Jangkar Waktu Kenduri Cinta 2017

PERJALANAN SATU Tahun selalu menjadi salah satu milestone perjalanan sebuah Komunitas. Tercatat 52 forum Reboan terlaksanan di Kenduri Cinta tahun ini. Forum yang menjadi “tungku api” Dapoer Kenduri Cinta ini rutin terlaksana setiap minggunya di hari Rabu. Di forum Reboan inilah berbagai isu-isu terkini didiskusikan, ada sebagian hasil diskusi yang kemudian menjadi pemantik tema Kenduri Cinta sepanjang tahun 2017, ada juga yang hanya sekadar menjadi bahan obrolan di forum Reboan saja.

Sebagai sebuah Komunitas yang berlokasi di Ibukota, menjadikan Kenduri Cinta tidak mungkin menghindar dari isu-isu nasional yang berkembang di masyarakat. Seperti yang kita ketahui bersama, suhu politik Jakarta di akhir 2016 lalu sangatlah tinggi dan memanas, berbagai gerakan massa yang menggerakkan ribuan, ratusan ribu bahkan jutaan orang turun ke jalan menjadi salah satu peristiwa yang saat itu dibicarakan oleh banyak orang.

Di akhir tahun 2016 bahkan Cak Nun merilis 9 Tajuk (dari 10 Tajuk) untuk merespons peristiwa-peristiwa yang terjadi saat itu. Tajuk ke 10 yang dirilis pada 18 Januari 2017 menjadi sebuah pedoman dan pijakan awal tahun bagi Jamaah Maiyah sendiri pada umumnya, dan bagi Kenduri Cinta pada khususnya. Jika kita membaca kembali Tajuk ke 10 itu yang berjudul “Bangsa Yatim Piatu” kemudian kita memutar balik peristiwa dalam satu tahun terakhir, kita akan melihat betapa apa yang sudah dituliskan oleh Cak Nun dalam Tajuk tersebut benar-benar kita alami selama satu tahun terakhir ini.

Tentu saja Tajuk “Bangsa Yatim Piatu” tersebut bukanlah sebuah daftar peristwa yang akan terjadi selama 2017 yang kemudian diprediksi oleh Cak Nun. Kita tentu sangat memahami betapa kegelisahan Cak Nun seringkali dituangkan oleh beliau dalam bentuk tulisan, melalui “Bangsa Yatim Piatu” tersebut, Cak Nun sepertinya memang hendak memberikan “sangu” kepada kita Jamaah Maiyah khususnya agar tidak kaget menyongsong tahun 2017.

“Salah satu latihan kita di Maiyah ini adalah mencari keseimbangan berfikir, keseimbangan mental, keseimbangan hidup. Di Maiyah bukan ilmunya apa yang terpenting, tetapi anda berlatih berjam-jam di Maiyah untuk seimbang, to be in balance of our life.”
Emha Ainun Nadjib – Kenduri Cinta edisi Januari 2017

“Saya tidak mau Maiyahan kalau tidak ada Allah”, ungkap Cak Nun saat itu. Seringkali pesan-pesan yang sangat tajam seperti ini disampaikan oleh Cak Nun di awal tahun. Jika kita melihat sejenak di awal tahun 2016, Wirid Tahukah menjadi pijakan yang begitu kuat bagi Jamaah Maiyah untuk memasuki tahun 2016. Di Maiyah, Cak Nun berkali-kali mewanti-wanti bahwa pijakan Tauhid itu sudah mutlak, tidak bisa diganggu gugat. Allah dan Rasulullah menjadi pihak utama dalam konsep segitiga cinta yang sejak lama diperkenalkan oleh Cak Nun di Maiyah.

Isu Nasionalis-Tidak Nasionalis, Islamis-Tidak Islamis, Bhinneka-Non Bhinneka begitu membahana sepanjang akhir tahun 2016 dan awal tahun 2017. Puncaknya, pada perhelatan PILKADA Jakarta yang dilaksanakan 2 tahap. Seluruh mata tertuju pada pesta politik Ibukota. Dengan segala dinamika yang kita saksikan bersama, disitulah energi mayoritas rakyat Indonesia terbuang di awal tahun 2017 ini.

“Salah satu latihan kita di Maiyah adalah Keseimbangan Berpikir, Keseimbangan Mental dan Keseimbangan Hidup”, Cak Nun berpesan saat itu. Bahwa sebenarnya yang kita rasakan di Maiyah bukanlah sebuah peristiwa yang aneh. Karena pada dasarnya memang di Maiyah kita semakin terlatih untuk lebih seimbang dalam menjalani kehidupan ini. Mungkin ada saatnya kita terlalu berat pada salah satu pihak, namun itu tidak terjadi terlalu lama. Dengan segera kita akan dapat menemukan titik keseimbangan dimana kita seharusnya berdiri.

“Hidup itu bukan tentang permasalahan yang anda hadapi, tetapi hidup adalah tentang bagaimana anda menyikapi persoalan yang anda hadapi”
Emha Ainun Nadjib – Kenduri Cinta edisi Februari 2017

Surat Ali Imron ayat 31 kembali ditadabburi oleh Cak Nun. Mungkin bagi Jamaah Maiyah yang sudah lama akan merasa bosan dengan penjelasan Cak Nun dalam surat Ali Imron 31 ini, tetapi memang pada hakikatnya Surat Ali Imron ini juga merupakan salah satu kunci selamatnya manusia hidup di dunia hingga kelak menghadap Allah. Manusia tidak mungkin melepaskan diri dari peran dan kehadiran Allah bersama Rasulullah dalam setiap sendi kehidupannya. Disitulah kunci utama selamatnya manusia.

Di bulan Februari  (Fundamentalisme Khandaq) kita belajar bersama dari Perang Khandaq, dimana situasi Ummat Islam di Indonesia saat ini hampir mirip situasinya dengan apa yang dialami dengan Ummat Islam ketika mengalami Perang Khandaq. Secara massif dan terstruktur, Ummat Islam di Indonesia bahkan di seluruh dunia dibikin untuk berbenturan satu sama lain, di wilayah internalnya sendiri bahkan Ummat Islam dikondisikan untuk saling berseberangan.

Kenapa Kenduri Cinta mengangkat peristiwa Perang Khandaq, karena dalam peristiwa tersebut benar-benar terjadi penyusupan pengkhianat kedalam pasukan Ummat Islam sehingga strategi Khandaq sempat bocor dan diketahui oleh pihak musuh. Dan inilah yang dirasakan oleh Ummat Islam dan Bangsa Indonesia saat ini. Kita sama-sama tidak menyadari bahwa ada penyusup didalam Kapal Besar NKRI ini yang secara diam-diam memberikan informasi rahasia internal untuk kemudian diberikan kepada pihak musuh. Kita tidak sadar akan adanya penyusupan itu, bahkan kita merasa banga dengan adanya penyusup di Kapal kita sendiri, karena kita gagal mengidentifikasi mana penyusup dan mana pasukan.

“Yang terpenting adalah Akhlaqnya atau Identitasnya?”, sebuah pertanyaan pancingan yang dilemparkan oleh Cak Nun di Kenduri Cinta saat itu. Mayoritas Jamaah saat itu menjawab “Akhlaqnya!”. Tidak terbantahkan, bahwa sebenarnya seluruh masyarakat pun mengetahui bahwa perilaku seseorang adalah hal yang sangat penting untuk menjadi bahan pertimbangan menilai seseorang baik atau tidak. Belajar dari Peristiwa Khandaq, Cak Nun pun menegaskan bahwa musuh Ummat Islam saat ini adalah dirinya sendiri, bukan orang lain, bukan pihak lain. Karena Ummat Islam sendiri yang berlaku kafir, fasiq, dzalim, munafik bahkan musyrik. Ummat Islam sendiri yang tidak benar-benar berpedoman pada Tauhid yang mutlak dan hakiki, sehingga masih mudah terbuai oleh apa-apa yang sifatnya sementara.

“Allah tampil dimana-mana, Allah tampil di ekspresi wajahmu, Allah tampil di sorot matamu, Allah tampil di perilaku sosial manusia. Kalau anda tidak bisa menemukan Allah, anda melanggar kontrak, karena kontrak anda adalah bercinta dengan Allah”
Emha Ainun Nadjib – Kenduri Cinta edisi Maret 2017

Namun demikian, Cak Nun selalu menanamkan rasa optimisme kepada seluruh Jamaah Maiyah yang hadir di setiap Maiyahan. Bahwa di Maiyah inilah kita bersama-sama lahir kembali menjadi sebuah generasi yang baru. Maiyah secara sadar diri tidak pernah merasa mampu untuk menyelesaikan seluruh persoalan yang terjadi dan yang dihadapi oleh Ummat Islam dan Bangsa Indonesia ini. Tetapi Maiyah terus menerus berikhtiar dan berijtihad untuk berproses, menemukan kembali kesejatian bagaimana seharusnya manusia itu berlaku.

Salah satu fenomena yang menjadi perhatian adalah begitu banyaknya orang ingin berfoto bersama Cak Nun, juga ketika Maiyahan berebut bersalaman dengan Cak Nun, dengan segala macam varian yang semakin beragam; ada yang minta diusap kepalanya, ada yang minta di-suwuk air mineralnya, ada yang minta dipeluk, ada yang mencium kaki Cak Nun, yang lebih ekstrim ada yang minta ditampar oleh Cak Nun, atau yang sedikit usil minta dibakarkan rokoknya oleh Cak Nun.

Apa sebenarnya yang menjadi referensi mereka melakukan itu? Apa latar belakang mereka semua melakukan itu? Cak Nun sendiri sudah hampir dua dekade tidak tampil di media massa, baik cetak maupun elektronik. Acara Maiyahan yang secara rutin berlangsung di berbagai kota, sama sekali tidak membuat media massa tertarik untuk meliputnya apalagi menayangkannya. Kenduri Cinta ini bahkan, secara letak geografis dilaksanakan di lokasi yang sangat strategis, berada di pusat kota, tidak jauh dari pusat Pemerintahan Jakarta dan Indonesia. Dengan segala kemudahan akses yang ada, tidak satupun media massa yang berminat untuk memberitakannya. Lantas, darimana mereka memiliki referensi untuk mencium tangan Cak Nun dan minta didoakan oleh Cak Nun?

“Saya tidak mengukur besar atau kecil. Saya tidak mengukur akan mampu apa atau tidak mampu apa. Saya hanya mengukur anda ridhlo kepada apa yang Allah suruh untuk anda lakukan”
Emha Ainun Nadjib – Kenduri Cinta edisi April 2017

Jika terjadi di wilayah Jawa Timur misalnya, bukan hal yang aneh. Kultur masyarakat di Jawa Timur adalah kultur masyarakat Pesantren. Maiyahan Cak Nun dan KiaiKanjeng juga mayoritas jadwalnya di sekitaran Jawa Timur, maka tidak mengherankan jika peristiwa mencium tangan Cak Nun ketika bersalaman usai Maiyahan terjadi di Jawa Timur, begitu juga di Jawa Tengah. Tetapi di Jakarta, tentu hal yang sangat aneh. Di awal-awal Kenduri Cinta dulu bahkan, situasi Jamaah Maiyah di Jakarta belum seramai sekarang, sehingga setelah acara Kenduri Cinta, Cak Nun masih sempat duduk-duduk di panggung, sekadar ngopi dan ngerokok bersama beberapa Penggiat dan Jamaah yang masih bertahan di lokasi. Sekarang, hal tersebut mustahil dilakukan. Bahkan saat Cak Nun baru memasuki area Taman Ismail Marzuki pun, Jamaah sudah berebut mengejar Cak Nun untuk bersalaman.

Satu ketika Cak Nun pun perlu menjelaskan kepada Jamaah bahwa peristiwa-peristiwa seperti itu agar kita anggap sebagai peristiwa kemesraan dan cinta. Cak Nun bahkan berkali-kali mengingatkan agar jangan sampai ada yang mengkultuskan. Berkali-kali pula ditekankan oleh Cak Nun bahwa di Maiyah posisi Allah dan Rasulullah tidak boleh digantikan oleh siapapun. Allah dan Rasulullah adalah factor utama kenapa kita harus berkumpul dan belajar bersama di Maiyah. Maka, apapun yang dilakukan oleh Jamaah Maiyah kepada Cak Nun pada hakikatnya tidak lebih dari sekadar ungkapan cinta antara murid dengan gurunya.

“Hanya orang modern yang lemah yang mengkultuskan seseorang. Di Maiyah tidak ada pengkultusan, di Maiyah tidak ada pendewaan, di Maiyah tidak ada pentuhanan. Dan anda bukan orang lemah yang mudah mengkultuskan”, Cak Nun dengan tegas memperingatkan kepada Jamaah pada Kenduri Cinta edisi Maret 2017.

Ribuan orang bertemu dengan Cak Nun pada setiap Maiyahan, sepanjang 2017 ini generasi Milenial yang datang ke Maiyahan semakin bertambah. Tentu saja hal ini menarik. Generasi Milenial yang saat ini lebih akrab dengan teknologi, trend fashion, konser musik dan lain sebagainya ternyata tidak sedikit pula dari mereka yang “kesasar” datang ke Maiyahan. Mungkin bagi mereka, generasi Milenial yang tidak datang ke Maiyahan maka itu bukan Kidz Zaman Now.

Sejalan dengan itu, di setiap Simpul Maiyah terbangun sistem regenerasi yang mulai tertata dengan rapi. Dan generasi Milenial mewarnai regenarasi tersebut. Tentu saja ini meurpakan sebuah berkah yang lain di Maiyah. Apa yang ditanam oleh Cak Nun selama bertahun-tahun di Maiyah dalam rangka menumbuhkan optimisme masa depan Indonesia mulai berbuah. Anak-anak muda yang menjadi motor Simpul Maiyah saat ini jumlahnya semakin banyak.

“Manusia menghabiskan waktunya untuk mempertengkarkan kebenarannya. Apa betul hidup itu untuk mempertengkarkan kebenaran? Apa betul hidup itu untuk mempertandingkan kebenaran?”
Emha Ainun Nadjib – Kenduri Cinta edisi Mei 2017

Cak Nun pun mengungkapkan rasa optimis terhadap masa depan Bangsa Indonesia melihat anak-anak muda yang begitu bersemangat mewarnai Maiyah hari ini. Mungkin kondisi Indonesia hari ini jauh dari predikat kondusif, tetapi melihat anak-anak muda yang begitu bergelora, bersemangat untuk belajar banyak hal di Maiyah, Cak Nun mengungkapkan optimism masa depan Indonesia.

Khasanah Maiyah yang muncul di tahun 2017 ini pun semakin beragam, ada sebagian khasanah yang berasal dari tema-tema lama Maiyah di tahun-tahun sebelumnya yang kemudian dipertajam di tahun 2017 ini. Begitulah mekanisme Tadabbur berlaku di Maiyah. Sejak awal, Cak Nun memang menghendaki bahwa apa yang seharusnya kita lakukan di Maiyah adalah proses Tadabbur bukan Tafsir. Dengan proses Tadabbur, maka yang menjadi fokus utama kita adalah hasil dari Tadabbur apakah itu baik untuk orang lain, apakah bermanfaat untuk orang lain atau tidak?

Tema-tema Politik, Kebudayaan, Agama, Musik, Pendidikan begitu banyak ragamnya kita dapatkan sepanjang 2017 ini. Bersyukur sekali Jamaah Maiyah Kenduri Cinta juga sering ditemani oleh Marja’ Maiyah yang lain; Syeikh Nursamad Kamba. Yang tentu saja semakin memberikan warna dan memperluas wawasan keilmuan kita semua.

Suasana yang terbangun di setiap Maiyahan, tidak terkecuali di Kenduri Cinta adalah suasana untuk terus menghidupkan semangat belajar. Kita semakin terlatih untuk menyadari bahwa ada lebih banyak hal yang tidak kita ketahui. Dan ketidaktahuan akan banyak hal adalah hal yang harus sangat kita syukuri. Tidak bisa kita bayangkan seandainya kita mengetahui semua hal yang ada. Bisa saja kita mati konyol atas semua hal yang kita ketahui. Kita bersyukur atas keterbatasan daya penglihatan mata kita. Kita bersyukur karena telinga kita juga terbatas jarak pendengarannya. Kita sangat bersykur karena kita tidak mampu membaca isi hati dan pikiran orang lain. Entah apa jadinya seandainya semua itu tidak ada batasnya. “Alhamdulillah kita banyak ketidaktahuan”, ungkap Cak Nun di Kenduri Cinta edisi April 2017.

“Kenikmatan tidak terletak di dalam dendam dan permusuhan, tetapi kenikmatan terletak di dalam permaafan dan kearifan”
Emha Ainun Nadjib – Kenduri Cinta edisi Juni 2017

Dengan kesadaran bersyukur atas ketidaktahuan ini kita semua menikmati proses untuk berjuang. Kita menghindar dari pusaran angin yang menggiring kita untuk fokus terhadap hasil. Padahal, Allah tidak pernah menagih kepada kita atas hasil yang kita perjuangkan. Yang diminta oleh Allah adalah bagaimana kita berproses, bagaimana kita berjuang mewujudkan hasil yang kita harapkan. Satu terminologi yang juga muncul di Maiyah di tahun 2017 ini adalah; nandur, poso, sedekah. (Menanam, puasa dan sedekah).

Tak ada seorang petani pun yang mampu memastikan bahwa apa yang ia tanam akan panen. Tidak ada satupun pedagang di Pasar yang mampu memastikan berapa banyak dagangan yang akan laku setiap ia membuka lapak dagangannya. Tidak satupun sopir taksi mampu memastikan berapa jumlah penumpang yang ia antarkan setia harinya. Pada hakikatnya, kita semua hidup dalam keghaiban. Kita tidak akan pernah bisa memastikan apa yang akan kita alami, bahkan untuk satu detik di depan mata kita, kita sama sekali tidak mengetahuinya. Mungkin inilah yang dimaksud oleh Cak Nun dalam Puisi “Tuhan Aku Berguru Kepadamu”. Ada salah satu bait yang berbunyi; kelemahan menyimpan berlipat kekuatan, buta mata menganugerahi penglihatan.

Di tahun 2017 ini pula, Kenduri Cinta berusia 17 tahun. 17 tahun bukan perjalanan yang sebentar, dan perjalanan 17 tahun ini adalah bukti bahwa forum ini dijalankan secara istiqomah oleh orang-orang yang penuh komitmen. Kenduri Cinta adalah sebuah Forum labiratorium Ilmu yang tidak menjanjikan apa-apa kepada setiap orang yang hadir. Yang dijaga oleh masing-masing Orang di Kenduri Cinta adalah komitmen satu sama lain untuk bersama-sama menjaga agar Forum ini berlangsung setiap bulannya.

Terasa spesial karena dalam euforia 17 tahun Kenduri Cinta tahun ini, Cak Nun hadir bersama Mbak Via dan KiaiKanjeng. DI Bulan Ramadhan, kita bersama-sama bergembira mengungkapkan rasa syukur melewati proses perjalanan 17 tahun di Taman Ismail Marzuki. Tentu saja dengan satu harapan besar bahwa Forum ini akan semakin berkembang dan terus berlangsung di tahun-tahun selanjutnya.

Karena salah satu buah dari rasa cinta adalah kerinduan. Kehadiran KiaiKanjeng di Kenduri Cinta edisi Juni 2017 silam adalah obat rindu setelah satu setengah tahun lamanya Jamaah Maiyah di Jakarta memendam kerinduan bertemu dengan KiaiKanjeng. Sweet seventeen Kenduri Cinta tahun ini kiranya tidak bisa dilewatkan begitu saja, sehingga perayaan ulang tahun ke-17 pun diselenggarakan dalam suasana yang meriah.

“Maiyah berkumpul dengan ikatan tali-tali nilai. Tugas manusia hanya melakukan apa yang diperintahkan Allah.”
Emha Ainun Nadjib – Kenduri Cinta edisi Juli 2017

Satu hal yang juga tidak boleh kita lupakan adalah bahwa sepanjang tahun 2017 ini Cak Nun sangat berkomitmen dengan kita Jamaah Maiyah Kenduri Cinta. Sepanjang 2017 Cak Nun selalu hadir di Kenduri Cinta. Tentu saja ini bukan hal yang remeh. Ada nilai komitmen yang terbangun sangat kuat di Kenduri Cinta. Setiap Penggiat Kenduri Cinta aktif hadir di Forum Reboan yang dilaksanakan setiap Rabu Malam di Teras Galeri Cipta II Taman Ismail Marzuki.

Dalam forum tersebut, banyak hal didiskusikan, sudah pasti salah satu hal yang dibicarakan adalah bagaimana mempersiapkan forum bulanan Kenduri Cinta terlaksana. Apa yang kita temui setiap Jum’at kedua setiap bulannya bukanlah hal yang tiba-tiba tersaji begitu saja. Ada orang-orang yang penuh komitmen untuk menjaga itu semua.

Menjaga komitmen agar tetap tumbuh, penggiat Kenduri Cinta boleh berganti, tetapi Organisme di Kenduri Cinta tidak boleh hilang. Siapapun saja yang melibatkan diri di dapur Kenduri Cinta, mereka adalah orang-orang yang penuh komitmen dan berdedikasi tinggi untuk berproses bersama, bergembira bersama, melewati dinamika proses perjalanan panjang dan membutuhkan energi yang tidak sedikit. Tidak mungkin membandingkan pengorbanan dan komitmen antara satu dengan yang lainnya, karena semua saling melengkapi satu dengan yang lainnya.

Gayung bersambut. Cak Nun pun sangat bergembira melihat geliat para Penggiat Kenduri Cinta istiqomah mengelola Forum Kenduri Cinta. Apa yang bisa Cak Nun balas atas komitmen itu semua selain dengan beliau juga berkomitmen untuk hadir di setiap Kenduri Cinta dilaksanakan. Sementara kita semua mengetahui begitu padatnya jadwal beliau harus memenuhi undangan di berbagai tempat bersama KiaiKanjeng. Dan yang juga tidak boleh kita lupakan, sejak Ramadhan tahun ini, hampir setiap Subuh kita disuguhi tulisan-tulisan Cak Nun yang masih segar, fresh from the oven, yang belum pernah dipublikasikan atau dibukukan. Betapa bersyukurnya kita sepanjang 2017 ini bergembira bersama di Maiyah dengan sekian warna yang menghiasi perjalanan satu tahun ini.

Di usia yang semakin senja, Cak Nun justru semakin produktif. Dalam satu tahun 2017 ini saja, jika seluruh tulisan-tulisan Cak Nun dikumpulkan kemudian dibukukan, maka akan terbit setidaknya 5 jilid buku. Betapa bersyukurnya kita sebagai Jamaah Maiyah hari ini. Di tengah derasnya arus informasi yang semakin tidak karuan, kita memiliki sumber mata air ilmu yang terus mengalir. Pendaran khasanah ilmu Maiyah seakan tidak berhenti.

Ada banyak isu-isu yang cukup booming sepanjang tahun 2017 di panggung nasional. Diantaranya adalah isu Khilafah dan Kebhinnekaan. Salah satu yang dilakukan oleh Cak Nun di Maiyah adalah bagaimana membawa Jamaah Maiyah mengarungi samudera ilmu untuk merespons zaman. Ketika public disibukkan dengan term-term yang popular sepanjang tahun 2017 ini, Cak Nun pun mengajak kita semua untuk melihat dan memahami itu semua melalui perspektif Maiyah.

Khilafah misalnya. Cak Nun menjelaskan di berbagai forum Maiyahan bahwa Khilafah adalah sebuah benih yang bisa ditanam dimana saja. Jika kita berbicara Negara misalnya, Khilafah juga bisa ditanam di sebuah Negara. Cak Nun menjelaskan bahwa Khilafah bisa saja berbentuk Negara, Kerajaan, Kesultanan, Negara Federal, Perdikan dan lain sebagainya. Bahkan, di wilayah yang kecil sekalipun, Khilafah bisa ditanam.

“Maiyah bukan sedang meneruskan generasi yang ada, melainkan sedang melahirkan generasi baru.”
Emha Ainun Nadjib – Kenduri Cinta edisi Agustus 2017

Apa yang kita rasakan di setiap Maiyahan? Kita semua merasa aman. Aman harta kita, aman nyawa kita dana man martabat kita. Bukankah itu pula yang dahulu diaplikasikan oleh Rasulullah saw ketika membangun sebuah kumpulan masyarakat. Memastikan keamanan harta, nyawa dan martabat setiap orang. Dan inilah Khilafah. Sudah sejak lama Cak Nun memperkanalkan pula evolusi manusia. Insan-Abdullah-Khalifatullah. Di Tahun  2017 ini pula Cak Nun kembali menjelaskan bahkan semakin tajam penjelasannya di berbagai forum-forum Maiyahan. Tidak terkecuali di Kenduri Cinta.

Ketika menggema isu Kebhinnekaan, Cak Nun pun secara khusus menulis di beberapa tulisan untuk menjelaskan tema ini. Yang kemudian juga dibahas di dalam satu sesi pada setiap Maiyahan berlangsung. Apa yang dilakukan oleh Cak Nun merupakan sebuah proses memperluas wawasan setiap orang yang bersinggungan dengan Maiyah. Apa yang ditawarkan oleh Maiyah bukanlah sebuah doktrin, bukan sebuah fatwa. Tetapi, siapapun yang bersinggungan dan melibatkan diri di Maiyah, secara sadar akan terlatih untuk berpikir seimbang.

Pendidikan adalah asistensi untuk kembali menemukan dirimu.
Emha Ainun Nadjib – Kenduri Cinta edisi September 2017

Forum Maiyahan dan juga Kenduri Cinta adalah bukti nyata bahwa Kebhinnekaan itu mampu terwujud. Setiap orang datang ke Kenduri Cinta dengan latar belakang yang berbeda-beda, baik suku, agama, ras, pendidikan, profesi hingga usia. Semua datang, duduk bersama, menekun berjam-jam bukan dalam rangka untuk merasa yang paling baik dan paling benar. Melainkan membangun kesadaran bersama bahwa kita semua adalah manusia-manusia yang ingin selalu menjadi yang lebih baik dari sebelumnya. Setiap manusia melewati proosesnya masing-masing atas pengalamannya masing-masing. Setiap perjalanan manusia memiliki garis akhir yang berbeda-beda.

Sepanjang 2017 ini pun beragam nuansa yang kita rasakan bersama di Kenduri Cinta. Ada masa dimana Kenduri Cinta memiliki porsi dimana Cak Nun secara serius meminta jamaah untuk benar-benar fokus menyimak dari awal hingga akhir ketika membahas sebuah persoalan. Ada masa dimana juga Kenduri Cinta menyajikan suasana yang “hari raya”, ketika event 17 tahun Kenduri Cinta salah satunya, hadirnya Cak Nun bersama Mbak Via dan KiaiKanjeng merupakan “hari raya” yang sudah lama kita semua menantikannya. Dan puncak perjalanan 2017 di Kenduri Cinta bulan lalu, Kiai Muzammil hadir untuk mengajak seluruh jamaah bersholawat bersama-sama.

Kehadiran Narasumber di Kenduri Cinta pun semakin beragam. Selain dari Marja’ Maiyah; Cak Nun dan Syeikh Nursamad Kamba, tahun ini kita belajar banyak hal dari Prof. Anne Rasmussen, Mas Ian L. Bets, Pakde Mus, Ust. Noorshofa Thohir, Sabrang, Beben Jazz dll. Beberapa penggiat Kenduri Cinta pun mampu membuktikan bahwa mereka memiliki kapasitas untuk menjelaskan banyak hal di Forum; Bang Mathar, Adi Pudjo, Ali Hasbullah dan yang lainnya secara bergantian turut mewarnai khasanah ilmu di Kenduri Cinta. Bahkan dari KiaiKanjeng sekalipun kita belajar banyak hal. Keterlibatan musisi, seniman, kelompok hadroh dan semua yang tampil di Kenduri Cinta merupakan wujud nyata betapa bersyukurnya kita atas anugerah Maiyah di Ibukota ini.

“Syarat agar kita mampu menerima hidayah dari Allah adalah dengan meningkatkan kepekaan akal, dengan keseimbangan berpikir.”
Emha Ainun Nadjib – Kenduri Cinta edisi Oktober 2017

Maiyah zaman now diwarnai dengan semakin banyaknya generasi milenial yang hadir di setiap forum Maiyahan. Tidak hanya di Kenduri Cinta, bahkan mesin-mesin penggrak utama forum-forum Maiyahan di berbagai daerah didominasi oleh anak-anak muda yang penuh potensi.

Mereka adalah generasi baru yang senantiasa dibimbing oleh Allah untuk menerima hidayah berupa ilmu-ilmu yang mereka dapatkan di Maiyah. Segala macam ekspertasi yang melatarbelakangi mereka menjadikan warna Maiyah hari ini semakin bercorak.

Yang juga tak kalah menggembirakan adalah pasrtisipasi jamaah yang semakin aktif ketika dibuka kesempatan untuk bebicara merespons apa yang dipaparkan oleh narasumber, atau hanya sekadar bertanya. Mungkin apa yang ditanyakan oleh mereka tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan, tetapi setidaknya di Kenduri Cinta kita semua merasakan kegembiaraan bahwa forum ini adalah milik kita bersama. Kenduri Cinta bukanlah forum milik Cak Nun, bukan milik penggiat, bukan milik jamaah. Tetapi ini adalah forum milik kita bersama. Kita bergembira bersama menjaga keberlangsungan forum ini.

Maiyah adalah sebuah laboratorium ilmu yang sangat unik. Salah satu pedoman di Maiyah dalam setiap forum adalah; Mencari apa yang benar bukan mencari siapa yang benar. Melalui pijakan inilah setiap Jamaah Maiyah menyadari bahwa masing-masing memiliki kedaulatan berpikir yang penuh. Tentu saja dalam bingkai kesadaran Khalifatullah, kesadaran hamba (Abdullah), kesadaran manusia yang senantiasa merasa jauh dari kesempurnaan.

“Guru Peradaban kita adalah Allah dan Rasulullah SAW, karena hidup kita tidak mungkin bisa dilepaskan dari peran Allah.”
Emha Ainun Nadjib – Kenduri Cinta edisi November 2017

Transformasi ilmu yang berlangsung di Kenduri Cinta, juga forum Maiyahan lainnya tidak berlangsung satu arah. Kemandirian berpikir yang dimiliki setiap Jamaah Maiyah benar-benar diwujudkan di Maiyah. Tentu bukan dalam rangka menunjukkan keunggulan apalagi kesombongan diri, justru di laboratorium ilmu inilah masing-masing individu terlatih merendahkan diri satu sama lain, saling menghargai pendapat orang lain. Tidak memaksakan kebenaran yang diyakini untuk juga diyakini orang lain, juga tidak membenci orang lain yang memiliki pandangan yang berbeda dalam menyikapi sebuah persoalan.

Kita akan memasuki dua tahun yang sangat krusial. 2018-2019 adalah tahun politik dan Indonesia akan berada pada momentum yang sangat penting. Menjelang akhir tahun 2017 ini saja, suhu politik sudah cukup tinggi. Gesekan demi gesekan semakin sering tampak di permukaan. Orang semakin tidak bisa menerima perbedaan satu sama lain. Pokoknya, yang tidak sependapat dengan pendapatnya, maka dianggap musuhnya.

Memasuki pintu 2018, hanya ketaqwaan kita kepada Allah lah satu-satunya bekal agar kita tidak mudah terkontaminasi virus-virus peradaban yang semakin beracun dan mematikan. Hanya dengan bekal ketaqwaan kepada Allah lah yang menjadikan kita semakin teguh hati, semakin jernih dalam berpikir, semakin bijaksana dalam mengambil keputusan demi keputusan dalam tahun-tahun mendatang.

Segala keburukan yang terjadi di tahun 2017 ini, hendaknya segera kita buang dan kita lupakan, kita sambut tahun 2018 dengan penuh rasa optimis atas berkah dan rahmat Allah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Hanya Rahman dan Rahim-Nya lah yang akan menyelamatkan kita dalam mengarungi tahun-tahun krusial ini.

Jangan pernah putus asa terhadap kehendak Allah dan jangan pernah tidak percaya kepada keajaiban Allah.”
Emha Ainun Nadjib – Kenduri Cinta edisi Desember 2017