Guk Nuki Atawa Markesot

SERI PATANGPULUHAN EDISI 20

SEBELUM MELANJUTKAN kisah tokoh Markesot, secara singkat akan saya ceritakan siapa sesungguhnya Markesot yang sangat melegenda itu.

Di Jawa Timur panggilan yang paling populer adalah Cak, bukan Mas atau Kang Mas sebagaimana di Jawa Tengah dan Yogya. Orang Sunda terbiasa dengan Akang atau Aa. Panggilan Cak lebih egaliter, tidak memandang strata sosial. Semisal Cak Ruslan (Mantan Gubernur Jawa Timur), Cak Markeso (bukan Cak Markesot), Cak Kandar, Cak Kartolo atau Cak Nur (almarhum).

Nyatanya ada panggilan yang lebih ndeso lagi, kurang populer, bahkan bisa jadi orang Jawa Timur pun banyak yang sudah lupa, yaitu Guk. Panggilan Guk lebih banyak digunakan di desa-desa untuk petani, pangon, tukang ngarit dst.

Tersebutlah nama Guk Nuki sebagai kawan main Guk Nun sejak kecil. Bukan teman sekolah, karena Guk Nuki sendiri tidak tamat sekolah tingkat dasar. Bisa jadi semacam teman “nakal.” Teman mencuri mangga milik tetangga, memindahkan sandal ke tempat tersembunyi sesama kawan di langgar. Atau, mengikat sebutir garam dengan benang lalu dimasukkan ke mulut kawannya yang sedang tidur, jika garam dikecap secara perlahan benang diangkat. Kenakalan yang sungguh mengasyikkan. Sampai kini Guk Nuki dan Guk Nun masih berkawan sangat karib.

Nama aslinya, jika tidak luput, Nuchin. Di usia remaja merantau ke pedalaman hutan Kalimantan. Ia bergaul dengan alam yang ganas dan lingkungan dari berbagai suku. Ia bisa masuk ke suku Melayu, Dayak,Madura dan suku-suku lain yang ada di Kalimantan. Keahliannya merakit ulang mesin yang rusak, dari berbagai jenis kendaraan bermotor dan alat elektronik. Dari kipas angin, radio, televisi, mesin diesel, sepeda motor, mobil dan kapal yang teronggok. Dengan daya kreatif yang mumpuni ia mampu menghidupkan kembali mesin tanpa dengan spare-part baru. Akalnya panjang, dengan peralatan sederhana dan dan seadanya, yakni kanibal mesin-mesin yang dianggap rongsokan, spare-part bekas, sebuah kapal nelayan bisa hidup kembali.

Dikisahkan, dikala tidur di bawah pohon tua di hutan lebat pedalaman Kalimantan, pernah terlibat perkelaian dengan para lelembut penjaga hutan, mengalahkan para jin yang tiba-tiba mengeroyoknya. Sakti mandraguna.

Guk Nuki bicaranya khas, sangat kental dialek jawatimuran. Tanpa tedeng aling-aling dan kasar. Raut mukanya dihiasi kumis dan jenggot tak teratur.

Guk Nuki ini, di kampungnya Menturo, dipanggil sebagai Cak Markesot. Benar, nama Markesot inilah yang menginspirasi Cak Nun diangkat sebagai tulisan berseri di Surabaya Post, medio1980-an sampai awal 1990-an: “Markesot Bertutur.”

Dari cara berpikirnya yang sederhana, menjadi buah-buah pikiran yang sangat filosofis. Cak Nun seolah menemukan sumur ilham bagi “Markesot Bertutur,” tulisan yang hidup, jujur, polos dan sangat bernas.

Berkat tulisan “Markesot Bertutur” ini, sekolah dan lembaga pendidikan “Al Muhammady” di Menturo, Jombang, terus berjalan. Ruang-ruang kelas direnovasi, guru-guru mendapat honor yang layak.Cak Nun menghibahkan seluruh hasil honor karya tulis “Markesot Bertutur” untuk kelangsungan lembaga pendidikan milik keluarga besar Cak Nun.

Guk Nuki ini ya Markesot itu.