Getaran Rindu Kenduri Cinta

Sepuluh tahun lalu
Saat di bumi kelahiran Musa
Di kontrakan temanku
Ku menonton Kenduri CintaSeorang pria berambut ikal sebahu
Dengan retorika menarik
Membuat audiens mangharu-biru
Terkesima dengan diksi-diksi sufistik

Ooo, rupanya itu Cak Nun
Bersama Gus Nuril Arifin
Dan jamaah Kenduri Cinta
Serta seorang wanita yang hendak pindah agama

Kesan tontonan pertama
Di bumi Kinanah
Membuatku “tersandera”
Cak Nun dan Jamaah Maiyah

Sepulang ke Indonesia
Di toko buku bekas Pasar Minggu
Ku temukan buku lama
Berjudul “Kiai Sudrun Gugat” lalu

Segera ku beli
Ku nikmati lembaran makna
Yang menari-nari dalam sajian diksi
Menggetarkan jiwa

Buku ini mengantarku pada buku-buku lain
Demokrasi La Raiba Fih, Tuhan pun Berpuasa,
Markesot Bertutur I-II, Kerajaan Republik Indonesia
Indonesia Bagian dari Desa Saya, dan lain sebagainya,

Bahkan berlanjut
Ke forum-forum maiyah
Dari Bangbang Wetan, Padang Mbulan
Hingga sekarang Kenduri cinta

Sekali Anda bertemu Maiyah
Apa pun forumnya itu
Selalu menyimpan berjuta rasa
Yang bersubtansi rindu

Getaran rindu ini
Selalu mengalir
Tanpa ada pretensi
Mencerahkan pola pikir

Kadang aku tak tahu alasannya apa
KC selalu adiktif
Membuat raga dan jiwa ketagihan rasa
Mengikuti perkembangan secara aktiv

Di ketujuhbelas usianya
Semoga Kenduri Cinta
Bersama Forum Maiyah lainnya
Menjadi pionir peradaban nusantara

Mahmud Budi
Jakarta, 16 Juni 2017