Kolosal Kehidupan Di Pusat Ibukota

LEWAT TENGAH MALAM, hujan deras yang tiba-tiba turun tidak menyurutkan antusias jamaah untuk tetap mengikuti Kenduri Cinta hingga usai. Jamaah yang berada di depan sekitar panggung spontan pindah merapat ke atas panggung untuk menyediakan ruang bagi jamaah di belakang mereka supaya dapat merapat di bawah tenda. Sementara jamaah yang tidak tertampung tenda dengan inisiatif dan kreatifitas kolektif memanfaatkan karpet yang semula dijadikan alas duduk menjadi payung berjamaah bagi mereka. Pertunjukan tidak hanya sajian musik di atas panggung yang ditampilkan oleh Bobby Semberengan, Beben Jazz, Dik Doank dan anak-anak KJD, namun pertunjukan yang indah dari Jamah Maiyah Kenduri Cinta juga mempertontonkan kesungguhan niat untuk sinau bareng dengan mengekspresikan keakraban menerima hujan sebagai berkah dari Sang Maha Pencipta. Ketika hujan mulai reda, jamaah menata posisinya dan ketika kembali hujan turun jamaah kembali menyesuaikan.

Bagaikan sebuah koreografi tarian masal yang spontan ditampilkan, dipertunjukkan dan sama-sama dirasakan oleh siapa saja yang hadir di Pelataran Plaza Taman Ismail Marzuki pada edisi Kenduri Cinta 9 Maret 2018. Terbukti dari sore hari Jumat beranjak ke Sabtu dini hari yang diwarnai hujan deras, hingga usai acara pagi menjelang subuh, Jamaah tidak kunjung pergi usai acara dan baru mulai meninggalkan lokasi setelah bersalam-salaman. Sebuah fenomena yang sebenarnya sudah menjadi hal yang biasa saja di setiap Maiyahan, namun untuk sebuah forum terbuka yang diadakan di Ibukota Jakarta forum ini menjadi luar biasa. Kalau bukan karena perkenan dari Allah yang menghadiahkan Maiyah pada Jamaah, Event Organizer mana yang dapat mengadakan forum rutin semacam ini?

Pada Kenduri Cinta dengan tema Tuan Rumah Diri Sendiri,  Cak Nun dan Sabrang MDP kembali mengulas soal term Manusia Perabot dan Manusia Ruang. Bahasan ini erat kaitannya dengan persoalan identitas, personalitas dan kualitas manusia dalam kehidupannya. Persoalan yang setiap orang mengalami dalam kehidupan sehari-hari dan pemahaman mengenai persoalan ini akan sangat berpengaruh dalam perilaku keseharian-nya, baik dalam lingkungan keluarga, bertetangga, pertemanan, lingkungan kerja, juga dalam bermasyarakat, berbangsa dan bahkan bernegara. Maiyah menjadi ruang tak terhingga yang dapat menampung berbagai hal dan menjadi ruang bagi kita seimbang dalam bertindak benar, baik dan indah dalam menjalani kehidupan. Dalam Maiyah, Tuan Rumah setiap diri kita yang sejati adalah Allah Tuhan yang Maha Esa. Setiap diri hakikatnya hanyalah sebagai pelayan yang ditugaskan menjadi dirinya sendiri sejak dilahirkan.

Setiap perabotan memerlukan ruang sebagai letak keberadaannya, untuk mengurus itu perlu kemampuan untuk menata letak setiap perabot supaya ruangan dapat tertata dan tidak menjadi berantakan. Identifikasi setiap perabot mesti jelas mana yang mesti berada di dapur, yang ada di dalam kamar, yang ada di teras atau mesti diletakkan di gudang. Begitupun dalam diri ada ruang hati dan pikiran yang perlu penataan untuk mengurusi berbagai hal yang kita dapatkan dalam pengalaman kehidupan. Mana yang menjadi pusaka (keris), mana yang bersifat pedang, mana yang berfungsi sebagai cangkul dalam urusan ekonomi. Jangan sampai salah meletakkan urusan dan mencampur aduk berbagai urusan pada ruang dan waktu yang tidak tepat. Tidak jarang hubungan kerja, bertetangga, persahabatan bahkan  hubungan keluarga menjadi renggang lantaran ketidakmampuan meletakkan perbedaan ideologis, aliran dan mazhab, urusan orientasi dukungan politik, ataupun karena egosentris individu lainnya.

Di pusat Ibukota Jakarta yang masyarakatnya penuh dengan problematika kehidupan, berbagai kepentingan berseliweran melenakan dalam rutinitas keseharian. Setiap orang seolah dipacu untuk mengejar pencapaian-pencapaian yang ditargetkan. Karakteristik manusia-manusia mileneal terbentuk sedemikian rupa dalam pola interaksi yang instant dan cepat. Nyaris semua orang tergantung dengan perangkat gadget untuk berkomunikasi. Ironinya gadget yang semestinya menjadi alat bantu justru memenjarakan pemakainya. Dengan mudah orang-orang mendapatkan dan menyebarkan informasi melalui jaringan internet secara live.

Kondisi semacam ini yang kemudian menambah keistimewaan keberadaan sebuah forum silaturahmi terbuka untuk bertatap muka langsung. Karenanya Kenduri Cinta ditengah zaman ‘online‘ merupakan forum yang mewah, ini yang sering dilupakan oleh Jamaah. Bisa saja Kenduri Cinta menyiarkan acara secara live streaming, dan itu pernah dilakukan oleh Kenduri Cinta. Namun untuk saat ini disadari bahwa hal itu akan mengurangi bahkan dapat menghilangkan nuansa dari peristiwa yang semestinya dapat dialami oleh setiap jamaah dalam usahanya menghadiri dan merayakan forum muwajahah masyarakat Maiyah di setiap bulannya.