang kita sukai, bukan mana yang kita butuhkan.

Malam itu, Cak Nun secara tegas mengungkapkan bahwa Maiyah adalah blueprint masa depan peradaban ummat manusia di dunia. Orang yang baru saja mendengar pasti akan beranggapan bahwa ungkapan tersebut hanyalah pepesan kosong. Tetapi para pelaku Maiyah memahami, mencerna, mentadabburinya dengan menjalani proses ijtihad, inovasi, revolusi, rekonstruksi hingga dekonstruksi yang terus menerus berlangsung.

Atas segala yag kita rasakan hingga hari ini di Maiyah, adakah keraguan bahwa Maiyah ini bukan mukjizat dari Allah? Ketika orang berdatangan ke Maiyah, mereka datang secara murni, tulus, ikhlas, berproses bersama, sinau bareng untuk menemukan kebenaran melalui ilmu yang berpendar, dengan nuansa keakraban yang selalu terbangun secara alami, sehingga membuat siapapun saja yang datang merasa betah, ingin berlama-lama, jika boleh memperlambat waktu, mereka pun ingin untuk lebih lama bisa Maiyahan, dan ketika tiba saatnya harus disudahi, mereka pulang dengan membawa kerinduan untuk bertemu kembali.

Maiyah adalah bukti nyata bahwa rahmat dari Allah mampu ditransformasikan menjadi berkah. Hingga hari ini, terdata lebih dari 60 titik simpul Maiyah, dengan berbagai skalanya masing-masing, setiap simpul Maiyah menemukan sendiri keunikan mereka. Maiyah tidak berbicara soal kuantitas, banyaknya massa yang datang bukanlah sebuah prestasi, justru kejernihan dari setiap individu yang datang ke Maiyah itulah yang kemudian melahirkan spektrum Maiyah yang kemudian ditularkan kepada yang lain.

Tadi malam (23/12) di Padhangmbulan Cak Nun kembali menegaskan bahwa Maiyah tidak akan merebut apa-apa, juga tidak akan meminta apa-apa, bahkan jika kemudian Maiyah sama sekali tidak ada pun tidak masalah. Sebuah sikap kemandirian yang begitu teguh ditanamkan oleh Cak Nun kepada jamaah Maiyah, bahwa di Maiyah bukan hanya tidak ada kultus terhadap individu, terhadap Maiyah sekalipun jangan sampai tumbuh sikap fanatik yang sama sekali tidak menguntungkan.

Dengan kemandirian sikap itu, Maiyah terus berproses. Bulan ini, Gambang Syafaat, salah satu simpul Maiyah menapaki proses perjalanannya di tahun ke-19. Tidak ada satupun orang di Maiyah yang berani mencita-citakan sebuah perjalanan hingga sejauh ini. Para pelaku Maiyah menemukan sendiri kegembiraan dan kebahagiaan dalam berproses, hitungan angka itu hanya sekadar ungkapan syukur, betapa proses yang dijalani secara serius tidak akan menghasilkan sesuatu yang sia-sia.

Bahkan, untuk merekrut massa pun sama sekali tidak pernah ada dalam rencana Maiyah. Setiap orang yang datang ke Maiyah memiliki alasan masing-masing kenapa mereka merasa perlu untuk datang ke Maiyah. Gelombang Maiyah hari ini begitu luas, dan sama sekali tidak pernah direncanakan hingga seluas ini.

Begitu pula dengan Gambang Syafaat, salah satu Simpul Maiyah yang berproses pasca Reformasi ini. Lahirnya simpul Maiyah bukanlah sebuah kelahiran yang diinstruksikan, melainkan kelahiran yang berdasarkan atas kebutuhan para pelaku Maiyah. Mereka merasa perlu bahwa nilai-nilai Maiyah penting untuk disebarluaskan, sehingga dalam berbagai skala forumnya, simpul Maiyah berproses di berbagai daerah.

Perjalanan ini belum selesai, bagi Gambang Syafaat angka 19 bukanlah angka terakhir. Pada edisi Kenduri Cinta jumat lalu, KiaiKanjeng menapaki angka pementasan ke-4040. Capaian itu pada satu dimensi ilmu harus kita syukuri, namun bukan untuk disombongkan. Kita juga tidak mampu memastikan akan ada berapa angka di hitungan selanjutnya, entah sampai kapan angka itu akan berakhir. Yang senantiasa kita usahakan adalah ketepatan diri kita untuk setia menikmati perjalanan proses ini.