Lokomotif Harus Aktif

“PILIH JADI orang baik atau jadi orang benar?”, pertanyaan seorang sahabat dipenghujung tahun 2011 lalu, seorang etnis Cina tapi sangat fasih berbahasa daerah Jambi. “Bedanya memang apa, bro!?”, ujarku, “paling juga kalau kita berbuat baik belum tentu benar tapi kalo berbuat benar yaa pasti baik lah!”, saya menambahkan sekenanya.

“Nah elo ngerti tuh, kemaren gua coba ke kuil deket rumah dan sempet ditanya sama bikhu gua orang punya bro, hasilnya gua balik nanya persis sama dengan yang elo bilang tadi. Gak ada bedanyalah mau berbuat baik kek, berbuat bener kek, yang penting gua gak rugiin orang lain”, tukasnya.

“Gua ini lagi cari tenang, tambang bauksit yang gua beli gak bisa kerja dan bikin gua orang jadi begini nih kerjaannya ngopi satu cafe ke cafe lainnya, untung elo masih sering nemenin gua, mangkanya itu gua ikut usul elo kemaren-kemaren biar gua konsultasi sama bikhu di kuil, eh malah dikasih pertanyaan kaya gitu”, ujar sahabat tadi dengan penuh antusias.

“Nah,kalo gitu nurut itu bikhu memang gimana jawabannya, bro?”, tanyaku kemudian.

“Yee dia penasaran!, mangkanya elo juga nyoba tuh, maen kek keustad atau kyai elo orang punya, kita udah dua tahun ini kayanya hampir tiap hari ngobrolin siapa yang bisa atur semua kejadian di alam semesta ini,.. Whahaha kaya filsuf aja kita orang”, sambil tertawa terbahak-bahak sahabat tadi melanjutkan penjelasannya, “Gini bro, gua malah dikasih wejangan ama dia orang walaupun belum paham bener maknanya, bentar kemaren gua sempet catet” , sahabat tadi mencoba mengeluarkan secarik kertas didalam dompet yang tampak mewah dari tampilannya.

Sahabat saya ini memang seorang pengusaha muda yang tengah memasuki masa kejayaannya setelah berjuang dari sebuah kampung di daerah Jambi dan merantau ke ibukota untuk melanjutkan pendidikan S1 di sebuah universitas swasta di daerah Grogol. Saya merasa beruntung bisa menemani dari awal perjuangannya, ia sering memperoleh pekerjaan berupa proyek dari para konglomerat etnis Cina sampai akhirnya dia bisa membeli tambang bauksit didaerah kelahirannya, Jambi.

“Nah, ini dia bro, wooy ngapain elo bengong gitu?, mikir Tuhan lagi? Nih mudah-mudahan bisa nambah bahan pencarian elo”. Bikhu gua bilang, “Sifat manusia pada dasarnya baik tapi sering ditutupi keinginan-keinginan untuk memperlihatkan bahwa dirinya adalah benar, setiap kebenaran bermakna tetap dan nyata, baik buruknya segala sesuatu di dunia tergantung pandangan seseorang, dan bila seseorang dapat memperlakukan orang lain dengan kasih dan berkemanusiaan, maka dia akan bertindak sesuai kebenaran”, sahabat tadi membaca kutipan dari jawaban bikhu yang sempat dia catat.

Memori percakapan dengan kawan tadi sering menghantui pikiran saya, saat mencoba mencari keheningan setelah sekian tahun berada dalam situasi terang bederangnya hedonisme yang ditawarkan ibukota, serta gemerlapnya putaran bisnis dalam pergaulan yang jelas terasa kemunafikannya, terlebih secara tidak sengaja masuk kedalam aliran bisnis yang menjadi lokomotif perekonomian suatu bangsa yakni industri properti, dimana bisnis yang merupakan padat modal dengan semua dinamika putaran arus yang terjadi dari pergerakan sebuah proyek properti.

Sedikitnya 144 bidang usaha menjadi turunan dari industri properti ini, mulai dari warteg, makelar, jasa tukang sampai kepada industri berat seperti semen, genteng, serta tanah sebagai bahan mentahnya.

Perjalanan yang seharusnya membuat diri ini merasa bahagia, namun justru kondisi yang menghantarkan pada kerinduan akan nilai-nilai hadirnya ketenangan jiwa dengan mencoba terus mencari apa makna dari setiap peristiwa yang ada. Rasa syukur hadir disaat dengan caraNya membawa diri ini bisa mengenal suatu negeri yang  terasa kejujuran dan kemurnian sambungan tali silahturahminya  yakni negeri Maiyah.

Dipertengahan tahun 2016 lalu, seorang teman yang kala itu saya panggil Kang Ustad membelikan sebuah mini router agar saya bisa mengakses kembali dunia maya yang beberapa saat ditinggalkan. Saya pun mencoba mengakses internet dan waktu itu awalnya memilih media youtube untuk mencoba mencari lagu-lagu yang saya senangi, namun mata tertarik kepada judul dari salah satu video yang ada berjudul “Sinau Bareng Cak Nun”.

“Kebenaran itu bukan untuk dibawa keluar dari diri kita, kebenaran adalah bekal kita yang kita simpan dalam diri kita, tetapi begitu keluar dari diri kita, yang kita bawa bukan kebenaran melainkan adalah kebaikan, keindahan, kemuliaan serta upaya-upaya  supaya nyaman satu sama lain”, begitu penuturan Mbah Nun dalam tayangan video tersebut, penuturan secara sederhana namun langsung terasa menjawab pertanyaan dihati yang memang belum begitu memahami makna yang diucapkan bikhu sahabat saya waktu lalu itu.

Perkenalan yang sangat berkesan di hati. Menyebabkan saya terus mencari informasi mengenai negeri Maiyah ini, tulisan-tulisan Mbah Nun yang tidak terbayangkan bagaimana cara menulisnya sehingga tulisan beliau bisa sangat dinikmati kata per kata, walau masih sulit untuk memahaminya. Sampailah saya kemudian mengenal forum Kenduri Cinta, sebuah Majelis Masyarakat Maiyah yang berada paling dekat dari rumah saya untuk didatangi. Semangat untuk selalu berusaha hadir pada acara Maiyahan rutin bulanan Kenduri Cinta, menyebabkan dapat berkenalan dengan jamaah Maiyah lainnya, beberapa teman Jamaah Maiyah dari Tangerang menjadi penghantar untuk mengenal Kenduri Cinta lebih dalam, saya kemudian mengikuti kegiatan Reboan yang rutin dilaksanakan setiap minggunya. Di bulan Juni ini, Kenduri Cinta akan memasuki usia ke 18 tahun.

Sebuah perjalanan yang jelas tidak mudah, terutama dalam hal merawat forum selama sekian waktu tersebut. Pada saat mengikuti Maiyahan sebagai jamaah, saya sering bertanya dalam hati, bagaimana persiapannya untuk membuat sebuah forum yang dihadiri oleh berbagai jenis kalangan di ibukota dengan segala macam perbedaan yang ada ? Ternyata dalam forum reboan itulah kita bisa belajar untuk menerima dan menikmati hal-hal kecil yang terkesan sederhana namun dibutuhkan niat tulus dan semangat yang kuat agar Majelis Masyarakat Maiyah ini dapat terus terjaga. Beberapa kali workshop diadakan oleh Komunitas Kenduri Cinta, jelas memperlihatkan bahwa forum ini mencoba membuka pintu untuk terjadinya ruang-ruang sesuai potensi yang kita miliki agar dapat terus memberi, memancar, dan mengalirkan nilai-nilai Maiyah dalam sambungan persaudaraan sesama jamaah.

Miliki hati petani”, dawuh Mbah Nun pada majelis Padhangmbulan 28 Mei 2018 lalu, menjadi salah satu pembahasan pada Reboan menjelang ulang tahun Kenduri Cinta ke-18, merupakan rumusan kedua bagi saya setelah rumusan sebelumnya yakni “Hari ini adalah benih”, menjadi bekal untuk mengaplikasikan nilai-nilai Maiyah tersebut sesuai dengan potensi yang diminati, yakni terus meneliti dibidang kemakmuran ekonomi dalam negeri maiyah ini dengan pertanyaan awal sebagai bahan bakarnya, dimana lokomotif yang bisa menggerakkan ekonomi tersebut dengan konteks ideologi prinsip jual-beli bersama Tuhan ini berada, dan bagaimana mengaktifkannya.

Adam Riza
Balaraja, 1 Juni 2018