Kewajiban Asasi Manusia

Reportase Maiyah Juguran Syafaat edisi Desember 2014

Tepat pukul 21.00 acara Juguran Syafaat dimulai. Meskipun hujan gerimis sepanjang sore hingga malam, para sedulur tetap setia untuk datang ke pendopo wakil bupati Banyumas. Acara Juguran Syafaat dimulai dengan membaca surat Yassin secara tartil terpimpin oleh Kukuh. Setelah itu disambung dengan wirid Padhang mBulan bersama. Rifangi kemudian memandu untuk melantunkan Shalawat Badar.

Kusworo membuka acara dengan bersyukur karena seminggu yang lalu diberi kelancaran mbarang nggawe Silaturahmi Penggiat Maiyah 2014 di Baturraden. Kukuh lalu mengenalkan personel tim pemusik Juguran Syafaat untuk malam itu disambung dengan nomor Alhamdulillah wa Syukrulillah.

Tumpeng yang sedari tadi ada di tengah-tengah sedulur kemudian dipersilakan untuk dinikmati bersama. Anggi selaku ketua panitia acara Silaturahmi Penggiat Maiyah 2014 kemarin, mengawali memotong tumpeng diikuti sedulur lain. Semua menikmati kebersamaan dan rasa syukur ini sembari menikmati beberapa nomor yang dipersembahkan oleh para pemusik.

Silaturahmi Penggiat Maiyah yang diadakan beberapa waktu lalu dihadiri simpul-simpul Maiyah se-Nusantara yang masing-masing mempunyai karakteristik otentik. Ada forum diskusi intelektual yang kental, ada forum seni budaya, ada forum shalawatan, hingga forum khusus wiridan.

Rizky katakan bahwa dalam Maiyah, kita disadarkan bahwa kita tidak sedang menyapa kepada orang yang sudah meninggal (red: Kanjeng Nabi), tapi orang yang hidup yang berbeda dengan hidup yang kita ketahui sebagaimana kita hidup. “Hidup ini bisa kita ibaratkan di dimensi ketiga. Kalau dalam sekolah ya SD. Maka kita akan susah memahami yang sudah berada di dimensi kelima, SMA. Bahkan yang sudah kuliah. Maka yang kita bisa lakukan adalah, merubah konsep di pikiran saja bahwa Nabi Muhammad itu tidak meninggal, tapi hidup. Walaupun mungkin kita belum punya penjelasan ilmiahnya karena kita masih SD,” tambah Rizky.

Rizky bercerita tentang diskusinya dengan orang ateis, mereka mempercayai bahwa yang namanya Muhammad adalah yang terpuji. Mereka begitu mudah menemukan Muhammad dalam hidupnya, begitu menemukan yang terpuji, maka disitulah Muhammad hadir.

Rifangi tambahkan, “Kita sering menganggap bahwa kita hanya bisa melihat dengan indera mata. Tetapi manusia oleh Tuhan dianugerahi berbagai macam indera. Sayangnya manusia memanfaatkan 5 saja. Hidup kalau parameternya hanya mata, hanya jasad, jadi hanya apa yang kita lihat saja. Sementara sebenarnya hidup itu sendiri adalah ketika kita masih ada dalam kesadaran. Kalau parameter hidup kita adalah mata, kalau anda punya saudara di Jakarta, berarti dia sudah mati. Karena tidak terlihat oleh mata. Tetapi kenapa ia masih dianggap hidup, karena ada dalam kesadaran kita.“

Hadiwijaya, salah satu orang sepuh di Juguran Syafaat, memberikan pandangan tentang penjelasan hidup dengan falsafah huruf Jawa Hanacaraka. “Dalam wayang, diceritakan para ksatria perang kembang melawan 4 buta. Yaitu buta terong, buta rambut geni, buta cakil dan buta galiuk. Ini adalah sebuah bentuk ibarat manusia mengendalikan 4 hawa nafsunya sendiri, yaitu amarah, supiah, lawamah dan mutmainah,” ujar Hadiwijaya.

Hadiwijaya menceritakan tentang proses melukis sejak tahun 70-an di Jogja. Hadiwijaya membersamai proses dengan Cak Nun hanya saja di bidang yang berbeda, Cak Nun di sastra dan teater sedangkan Hadiwijaya di seni rupa. Cak Nun ia kenal sebagai pribadi yang setia kawan dan sangat menghargai persahabatan.

YANG WAJIB DAN MEWAJIBKAN

Mengenai tema Kewajiban Asasi Manusia, adalah sebuah pintu yang pernah di buka oleh Cak Nun sebelumnya. Jika setiap yang ada di bumi ini diciptakan berpasang-pasangan, ada gelap ada terang, ada siang ada malam, ada panas ada dingin, maka hak asasi manusia pun berpasangan dengan kewajiban asasi manusia. Ini yang selama ini tidak pernah kita bahas.

“Terkait Mas Rifangi yang menyebutkan bahwa kita hanya mempercayai lima indera dalam diri kita, maka yang aktif hanya lima. Yang lain dianggap tidak ada, maka tidak aktif. Kalau anda tidur, kita mimpi, itu mata terpejam, kalau selama ini kita meyakini bahwa alat melihat hanya mata, maka pada saat kita tidur, mata kita terpejam tetapi di dalam mimpi kita bisa melihat dengan jelas dengan detail warna. Dengan apa kita melihat? Pasti tidak dengan mata. Ini adalah petunjuk bahwa kita memiliki indera yang lain, tetapi tidak pernah kita cari,” Agus mengawali, “Manusia itu ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Jadi Tuhan bikin tengu, bikin srondol, bikin cacing, bikin jin sampai malaikat, itu sebenarnya puncak karya Allah, masterpiece, aksani takwin ya manusia. Tidak ada yang lebih dari itu. Ini karya puncak dari kemahabesaran Tuhan. Sampai Tuhan menyuruh malaikat untuk sujud.

“Jadi kalau Pak Hadi bikin lukisan, merasa hasil lukisannya sudah bagus, itu kita lihat-lihat terus. Kita puji karya kita sendiri, kita kagumi karya kita sendiri. Sampai kita panggil teman-teman untuk membuktikan bahwa karya kita memang bagus. Ketika Tuhan bikin manusia, di Quran disebut malaikat disuruh untuk bersujud, itu artinya ketika Tuhan bikin karya manusia, itu Tuhan sedang mengagumi karyanya sendiri, itu bukan kagum dengan manusianya, tetapi kagum dengan Dirinya sendiri, karena kemahabesarannya,” jelas Agus.

Karena cara pandang yang materialis, selama ini yang disebut sujud itu ketika badan terbungkuk. Esensi sujud itu tidak harus dalam peristiwa fisik, sujud itu peristiwa kekaguman, apresisasi para malaikat. Ketika melihat Allah bikin karya terbaik-Nya yaitu manusia. Dari karya masterpiece tiba-tiba menjadi kualitas manusia yang sekarang. Kenapa karya terbaik kok yang terjadi realitasnya seperti sekarang? Pasti ada yang salah. Ada sesuatu yang mengurung kita, sehingga kita tidak bisa keluar dari kurungan itu, sehingga potensi-potensi yang luar biasa dari karya Allah yang masterpiece ini tidak terjadi.

Rizky tambahkan, “Kalau orang mendengar kata kewajiban itu pasti yang terlintas itu adalah beban. Betulkah kewajiban itu adalah beban? Ini yang harus kita redefinisi. Kewajiban akan menjadi beban, kalau kita belum nyambung dengan siapa yang mewajibkan kita. Kita masih prosedural, hanya melaksanakan yang diwajibkan, tetapi tidak nyambung ke yang mewajibkan.”

Menurut Agus, ada ukuran-ukuran yang dibangun dengan berbagai kepentingan, kemudian kita terikat oleh ukuran itu, dan merasa wajib. Karena sudah terbangun ukuran maka dianggap ketinggalan jaman jika tak melakukannya, tersisih dari pergaulan. Yang membikin ukuran inilah yang mengurung kita dengan banyak hal. Sehingga menggeser pemahaman kita tentang hakikat kewajiban. Dan kita terus saja percaya, dan tidak pernah mencurigai bahwa semua dibangun untuk mengurung kita sehingga kita menjadi kerdil, tidak sesuai dengan yang dimaksud tuhan dengan menciptakan potensi-potensi luar biasa yang diciptakan pada diri manusia.

Mengenai kewajiban beribadah, Agus berpendapat bahwa hal itu seperti numpang di rumah orang, pekewuh dan kemudian ikut bersih-bersih. Maka yang punya rumah melihat rajinnya kita dan tidak akan menelantarkan kita dirumahnya. Sama seperti kita numpang di rumah Tuhan, dan bentuk pekewuh kita adalah beribadah kepada-Nya. Ibadah adalah ketika kita menjalani kewajiban keniscayaan sebagai penumpang di rumah Tuhan, di bumi ini.

“Asalkan kita menjalani kewajiban dari rasa pekewuh kita, maka hidup sudah ada yang memikirkan. Kita hidup harus dengan kesadaran menumpang saja. Kita menjalani sesuatu yang kira-kira membuat Tuhan senang sebagai tuan rumah kita. Nanti kita menemukan kejutan-kejutan dalam hidup yang tidak terbayangkan sebelumnya,” tutup Agus.

Melanjutkan forum, Fikry merespon tema dengan menceritakan pengalamannya saat bekerja dan berinteraksi dengan masyarakat Kalimantan, “Bagi orang Kalimantan, ketika kita minta tolong, maka bentuk kewajiban mereka adalah menolong kita tanpa pamrih. Bahkan jika diberi bayaran, mereka malah marah dan tersinggung. Ini adalah salah satu kewajiban asasi manusia. Dalam diri mereka masih mempunyai harga diri dan rasa kemanusiaan yang dalam,“ sambung Fikry.

REFLEKSI SILATURAHMI PENGGIAT MAIYAH 2014

Konsep penyelenggaraan Silaturahmi Penggiat Maiyah 2014 waktu lalu adalah bentuk mbaranggawe jika dalam khasanah Jawa. Dimana semua orang justru malah ingin ikut membantu entah itu masang tratag, melayani tamu, membersihkan piring, dan lain sebagainya. Rizky mengapresiasi tim dapur yang sudah bekerja sangat maksimal hingga zero delay. Agus juga ikut mengapresiasi tim dapur yang bekerja sangat maksimal. Agus mengaku belajar tentang Tuhan dari mereka yang bekerja sepenuh hati tanpa bayaran. Keimanan seseorang kepada Tuhan tercermin pada bagaimana perilaku sosialnya.

“Momen Silaturahmi Penggiat Maiyah 2014 kemarin mungkin tidak menghasilkan aturan baku, atau fatwa-fatwa khusus, tapi semua simpul se-Indonesia kumpul, hati mereka satu dengan yang lain menjadi lebih dekat, ada energi yang mempersatukan, mereka pulang ke tempat masing-masing membawa sesuatu yang tidak nampak, tapi sangat jelas dan hakekatnya lebih nyata rasa bahagia sekaligus haru,” tambah Kusworo.

Malam hari ini penuh dengan sukacita berbagi pengalaman Silaturahmi Penggiat Maiyah 2014 kemarin dengan berbagai macam cerita, seperti ada yang menjadi ojek payung, ada yang baru pertama kali ke hotel, ada yang menyuguhi tamu pada dini hari dengan es buah, dan lain sebagainya. Para sedulur yang hadir menyambut dengan gelak tawa beberapa pengalaman cukup unik sedulur lainnya.

Ungkapan sukacita dan syukur dari sedulur-sedulur semua berupa beberapa persembahan nomor musik. Sebuah nomor duet dari Toto dan Meta dipersembahkan bersama, satu nomor lagu yang baru saja diciptakan lirik dan aransemennya oleh Agus Sukoco. Ujang dengan tim pemusik sedulur Purbalingga menyumbangkan nomor Neng Ndunyo Piro Suwene. Hilmy tak kalah saing, ikut mempersembahkan nomor dari Letto yaitu Sebelum Cahaya. Kukuh juga menambahkan satu nomor dari Letto lagi, yaitu Sampai Nanti Sampai Nanti. Slamet, salah satu orang yang disepuhkan di Juguran Syafaat, merampungi sesi ini dengan nomor melayu Renungkanlah.

IMG_20141214_001201

NOL SAHAM, NOL HAK

Sesi selanjutnya diawali Kusworo dengan mempersilakan sedulur yang lain membagi pengalaman. Mamat dari Cilacap, menerangkan bahwa Allah bahkan memberikan hak terlebih dahulu kepada manusia, baru meminta kewajibannya. Ini seperti Allah meniupkan ruh kepada manusia, sebagai bentuk hak. Baru meminta manusia mengabdi kepadanya, sebagai bentuk kewajiban. Menurutnya, ada dua kewajiban manusia, yaitu kewajiban menemukan dirinya sendiri dan kewajiban mendeskripsikan Tuhan di alam kehidupan.

Agus merespon pernyataan Mamat dengan memberikan penjelasan ulang tentang apa itu hak dan apa itu kewajiban dalam hubungannya dengan pemerintah. Kewajiban kita membayar pajak, menjadi warga yang patuh, sedangkan hak kita dari pemerintah adalah mendapat perlindungan, kesejahteraan, dan sebagainya. “Hubungan kita dengan Tuhan tidak terdapat hak. Kalau Tuhan memberi, itu adalah anugerah. Bukan karena kita berhak mendapatkan. Di hadapan Tuhan kita tidak punya hak. Kenapa? Karena orang yang punya hak, dia mempunyai saham disitu. Terdapat kehidupan, bahkan terhadap diri kita, kita tidak mempunyai hak, tidak mempunyai saham apa-apa. Sehelai rambutpun kita tidak punya saham. Maka semua yang kita terima, itu bukan karena kita memang berhak menerima, tetapi karena Tuhan cinta kepada kita, maka Tuhan menganugerahi kita.

“Karena Tuhan mencintai dan kita dianugerahi, maka Tuhan baru menuntut timbal balik dari anugerah itu dengan jawaban cinta kita. Dengan perilaku-perilaku yang sesungguhnya tidak menguntungkan Tuhan. Kalau kita disuruh salat bukan karena Tuhan butuh disembah. Tuhan tidak demikian. Salat saja bagi kita, kalau kita pahami sebagai kewajiban maka harus kita tingkatkan bahwa itu adalah kewajiban yang tidak kita maknai seperti kewajiban sekarang yang kita maknai. Itu adalah bentuk pemberian,” tambah Agus, “Kalau manusia merasa terbebani oleh perintah-perintah Tuhan itu karena dia tidak memahami bahasa dan irama cinta dari Tuhan. Tiap hari kita lupa dan kita tidak bisa merasakan, karena kita kadung memiliki pamrih-pamrih dalam hidup.”

Menurut Rizky, Maiyah merubah beragama yang prosedural menjadi beragama yang substansial. Merubah cara pandang. Kewajiban beribadah yang sebelumnya menjadi beban, tetapi dibalik menjadi sebuah cinta kasih. Kewajiban yang paling asasi dari manusia adalah ketika manusia ikut mengagumi masterpiece ciptaan Tuhan. Sedangkan yang terjadi saat ini adalah, manusia justru menghina-hinakan dirinya sendiri dan ikut-ikutan menjadi Iblis untuk tidak ikut mengagumi manusia, masterpiece-Nya.

Tepat pukul 02.00 WIB dini hari, Juguran Syafaat diakhiri dengan nomor lagu Istighfar, dan dilanjutkan bersalaman melingkar semua sedulur.