Kenduri Cinta Sebagai Wahana Berpikir

SUDAH 18 Tahun Kenduri cinta menemani jamaah di sudut ibu kota setiap bulan minggu ke dua. Dari begitu banyak edisi Kenduri Cinta yang saya ikuti banyak sekali ilmu dan materi yang sudah disampaikan, Sayangnya otak ini terbatas jadi tidak semua bisa saya ingat detil satu-persatu.

Salah satu yang saya masih dan selalu ingat adalah materi yang disampaikann oleh Gus Sabrang pada satu malam. Jadi malam itu Gus Sabrang cerita soal gajah, kurang lebih ceritanya begini. Ada seekor gajah yang dari kecil kakinya diikat pake tali, terus ujung tali satunya lagi diiketkan ke satu tiang pancang. Panjang talinya kurang lebih. Untuk ukuran gajah kecil tali tersebut cukup untuk membatasi gerak langkahnya.

Bertahun-tahun gajah tersebut diikat, seiring berjalannya waktu akhirnya gajah tersebut tumbuh dewasa. Tali di kaki gajah tadi sekarang tampak kecil dibanding tubuhnya yang semakin besar.  Sebenarnya kalau gajahnya mau, sekali sentak tali tersebut pasti putus. Namun apa yang dialami si gajah selama ini sudah membelenggu pikirannya sehingga gajah tersebut tidak pernah kepikiran untuk mencoba memutuskan tali tersebut.

Saya tertarik bukan cuma diceritanya, tapi juga cara Gus Sabrang menutup cerita ini. Biasanya kan kalau cerita-cerita perumpamaan akan ditutup dengan kesimpulan kalimat bijak. Seperti misalnya, “Maka jangan jadi seperti gajah tersebut jadilah gajah yang paham akan potensi dirinya..” dan seterusnya. Malam itu  Gus Sabrang menutup dengan sebuah pertanyaan, “Maka gajah seperti apakah kita saat ini?”

Gus Sabrang mengakhiri cerita dengan sebuah pertanyaan yang membuat pendengar tergoda mencari jawaban. Proses mencari jawaban itu membuat kita semua berpikir. Malam itu jamaah tidak cuma hanya memetik ilmu tapi sekaligus mengolah. Tak lupa malam itu Gus Sabrang juga mengingatkan kembali mengenai jarak pandang. Dalam kasus gajah tadi kita tidak diajak untuk menjadi gajah yang diikat. Tapi kita diajak mengambil jarak sehingga kita bisa melihat dan membayangkan kita ini “gajah” yang seperti apa?

Dalam setiap Maiyahan, Cak Nun tidak pernah putus kesabarannya dalam membimbing kita untuk berfikir. Beliau sering melempar berbagai pertanyaan ke jamaah dengan pertanyaan demi pertanyaan  yang membuat jamaah berpetualang membedah alam berpikir di kepalanya dalam rangka menemukan jawabannya.

Namun apakah hal itu membuat suasana Maiyahan menjadi kaku dan menegangkan? Justru sebaliknya. Maiyah berhasil menghadirkan suasana yang rileks dan penuh kegembiraan. Karena Maiyah bukanlah sebuah pabrik yang semua berjalan dengan ketentuan-ketentuan yang kaku.  Maiyah itu seperti ladang tempat berkumpulnya para petani atau peladang yang menanam dan merawat tanaman dengan gembira.

Ketika membangun sebuah argumen misalnya, di Maiyah itu ketika argumen disampaikan, yang menjadi fokus adalah bukan mencari siapa yang benar melainkan apa yang benar.  Sementara sekarang ini, di sosial media terutama,  semua orang  seperti berlomba-lomba mengagumi pendapatnya sendiri tanpa memperdulikan pendapat orang lain. Mereka hanya ingin dilihat sebagai pihak paling benar. Sehingga setiap berargumen selalu tegang. Maka, penting sekali untuk menanamkan kesadaran mencari kebenaran bukan mencari siapa yang benar. Agar lebih rileks dan tidak terjerumus ke lembah ke-baper-an.

Kembali ke urusan berpikir. Informasi sekarang  ini deras sekali datang dalam bentuk copy-paste. Yang ujungnya memanipulasi pikiran kita sehingga sering terjebak pada kesalahan-kesalahan logika. Sementara di Maiyah, kita diajak untuk berpikir lebih cling! Berpikir ala matematika, dimana dalam kondisi dan situasi apapun, dibingkai dengan frame apapun, kalau satu ditambah satu akan selalu menghasilkan jumlah yang sama yaitu dua.

Saya mengibaratkan, Maiyahan seperti Kenduri Cinta ini menjadi sebuah lahan yang besar tempat kita bisa menanam buah-buah pikiran yang segar, sehat dan terjaga. Di tengah keruwetan berpikir dan penjungkirbalikan logika yang berkembang di lingkungan sosial saat ini. Maiyah hadir sebagai  sebuah wahana yang siap menyambut siapa saja untuk berkunjung dan dan menumbuhkan buah pikirannya dengan gembira.

Sekarang ini Kenduri Cinta sebagai salah satu ladang Maiyah telah berjalan selama 18 Tahun, pertanyaannya bagaimana kondisi buah pikiran yang kita tanam sampai saat ini?