Kardus-Kardus Kencleng

“Kencleng… Kencleng… Kencleng…”

“Kencleng… Kencleng… Kencleng…”

KENCLENG. DI TENGAH-TENGAH forum berlangsung, ketika sebuah kelompok kesenian menampilkan karya seni mereka di Kenduri Cinta, tampak beberapa orang berjalan di tengah kerumunan Jamaah Maiyah Kenduri Cinta. Sebut saja kami “Pasukan Kencleng”, kalau “Densus Kencleng”, terlalu lebay, ndak enak, hahaha…. Sejumlah 5-7 orang, kami muncul ketika jeda, sembari membawa kardus. Ya hanya bermodal kardus senjata kami, ditambah mental keberanian dan percaya diri. Meski tak jarang kardus-kardus tersebut dibeli dari dompet penggiat sendiri.

Kencleng yang dimaksud adalah menarik “bantingan” dari jamaah. Bentuknya bisa uang, rokok, terkadang makanan. Kok “bantingan” segala? Katanya Maiyahan itu gratis? Mungkin itu yang sering terbesit dalam hati jamaah. Lho, memangnya tenda, sound system, level (panggung rendah), baliho itu datang dari langit?

Kenduri Cinta merupakan forum swadaya, tidak memiliki sponsor, apalagi donatur konglomerat ternama. Sebuah pemandangan yang aneh, mendapati sebuah forum di pusat Jakarta, namun dilangsungkan secara swadaya, mandiri, tanpa harus bergantung pada pembiayaan sponsor. Dan memang beginilah Kenduri Cinta juga pada forum-foroum Maiyahan di kota-kota lainnya.

Tak penting apakah jamaah berikan atau tidak ketika kami menarik kencleng, tapi rasa memiliki terhadap Kenduri Cinta-lah yang ingin kami bangun bersama. Karena jika rasa memiliki tidak ada, kita tidak akan ikut menjaga dan merawat forum Kenduri Cinta ini. Dari hasil kencleng inilah kemudian digunakan untuk membiayai tenda, level, sound system, mencetak baliho dan segala kebutuhan teknis lainnya di Kenduri Cinta.

Sekilas memang terlihat mudah, hanya berkeliling di kerumunan jamaah, membawa kardus. Faktanya tidak semudah yang dibayangkan, butuh nyali yang tak mudah juga, tapi itu bukan suatu alasan untuk tidak melakukannya. Karena ini sudah menjadi komitmen kami, masing-masing penggiat memiliki kesadaran untuk mengambil peran di Kenduri Cinta. Di Forum Reboan terakhir menjelang pelaksanaan Kenduri Cinta, tugas masing-masing penggiat ditentukan. Seluruh penggiat mendapatkan tugas sesuai dengan kapasitasnya.

Rasa gugup, malu, dan jengkel terkadang kami rasakan, kenapa? Karena kami harus menghadapi ribuan jamaah yang memadati pelataran Taman Ismail Marzuki. Jamaah yang mempunyai perilaku yang berbeda ketika kami datangi. Ada yang langsung menaruh uang sebelum kami bergeser. Ada yang kesusahan mengambil uang. Ada yang hendak ngambil uang namun ndak jadi. Hahaha… Begitulah dinamika yang kami alami ketika menarik kencleng. Dan semua perasaan itu terbayar lunas dengan lancarnya keberlangsungan forum Kenduri Cinta setiap bulannya. Kami melakukannya dengan perasaan bahagia.

Di tengah-tengah penampilan sebuah kelompok musik, kami biasanya mulai berpencar. Terkadang kami bingung ketika tiba-tiba grup musik tersebut membawakan sholawatan setelah lagu pertama mereka lantunkan, atau juga ketika tiba-tiba Mbah Nun menyela, mewancarai grup musik dan membahas lagu yang dibawakan. “Modyar iki”, itu yang terbesit dalam hati kami.

Tidak mungkin kami meneruskan keliling apabila sholawat berlangsung atau Mbah Nun sedang berbicara, 2 hal itu yang mampu menghentikan langkah kami, sementara kami sudah terjebak di tengah-tengah jamaah. Pilihannya hanya satu, nyempil duduk bersama jamaah, hingga kemudian grup musik kembali memainkan lagu, dan kami pun kembali melanjutkan berjalan berkeliling menarik kencleng. Dan apesnya lagi, terkadang kami dikira tukang kebersihan, sampah dimasukkan dengan tenang kedalam kardus yang kami putarkan. Hahaha… Nyenengke tenan. Dan yang paling nikmat ketika menginjak puntung rokok. Kok bisa? Karena ketika bertugas kami tidak menggunakan alas kaki, nyeker. Karena bila menggunakan sandal maupun sepatu, itu tidak sopan menurut kami.

Sering juga kami menumpahkan minuman, menginjak kaki, menendang punggung atau nyenggol kepala. Kami hanya bisa mengucapkan “Maaf ya Mas… Maaf ya Mbak… Maaf ya Bu…” ini bukan suatu kesengajaan. Karena susahnya untuk bergerak, saking padatnya jamaah di Kenduri Cinta.

Setelah kencleng, kami berkumpul di Teras Galeri Cipta II, untuk menghitung hasil kencleng sembari berbagi cerita ketika menarik kencleng. Banyak hal yang lucu, yang membuat kami bisa tertawa lepas. Terkadang dalam kardus kencleng kami menemukan kartu parkir, bahkan bon belanjaan, sampah-sampah, juga beberapa mata uang asing ikut nyangkut disana. Jumlahnya selalu tak tentu setiap bulannya. Bisa berlebih, juga tak jarang nombok. Ya untuk keperluan selama Kenduri Cinta berlangsung tadi.

Dari sini kami menemukan kebahagian itu, berbagi pengalaman sesama “Pasukan Kencleng”. Mungkin hanya ini yang bisa kami berikan kepada Kenduri Cinta. Kami teringat salah satu sahabat di Kenduri Cinta pernah berkata “Apa yang kamu berikan kepada Kenduri Cinta, setalah kamu mendapat banyak hal dari sini?”. Ini yang akan kami pegang dalam mejalankan tugas. Kami menyadari, bahwa memang harus ada peran yang diambil.

Kebahagiaan bagi kami adalah ketika melihat jamaah datang di Kenduri Cinta, duduk menyimak, sinau bareng, terkadang mereka tertawa, meskipun juga mereka tetap serius menyimak apa yang disampaikan oleh Mbah Nun, Syeikh Kamba, Ust. Noorshofa maupun narasumber lainnya.