Gubernur Fayakun

BANYAK CARA PANDANG yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi rangkaian perjalanan Maiyah. Setiap pejalan Maiyah memiliki pengalaman masing-masing untuk identifikasi ini. Boleh jadi ada yang menyebutkan bahwa Maiyah sudah berada pada akhir perjalanan, jika menggunakan view Maiyah sebagai tujuan. Ada yang mengidentifikasi bahwa Maiyah berada di tengah perjalanan, jika menggunakan view Maiyah sebagai proses pengalaman. Ada pula yang menganggapnya sebagai awal berupa pintu-pintu masuk untuk memasuki Maiyah sebagai sebuah kehidupan.

Simulasi yang menghasilkan beragam identifikasi ini tidak mengikat siapapun untuk menentukan rute perjalanan seseorang dalam ber-Maiyah. Orang-orang dapat mengambil satu-dua benih atau buah Maiyah untuk kemudian menyemaikannya di kebun kehidupannya, atau sekedar menikmati buah dan berteduh di bawah pohon Maiyah. Sebaliknya, orang-orang yang berusaha untuk menyadap atau ingin mempetakan Maiyah justru akan merasa kerepotan dikarenakan Maiyah juga bersifat getaran dan gelombang yang luasan wilayahnya tidak terbatas geografis.

Kenduri Cinta sebagai prototype Maiyah yang berada di Ibukota menjadi representatif Maiyah sebagai mana kebun-kebun Maiyah yang bertebaran dan tumbuh di berbagai wilayah. Banyak yang sudah menganggap Kenduri Cinta sebagai oase ditengah gersang materialisme kehidupan masyarakat Jakarta yang semakin terasing dari Cinta. Sebagai wahana untuk saling berbagi di sela-sela rutinitas kehidupan masyarakat modern yang nyaris hanya berisikan transaksi-transaksi. Sebagai kelas diskusi yang menghadirkan pendidikan kebudayaan-sosial-politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai forum terbuka yang memungkinkan siapa saja untuk dapat berpartisipasi dan berbagi pengalaman. Kenduri Cinta hadir di tengah masyarakat metropolitan Ibukota yang heterogen dengan berbagai ragam persoalan kehidupan.

Akhir-akhir ini, persoalan Pilkada DKI Jakarta seperti sebuah pusaran besar yang berhasil menyeret tidak hanya perhatian warga Jakarta namun juga masyarakat Nasional. Masyarakat dibuat untuk memasuki wilayah pro-kontra mengenai berbagai hal dan kasus-kasus terkait Pilkada ini. Energi Pemerintah Pusat-pun tidak sedikit yang tersedot kedalam pusaran persoalan Pilkada DKI. Setiap warga Jakarta yang memiliki hak pilih seolah dipaksa untuk memberikan jawaban pada soal multiple choice yang akan menentukan nasib kehidupannya untuk lima tahun kedepan. Padahal belum karuan hasil Pilkada DKI yang putaran kedua akan dilangsungkan pada 19 April 2017 itu dapat menjadi solusi bagi permasalahan hidup setiap warga. Warga Jakarta masih tetap harus kembali kedalam aktifivas kesehariannya setelah Pusaran Pilkada ini berakhir. Pilkada bagi warga Jakarta sebenarnya hanya penggalan proses yang secara langsung atau tidak terkait dengan proses panjang perjalanan kehidupan warga Ibukota yang mesti terus berlangsung.

Sementara bagi Tim Sukses masing-masing Paslon Gubernur, Pilkada ini dijadikan tujuan akhir perjuangan mereka. Masing-masing TIM Sukses memperjuangkan kandidat mereka melalui kampanye dan berbagai macam cara supaya Paslon yang diusung dapat menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta. Deal-deal politik pastinya terjadi sepanjang proses transaksi dukung-mendukung dalam proses pemenangan Pilkada. Tapi berikutnya The show must go on, kalah-menang hasil Pilkada mesti diterima dan dilangsungkan secara sportif oleh semua pihak yang terlibat.

Demokrasi yang saat ini digunakan dalam Pilkada DKI tidak memungkinkan untuk dapat sekaligus memenangkan Basuki Tjahaya Purnama, Anies Basewedan, Djarot Saiful Hidayat dan Sandiaga Uno dalam sebuah kemenangan bersama. Artinya, ada potensi funsional Gubernur-Wakil Gubernur yang dimiliki oleh pasangan calon yang kalah akan hilang. Misalnya ketegasan birokrasi Ahok boleh jadi tidak akan muncul dalam kesantunan intelektual-akademis-nya Anies. Atau misalnya potensi kewirausahaan Sandiaga yang dapat ditularkan kepada generasi muda warga Jakarta tidak dapat berlangsung bersamaan dengan usaha Djarot dalam pelestarian budaya Jakarta. Demokrasi yang saat ini ada menghasilkan menang-kalah Pilkada dan tidak dapat menghasilkan Ahok-Anies-Djarot-Sandiaga yang bekerjasama untuk kemajuan bersama Ibukota.