MAMPIR MEDANG

Reportase Juguran Syafaat Desember 2015

Juguran Syafaat edisi Desember 2015 menempati tempat baru, yaitu di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Purwokerto. Dengan lokasi pendopo yang lapang dan berasitektur Jawa, Juguran Syafaat memulai acara pada pukul 21.00 WIB. Diawali dengan pembacaan Alquran surat Al-Mudatsir, dilanjutkan dengan wirid Padhangmbulan dan Hasbunallah bersama-sama. Sesi awal dipandu oleh Karyanto, Kukuh dan Hilmy. Atas nama penggiat, mereka memohon maaf atas ketidakyamanan atas perpindahan tempat penyelenggaraan dan menyampaikan bahwa Juguran Syafaat kali itu adalah putaran ke-33. Menghangatkan suasana, Ki Ageng Juguran membuka dengan selawatan An-Nabi.

Kusworo mengambil alih peran moderasi sesi kedua dengan meminta beberapa penggiat untuk tapil di forum dan berbag pengalaman berinteraksi dengan Maiyah. Salah satunya Fikry, yang menyambung dengan penjelasan tentang standar kebaikan yang idealnya harus dimiliki oleh setiap manusia.

“Ternyata yang namanya konsep kebenaran itu banyak banget, maka saya membuat fatwa untuk diri saya sendiri bahwa setiap orang itu harus punya standar kebaikan bagi dirinya sendiri, itu pertama. Kedua, setiap orang boleh mengadopsi standar kebaikan orang lain. Ketiga, setiap orang tidak boleh memaksakan standar kebaikan dirinya terhadap orang lain,” jelas Fikry.

Ia menambahkan, setiap manusia mesti memiliki sikap yang tepat dalam melihat kebenaran, yaitu terhadap Tuhan, terhadap diri kita dan terhadap orang lain. Terhadap Tuhan, sebenar apapun harus tetap memiliki rasa tersesat dan inilah koridor ihdinas sirotol mustaqim. Berbeda terhadap diri kita sendiri, kita boleh fanatik dengan meyakini kebenaran yang kita peroleh. Lain lagi jika sikap kita terhadap orang lain, kita tidak boleh memaksakan kebenaran yang kita peroleh.

Kusworo kemudian menyampaikan tema besar Maiyah adalah mencari apa yang benar, bukan siapa yang benar. Ini adalah bentuk pencarian akan kebenaran sejati, proses tersebut seperti memotret gajah dengan lebih tajam pixel-nya dan banyak angle-nya, sehingga kita bisa semakin jelas mendapatkan kebenaran dari gambaran gajah.

Tentang tema Mampir Medang, Rizky sampaikan bahwa tema berasal dari falsafah Jawa yaitu urip mung mampir ngombe. Ia kembali pada bahasan beda antara falsafah, motto, jargon, slogan dan lain sebagainya. Hal ini diperuntukkan agar tidak salah menempatkannya dalam setiap konteks pembahasan.

Forum lalu dilanjutkan dengan paparan Hilmy tentang reportase penyelenggaraan Silaturahmi Penggiat Maiyah Nasional II di Magelang tanggal 4-6 Desember beberapa hari sebelumnya. Kegiatan tersebut mempertemukan penggiat Maiyah seluruh nusantara dengan Dzat Maiyah yaitu, Syekh Nursamad Kamba, Cak Fuad dan Cak Nun.

Wa-idz qala Rabbuka lil malaa-ikati innii jaa’ilun fil ardi khaliifah. Jika manusia mempunyai kesadaran tersebut, maka dia berderajat lebih tinggi dari malaikat.

SK DARI TUHAN

Agus Sukoco mengawali, “Mampir Medang, kalau mampir berarti kita berangkat dari satu titik keberangkatan menuju satu titik tuju. Mampir sejenak di dunia yang disebut sebagai orang Jawa sebagai ‘mampir ngombe’. Artinya kata mampir ini bukan berdiri sendiri tetapi ada makna dimana kita sedang melakukan perjalanan dari dan akan ke. Sekarang kita sedang berada di dunia yang hanya berderajat mampir, nah dari mana kita sebenarnya?”

Agus menjelaskan awal mula penciptaan manusia yang ditugaskan menjadi khalifah di bumi. Diibaratkan dengan SK (Surat Keputusan) maka manusia mempunyai SK berupa ayat Allah yang berbunyi: Wa-idz qala Rabbuka lil malaa-ikati innii jaa’ilun fil ardi khaliifah. Jika manusia mempunyai kesadaran tersebut, maka dia berderajat lebih tinggi dari malaikat, tetapi jika tidak mempunyai kesadaran ini maka ayat ulaika kal an’am balhum adzal berlaku, kita lebih rendah dari binatang.

“SK tadi bersifat kualitatif. Kalau manusia mampu membangun kesadaran spritualnya, membangun prinsip-prinsip teologisnya sedemikian kuat dalam dirinya maka dia ber-SK, kalau dia ber-SK maka berlaku prinsip mandat dan dimandati. Letak kekuatan orang yang disuruh terletak pada yang menyuruh, maka kita menjadi berlipat-lipat kekuatan, kita punya ekstra kekuatan artinya kita berpeluang lebih selamat,” tambahnya.

“Banyak orang yang tidak memposisikan peristiwa mampir sebagai mampir. Seolah-olah itu tujuan sehingga ia sangat terikat secara batin, secara perasaan maka apapun yang terjadi menjadi sedih, karena dia tidak ngerti bahwa sesungguhnya perjalanan masih harus diteruskan. Banyak orang bahkan tidak sempat melanjutkan perjalanan karena di situ kepencut bahkan mbojo sisan nang kono,” imbuh Agus. Dunia ini cukup dipacari saja, jangan dinikahi, karena akan menjadi beban berat dan keterikatan batin yang kuat, hingga lupa bahwa ini sebenarnya hanya ampiran saja.

Kusworo ikut membahas, perjalanan hidup manusia sangat panjang dan kita terus berguru dari titik awal hingga titik tuju. Ia juga mengkritisi gerakan revolusi mental yang didengungkan pemerintah, menurutnya hal itu belum menyentuh pada perubahan cara berpikirnya mendasar, mental adalah output dari cara berpikir dan inilah yang selalu digarap oleh forum-forum Maiyah, mencari ketepatan cara berpikir.

jsdes2

MENJAMAAHKAN JAMAAH

Agus mengkhawatirkan kondisi masyarakat yang gampang sekali berbenturan karena perbedaan, bahkan hanya dalam pertandingan sepakbola antar RT bisa jadi ajang benturan, terus naik hingga dalam urusan bangsa, agama dan lain sebagainya. “Manusia harus mengerti, sesungguhnya manusia tidak bisa disempitkan oleh peristiwa primordialisme bahkan disempitkan oleh peristiwa nasionalisme. Nasionalisme itu sesungguhnya masih sebuah kesempitan, karena kalau sudah ngomong manusia, dimanapun manusia itu berada di negara apapun, dia tetap manusia. Dia tetap sama dengan kita. Maka tidak ada orang lain. Kalau masih nasionalisme, orang Malaysia adalah orang lain. Apalagi kalau masih antar kabupaten, maka kabupaten lain adalah orang lain, tapi kalau sudah manusia mana yang akan kita orang lainkan?” sambungnya.

Agus tandaskan dengan konsep berjamaah oleh Rasulullah yang dapat dijadikan acuan, “Masa Tuhan hanya seneng melihat kebersamaan gerak, saya kira letaknya bukan pada salatnya itu, tetapi salat dipakai oleh Islam untuk menggiring manusia disatukan targetnya yaitu penyatuan tadi. Yang terjadi sekarang adalah salat bareng tapi dewek-dewek hanya kebersamaan tempat tapi sesungguhnya hatinya berkeping-keping dan terpecah-pecah tercerai-berai.”

Mengisahkan asal mula Rasulullah memaksa umat salat berjamaah dengan mengatakan kalau orang Islam yang tidak salat berjamaah termasuk kaum munafik. Peristiwanya karena pada saat itu Rasulullah ingin mengidentifikasi mana sesungguhnya umat Islam yang punya loyalitas terhadap perjuangannya. Ada sebagian umat yang mengaku Islam tapi tidak mau ngeton di masjid dan masih punya kepentingan dengan Abu Jahal. Esensi berjamaah kini makin hilang, masjid-masjid sudah dikooptasi oleh ustad-ustad. “Kita harus tetep membangun esensi jamaah sesuai dengan aksentuasi pesan Islam kehidupan bersosial,” sambung Agus Sukoco.

Rizky menyambung, segala sesuatu harus kita teliti kembali, sudah tepat atau belum belum sikap batin atau falsafahnya. Pada banyak peristiwa kebudayaan, seperti hajatan yang dulunya penuh dengan nilai-nilai falsafah sehingga semegah apapun tidak pernah merepotkan shohibul hajat, namun kini yang terjadi orang hanya mewarisi repotnya saja, tanpa mengerti apa falsafah dibaliknya.

Sesungguhnya manusia tidak bisa disempitkan oleh peristiwa primordialisme bahkan disempitkan oleh peristiwa nasionalisme. Nasionalisme itu sesungguhnya masih sebuah kesempitan.

TIME IS MONEY

Melanjutkan diskusi, Agus, salah satu sedulur yang hadir dari Purwokerto, merespon dengan menyambungkan falsafah Jawa “mampir ngombe” dengan paradigma Barat yang mengatakan Time Is Money sebagai bentuk penghormatan berharganya waktu.

Dalam hal bekerja, Kusworo memberi tambahan, “Berbeda dengan di Belanda atau di negara maju, mereka harus bener-bener berjuang mati-matian untuk bisa bertahan hidup dan itu yang kemudian melahirkan rekayasa industrialisme dan kapitalisme. Informasi yang disebarkan adalah bahwa sumber daya alam itu sangat terbatas sementara yang didorong melalui iklan melalui macem-macem itu keinginan yang tidak pernah terbatas. Agama melakukan sebaliknya, agama meyakini bahwa sumber daya alam dari Tuhan itu tidak terbatas tapi melaui metode puasa manusia dipaksa untuk mengerti batas-batas. Jadi sangat bertolak belakang apa yang terjadi di Barat dengan di Jawa.”

Agus menambahkan, esensi tugas khalifah sesungguhnya adalah mentransformasi rahmat menjadi barokah. Rahmat itu alamiah, barokah itu kebudayaan, contohnya ketela itu alam gethuk itu kebudayaan, karena ada intervensi manusia mengelola alam menjadi produk. Yang sekarang terjadi adalah hak atau otoritas untuk mengintervensi alam atau rahmat ini tetapi produknya tidak dalam kebudayaan yang barokah. Misalnya dalam kasus Freeport, ada alam yang rahmat tadi, yang terjadi adalah eksplorasi tidak tepat sasaran, rahmat yang mestinya dikelola untuk membarokahi Indonesia tetapi justru sampainya untuk kesejahteraan Amerika. Maka intervensi manusia itu tidak mengolah rahmat menjadi barokah tetapi menjadi azab, manusia telah gagal bertugas sebagai khalifah dalam konteks pribadi atau dalam konteks kenegaraan. Esensi tugas khalifah adalah mengintervensi rahmat supaya diproduk menjadi barokah, mengeksplorasi alam menjadi kebudayaan yang mensejahterakan yang menyelamatkan.

Cara belajar kita jangan terjebak verbal litaral. Alquran adalah Nabi Muhammad yang dituliskan, yang dimaksud kembali adalah kembali kepada manusia Alquran itu sendiri yaitu akhlak Nabi Muhammad.

RECHECKTION TUJUAN

Forum begerser ke tema pendidikan, saat Meta dari Purwokerto menyampaikan isu tentang parenting, menurutnya orang sekarang gampang sekali percaya dengan tokoh-tokoh atau buku yang beredar sebagai panduan hidup. Mereka lupa bahwa madrasah yang utama adalah orang tua mereka. Meta mengambil contoh pendidikan ala Ali Bin Abi Thalib dimana pada umur 0-7 tahun anak diperlakukan sebagai raja, dimanja hidupnya, umur 7-14 tahun seperti tawanan perang dimana kita diberi beban kewajiban sehari-hari, dan umur 14-21 tahun seperti sahabat dimana kita bisa sharing keseharian.

Berbeda dengan Hardi, sedulur dari Purwokerto, ia menyampaikan tentang tahap hidup orang Hindu yaitu Purwa, Madya dan Wasana. Wasana bisa berarti sebagai akhir bisa berarti pula sebagai awal. Hal itu berkaitan dengan hidup adalah perjalanan yang panjang. Poin yang harus kita lakukan pada saat mampir  adalah rechecktion. Rechecktion adalah bentuk pengakuratan posisi terhadap tujuan akhir. Kalau dalam perjalanan pendaki gunung, diperlukan pembacaan peta ulang dan penentuan arah kompas saat istirahat sebelum naik ke puncak gunung. “Kalau saya boleh belajar dari kawan saya, pandita di Bali itu mengenai Karma Wasana tadi, bagaimana kita menentukan tugas kita, menunaikan tugas kita, darma kita dengan baik. Yang kedua bagaimana kita belajar, mungkin salah satunya adalah parenting tadi. Yang ketiga menentukan arah menujunya itu yang paling terpenting, jangan-jangan pada saat ini kita sudah berhenti cuma di Tegal saja,” Hardi memberi masukan.

Agus Sukoco menanggapi penjelasan Hardi dengan istilah dalam Islam yang disebut kiamat. Kiamat banyak dimaknai sebagai kehancuran fisik, padahal kata itu sendiri berarti bangkit atau kebangkitan. Dalam khasanah Jawa dikenal idiom urip kue lagi turu, nglilire angger wis mati yang berarti: justru kalau kita merasa sedang bangun, merasa ada itu keberadaan kita sesungguhnya di alam mimpi karena kita hakekatnya sedang tidur. “Arah siklusnya adalah innalillahi wa innailaihi raji’un, dari Allah menuju ke Allah, kalau siklusnya dari Allah menuju Allah. Kalau kita pakai perspektif lahiriyah material, maka kalau kita melihat kakek kita, buyut kita, mbah-mbah kita maka itu adalah orang masa lalu. Mbah kita sekarang sesungguhnya di depan kita,” ucap Agus dengan menambahkan bahwa ukuran arah yang lebih tepat dipakai adalah khoerunnas anfauhum linnas, ukuran itu menentukan berhasil tidaknya menjalani kehidupan.

Esensi tugas khalifah sesungguhnya adalah mentransformasi rahmat menjadi barokah.

Banyak sedulur hadirin yang ikut merespon diskusi. Bukti keterbukaan forum Maiyah adalah siap menerima respon dari mana saja.

Ari urun pendapat bahwa hidup ini dia ibaratkan seperti mendaki gunung, ketika mampir untuk beristirahat di pos-pos, kita juga musti menjaga kelestarian tempat dan kebersihannya, karena nanti akan ada orang yang mampir ketempat istirahat itu juga.

Togar dari Sokaraja menangkap fenomena bahwa dalam memelihara kesuburan tanah diperlukan waktu 100 tahun, itu merupakan tanda bahwa umur kita pun sangat pendek sehingga dalam memelihara alam tetap tidak ikut menikmatinya sendiri, tapi untuk anak cucu. Nurwahid dari Purwokerto, mempertanyakan kepada forum bagaimana parenting yang baik seandainya orang tua kita sendiri tidak bisa dicontoh secara baik.

Yus sedulur dari Purwokerto, menerangkan sedikit tentang skema rabbinas, malikinnas, dan illahinnas dalam surat An-Nas. Nurul dari Jakarta, ikut merespon paradigma Time Is Money dengan pengalamannya sewaktu bekerja yang tidak bisa memberikan waktu lebih kepada adiknya, sehingga ia mengganti rasa bersalahnya dengan memberikan hadiah. Ifa dari Purwokerto menanggapi ada beda antara istilah nginum, ngombe, dan medang, bisa jadi kita mampir medang-nya tidak hanya sekali dalam kehidupan panjang ini.

“Ini nyambung dengan satu pesan yang penting di Silatnas kemarin dari Mbah Nun dan Syekh Nursamad Kamba, bahwasannya kalau ditarik lebih luas lagi ya cara belajar kita jangan terjebak verbal litaral. Alquran adalah Nabi Muhammad yang dituliskan. Nah selama ini kan kita sibuk membuat jargon kembali kepada Quran dan Sunnah tapi yang dimaksud kembali pada teks literal Quran dan tidak kembali kepada manusia Alquran itu sendiri yaitu akhlaknya Nabi Muhammad,” sambung Rizky.

Kusworo sedikit menarik kesimpulan dari diskusi forum dengan pernyataan bahwa soal efektivitas waktu, dimana waktu tidak dihargai secara materiil saja, tapi bisa dalam proses sesuatu yang cukup lama kita menarik garis rohani melalui hikmah-hikmahnya. Juga perihal rechecktion, bahwa ketika urip mung mampir ngombe maka kita wajib mengecek arah tujuan kita sudah benar apa belum, apakah kita sudah mengeluarkan kontribusi sosial dalam hidup sebagai indikator keberhasilan hidup kita.

Juguran Syafaat malam hari ini selesai pukul 03.00 di akhiri dengan selawatan Ya Rabbibil Musthofa dan salaman melingkar.