FIQIH TANPA AQIDAH, BUMI TANPA LANGIT

REPORTASE KENDURI CINTA Maret 2016

SETELAH WIRID WABAL dan doa Tahlukah yang dipandu Hendra dan Ibrahim, Kenduri Cinta edisi Maret 2016 yang mengangkat Fiqih Tanpa Aqidah, Bumi Tanpa Langit, kemudian dimulai dengan sesi prolog. Adi Pudjo bersama Ali Hasbullah dan Nashir bergantian memaparkan beberapa pointer hasil forum Reboan yang selanjutnya melahirkan tema kali ini.

Sebagai moderator, Donny mempersilahkan jamaah yang hadir untuk urun pemikiran dalam Kenduri Cinta. Donny memancing dengan pemikiran bahwa pada dahulu kala Allah SWT melalui Rasulullah SAW dan perantaraan Jibril mensyariatkan ibadah-ibadah mahdhloh ketika Rasulullah SAW masih berada di Makkah. Salah satu buktinya adalah ayat-ayat Makkiyah yang mengatur kaifiyat Ibadah Mahdhloh. Ketika Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, kemudian yang lebih ditekankan adalah tentang hubungan manusia terhadap sesamanya. Sehingga, kita pun melihat ayat-ayat Madaniyah lebih menekankan pada Ibadah Mu’amallah.

Adi Pudjo menjelaskan, bahwa kehidupan manusia ini membutuhkan kesepakatan-kesepakatan yang tujuan utamanya adalah agar kehidupan sosial antar manusia terwujud dalam suasana yang harmonis. Allah menurunkan kitab-kitabnya. Jika kita melihat sejarah bagaimana kitab-kitab itu diturunkan, akan terlihat bagaimana Allah tidak langsung menurunkan sebuah kitab pedoman yang sempurna. Tetapi, melewati beberapa tahapan; Taurat, Zabur, Injil, Al Qur’an. Tidak serta merta ketika Nabi Adam AS diutus ke bumi, kemudian Allah memberikan Al Qur’an kepada Nabi Adam AS. Dari proses ini dapat disimpulkan bahwa Allah menginginkan manusia untuk belajar dari ummat-ummat terdahulu. Dan, sebagai pegangan dalam melaksanakan ibadah kepada Allah SWT, fiqih menjadi salah satu landasan kesepakatan antar manusia pasca kehadiran Rasulullah Muhammad SAW. Fiqih tidak hanya mengatur ibadah mahdhloh, tetapi juga mu’amallah.

Saat ini banyak orang melakukan ritual-ritual ibadah mahdhloh hanya sebatas rutinitas, sekedar menggugurkan kewajiban. Memang, kita tidak bisa menjustifikasi apakah ibadah seseorang diterima atau tidak oleh Allah. Tetapi, setidaknya kita bisa merasakan efek dari ibadah yang dilakukan oleh orang-orang yang kita jumpai di sekitar kita. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, bahwa Agama dan segala perangkatnya itu ibarat dapur, sedangkan perilaku yang ditampilkan oleh seseorang adalah hasil racikan yang diolah dari dapur itu. Maka akan sangat timpang jika kita melihat seseorang yang rajin beribadah, rajin bersedekah, tetapi kata-kata yang keluar dari mulutnya begitu kasar. Seakan-akan apa yang dia lakukan justru tidak berpengaruh dengan dirinya sendiri.

Dari Adi Pudjo, Nashir menarik benang merah kehidupan sosial masyarakat yang seringkali dihadapkan dengan hubungan dimana tidak semuanya berkeyakinan sama dengan kita. Dari kondisi ini Nashir menjelaskan bahwa Fiqih dalam Islam merupakan sebuah batas yang dijadikan sebagai salah satu benteng pertahanan bagi setiap muslim ketika berinteraksi dengan masyarakat yang lain, baik yang seiman maupun berbeda keyakinan. Jika fondasi fiqih dalam diri setiap muslim itu sudah kuat, maka tidak akan ada lagi perdebatan mengenai apakah boleh mengucapkan selamat natal atau sholat tarawih 11 rakaat atau 23 rakaat.

“Kesepakatan-kesepakatan dengan tujuan utama kehidupan sosial antar manusia terwujud dalam suasana yang harmonis. Jika kita melihat sejarah bagaimana kitab-kitab itu diturunkan oleh Allah, kita akan melihat bagaimana Allah tidak langsung menurunkan sebuah kitab pedoman yang sempurna.”

Adi Pudjo, Kenduri Cinta (Mar, 2016)

SELANJUTNYA, Ali Hasbullah turut menegaskan semakin terlihatnya kecenderungan masyarakat yang hanya terfokus pada wilayah Fiqih, yang bersifat kulit saja, bahkan meninggalkan esensi dan ruh dari iIbadah yang sesungguhnya dia jalani itu. Saat ini kita melihat bagaimana orang begitu semarak dalam menampilkan ritual-ritual ibadah mereka, mulai dari yang wajib hingga sunnah, dan dengan mudah kita dapat rasakan bahwa itu hanyalah narsisme yang mengandalkan kulit luar.

Sekali lagi, kita memang tidak akan pernah mampu menjustifikasi apakah ibadah seseorang diterima atau tidak oleh Allah, namun di sisi lain kita diberi pula kemampuan untuk merasakan dampak dari ritual ibadah yang dilakukan oleh seseorang. Kita bisa merasakan indikasi-indikasi kemudian menyimpulkan bahwa ibadah yang dilakukan telah benar-benar dipersembahkan kepada Allah atau untuk memoles tampilan dirinya agar dipandang baik di mata masyarakat sekitar.

Sementara itu, juga terdapat banyak sekali perilaku-perilaku manusia yang sebenarnya memerlukan kaidah-kaidah fiqih layaknya ibadah mahdhloh. Akan tetapi, dari iInformasi tidak seimbang yang sampai ke masyarakat saat ini mengakibatkan banyak sekali perilaku-perilaku yang tidak memperhatikan kaidah-kaidah Fiqih.

Pada Kenduri Cinta bulan lalu misalnya, ada jamaah yang merasa kebingungan bagaimana nasib penghasilan yang ia terima sebagai seorang desainer grafis sedangkan ia menggunakan perangkat lunak dengan lisensi yang bajakan. Selain itu, masih banyak lagi persoalan-persoalan yang muncul di tengah masyarakat dimana mereka lalai terhadap kaidah-kaidah fiqih akibat informasi yang tidak sampai, hingga akhirnya kondisi seperti ini dimanfaatkan oleh beberapa oknum untuk menyampaikan informasi-informasi yang kurang tepat. Fenomena-fenomena yang muncul akhir-akhir ini, seperti trend meng-haram-haramkan, mengkafir-kafirkan, membid’ah-bid’ahkan juga merupakan salah satu akibat dari tidak tepatnya informasi fiqih yang disampaikan kepada masyarakat luas.

Selain itu, informasi tentang bagaimana Rasululllah SAW melaksanakan sholat, yang ternyata terdapat berbagai versi yang cukup banyak, justru menimbulkan perpecahan antar ummat Islam sendiri. Masing-masing merasa paling benar karena masing-masing sudah merasa memiliki informasi yang telah diverifikasi berdasarkan sumber-sumber yang mereka punya.

Sebelum membuka interaksi dengan jamaah, Donny mengantarkan, bahwa perdebatan-perdebatan yang terjadi di masyarakat saat ini lebih kepada sisi material; seperti ketika sholat bagaimana jarak antara kedua kaki, bagaimana takbiratul ikhram yang benar, apakah bersalaman setelah sholat itu halal atau haram dan sebagainya, yang pada hakikatnya substansi dari sholat itu bukan hanya di wilayah materi saja. Pada akhirnya, perdebatan-perdebatan seperti itu malah menggugurkan substansi kekhusyukan sholat masing-masing individu.

Hendra menambahkan, bahwa tema kali ini merupakan sambungan dari diskusi yang muncul di bulan lalu terkait pertanyaan-pertanyaan dari jamaah sendiri, sehingga Cak Nun pun menyarankan agar bulan ini menghadirkan Kiai Muzammil yang kebetulan sudah menyusun Kitab Fiqih Muzammili. Menegaskan kembali apa yang disampaikan oleh Cak Nun bulan lalu, Hendra menuturkan apa yang terjadi dan apa yang dialami oleh masyarakat saat ini juga dikarenakan perangkat sosial dalam kehidupan bermasyarakat yang tidak sesuai. Bertambahnya kendaraan yang tidak dibarengi dengan peningkatan mutu dan kualitas jalan raya berakibat pada trotoar-trotoar yang akhirnya digunakan untuk jalan bagi pengguna sepeda motor ketika macet.

KERESAHAN-KERESAHAN

DALAM DIALOG interaktif, beberapa jamaah pun mengungkapkan kembali keresahan-keresahan terkait situasi dan kondisi nyata yang mereka alami di sekitar mereka, yang bisa jadi sangat bertentangan dengan kaidah-kaidah fiqih yang ada. Tetapi, dikarenakan situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan, mereka seakan-akan tidak memiliki pilihan lain. Ada yang menganggap bahwa menggunakan sebuah perangkat lunak yang berlisensi palsu sebenarnya tidak ada masalah, karena toh yang dirugikan hanya berupa materi saja. Perusahaan developer pembuat perangkat lunak tersebut hanya dirugikan dari sisi materi saja, toh nyatanya produk mereka tidak kemudian lantas ditinggalkan oleh konsumen karena banyaknya lisensi illegal yang bertebaran. Produsen-produsen perangkat lunak tersebut justru setiap tahun terus berinovasi. Ada juga yang menanggapi bahwa terdapat solusi lain dengan menggunakan perangkat lunak berbasis open source, meskipun dengan cara ini masyarakat harus menjalani proses yang dimulai dari awal lagi. Ada pula yang menanggapi, mungkin awalnya menggunakan perangkat lunak dengan lisensi bajakan, tetapi kemudian usaha dan bisnisnya berhasil, hingga akhirnya dia mampu membeli perangkat lunak yang berlisensi asli.

Begitu juga dengan kondisi ketika seseorang yang mendaftar menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan menyuap orang-orang yang memiliki pengaruh di sebuah Departemen, apakah kemudian gaji yang dia terima mutlak menjadi haram seumur hidup selama dia bekerja di tempat tersebut? Bisa jadi iya, bisa jadi tidak. Sejatinya kita tidak tahu apa yang terjadi di kemudian hari, bisa saja orang yang mendaftar menjadi PNS dengan cara-cara kotor seperti itu kemudian dia mengakui apa yang dilakukan itu salah kemudian bertobat, apakah status penghasilannya juga tetap haram?

Terhadap kondisi-kondisi semacam itu masyarakat kita tidak mampu memahaminya dan mempelajarinya secara detail. Dan, di Maiyah sendiri, Cak Nun menekankan bahwa jangankan menyatakan diri kita atau orang lain itu kafir atau sesat, justru sebenarnya untuk menyatakan diri kita ini muslim saja belum tentu pantas! Karena, hanya Allah kelak yang memiliki hak prerogatif untuk memberikan penilaian itu.

Sejatinya kita tidak tahu apa yang terjadi di kemudian hari, bisa saja orang yang mendaftar menjadi PNS dengan cara-cara kotor seperti itu kemudian dia mengakui apa yang dilakukan itu salah kemudian bertobat, apakah status penghasilannya juga tetap haram?

MENUTUP SESI Prolog, Agus Susanto dan Fahmi Agustian menginformasikan sekaligus memperkenalkan kepada jamaah Kenduri Cinta kepengurusan yang baru saja terpilih pada saat Musyawarah Lengkap Kenduri Cinta bulan lalu. Agus menceritakan proses Musyawarah Lengkap, pada agenda tersebut forum memilih nama-nama kandidat untuk menjadi pengurus formatur Komunitas Kenduri Cinta yang sebenarnya tidak ada satupun yang mencalonkan diri. Semua yang terpilih adalah orang-orang yang murni dipilih oleh jamaah yang hadir di Musyawarah Lengkap saat itu. Jangan dibayangkan bahwa yang terpilih saat itu harus beradu visi dan misi atau bahkan berkampanye agar dipilih menjadi pengurus. Bahkan, untuk mencalonkan diri pun, tidak ada yang berani.

Fahmi Agustian lalu menambahkan penjelasan dari Agus, bahwa Kenduri Cinta adalah sebuah komunitas yang sangat cair, meskipun ada struktur kepengurusan, bukan berarti Kenduri Cinta harus mengikuti aturan main organisasi mainstream pada umumnya. Fahmi mengibaratkan bahwa seperti sebuah mobil, agar mobil itu dapat digunakan tentu harus ada yang menjadi sopirnya, harus ada yang merawatnya, harus ada yang mengisi bensinnya, harus ada yang rutin membawa ke bengkel untuk di servis mesinnya dan seterusnya. Seperti itulah Komunitas Kenduri Cinta. Harus ada leader yang memimpin penggiat Kenduri Cinta agar berjalan keorganismean Maiyah.

Disamping itu Fahmi kembali mengingatkan pentingnya menghidupkan budaya dokumentasi, baik melalui literasi, foto, audio, maupun video. Menyoroti budaya tulis menulis yang sudah sangat menurun di Indonesia, perlu ditumbuhkan kembali. Kenduri Cinta yang merupakan satu dari sekian simpul Maiyah Nusantara memiliki tanggung jawab moral terhadap budaya literasi di lingkungan Maiyah Nusantara, terlebih lagi salah satu hasil dari Pertemuan Penggiat Simpul Maiyah di Magelang akhir tahun 2015 lalu adalah pengumpulan data dari masing-masing simpul Maiyah terkait dengan sejarah Maiyah itu sendiri. Karena, selama ini mayoritas jamaah Maiyah hanya mendengar cerita dari mulut ke mulut, minim informasi tertulis, sehingga apabila cuplikan-cuplikan sejarah itu tidak segera didokumentasikan, dikhawatirkan kelak terjadi penyampaian informasi yang tidak tepat kepada generasi yang akan datang terkait Maiyah.

Maiyah tidak lahir secara tiba-tiba. Maiyah lahir bukan karena Cak Nun membikin sebuah forum kemudian langsung besar dan dihadiri oleh banyak orang. Segelintir saja yang tahu persis bagaimana Cak Nun merintis Maiyah hingga akhirnya gegap gempita seperti malam ini. Fahmi pun menceritakan sedikit bagaimana Cak Nun dulu berkeliling ke kampung-kampung pasca Reformasi 1998 untuk menghidupkan kembali sholawatan, hingga kemudian lahir forum-forum seperti Kenduri Cinta, Gambang Syafaat, Bangbang Wetan dan simpul-simpul lain yang sebelumnya diawali dengan Padhangmbulan di Jombang dan Mocopat Syafaat di Yogyakarta.

Kembali ke soal literasi, Fahmi menambahkan, bahwa sejak awal Februari 2016 Cak Nun sudah mulai kembali menulis di website caknun.com, dimana tulisan-tulisan tersebut adalah tulisan yang masih segar dan belum pernah dipublikasi di media manapun atau dicetak oleh penerbit manapun. Artinya, jamaah maiyah sudah sepatutnya merasa terpanggil untuk juga ikut menjaga nilai-nilai Maiyah dengan cara mendokumentasikan proses-proses yang dia alami ketika di Maiyah itu sendiri.

Dari Fahmi, Donny lalu menambahkan tentang data dan informasi Kenduri Cinta. Saat ini begitu banyak sekali akun-akun yang mengunggah secara liar konten video Maiyah termasuk Kenduri Cinta di Internet tanpa sepengetahuan penggiat Komunitas Kenduri Cinta. Menurut Donny, bukan soal boleh atau tidak untuk mengunggah video tersebut, tetapi yang terjadi di internet adalah akun-akun tersebut memanfaatkan video-video Maiyahan untuk keuntungan pribadi dengan memberi judul yang tidak relevan dengan Maiyahan yang mana tujuan mereka hanya untuk mengejar jumlah pengunjung di kanal mereka. Donny menyampaikan, bahwa Kenduri Cinta ini ada tuan rumahnya, ada yang mengurusnya, ada yang bertugas mempersiapkan forumnya, bahkan ada yang menyusun reportasenya secara lengkap. Dan akun-akun yang mengunggah video itu di internet seperti tidak punya etika kepada teman-teman penggiat yang sudah mempersiapkan forum Kenduri Cinta di Taman Ismail Marzuki ini. Tanpa meminta izin atau konfirmasi, mereka mengambil konten Kenduri Cinta untuk kemudian dimanfaatkan demi keuntungan pribadi. Donny menambahkan bahwa teman-teman Kenduri Cinta terbuka untuk menerima jamaah Kenduri Cinta yang ingin serius mengolah dokumentasi video Kenduri Cinta, karena juga untuk memperkuat literasi.

Menjelang pukul sepuluh, Cak Nun, Kiai Muzammil dan Ian L Betts tampak sudah hadir di Kenduri Cinta. Untuk memberi jeda, kelompok Kosakata menampilkan sebuah karya musik puisi.

KC2

“Kenduri Cinta merupakan satu dari sekian simpul Maiyah Nusantara yang memiliki tanggung jawab moral terhadap budaya literasi di lingkungan Maiyah Nusantara, terkait dengan sejarah Maiyah itu sendiri.”
Fahmi Agustian, Kenduri Cinta (Mar, 2016)

KETIDAKTAHUAN MELAHIRKAN KERENDAH-HATIAN

GUNA MENGANTARKAN forum menuju diskusi utama, Fahmi menyampaikan pointer-pointer hasil diskusi sesi prolog sebagai landasan untuk diskusi selanjutnya. Setelah menyapa dengan assalamu ‘alaikum, dan sebelumnya mendoakan agar anak cucu dan jamaah Maiyah dijaga oleh Allah, Cak Nun mengawali forum dengan mengutip salah satu ayat dalam Al Qur’an, Al Hasyr ayat 18; Yaa ayyuhalladziina aamanu ittaqullaha wa-l-tandhzur maa qoddamat li ghoddin, wa-t-taqullaha innallaha khobiirun bimaa ta’maluun. 

Ayat ini disampaikan kembali oleh Cak Nun untuk mengantarkan diskusi menuju tema Kenduri Cinta. Dari ayat ini Cak Nun menekankan bahwa Allah memerintahkan kepada kita untuk terus melihat ke depan, jangan tidak pernah melihat ke depan. Tetapi, untuk memiliki kejernihan penglihatan ke depan, kita diharuskan untuk terus menerus membersihkan diri, salah satunya adalah dengan formula taqwa kepada Allah. Dan, taqwa kepada Allah itu tidak harus kita persulit bagaimana caranya, tetapi cukup kita jadikan Allah sebagai pertimbangan utama dalam kehidupan dan dalam setiap pengambilan keputusan kita. Setelah itu, kita melihat ke depan, dan kita akan menemukan kejernihan serta kerendah-hatian yang nomor satu.

Pengetahuan bisa melahirkan kesombongan. Dan, ketidaktahuan melahirkan kerendah-hatian. Daripada anda tahu kemudian menjadi sombong, mending anda tidak tahu tapi akibatnya anda menjadi rendah hati dan tawadhlu kepada Allah.

Dalam ayat tersebut terdapat dua kali pengulangan kata taqwa. Ini menandakan bahwa meskipun sudah memiliki fondasi taqwa sebelumnya, saat kita sudah memproyeksikan, mempelajari apa yang sudah kita lewati sebagai bekal untuk melihat masa depan, kita tetap menggunakan lagi fondasi taqwa untuk memperkuat keimanan kita bahwa Allah yang memiliki hak untuk memberi tahu kita, karena hanya Allah yang kelak pula akan memberi tahu kita tentang apa-apa yang telah kita lakukan.

“Taqwa kepada Allah itu tidak harus kita persulit bagaimana caranya, tetapi cukup kita jadikan Allah sebagai pertimbangan utama dalam kehidupan dan dalam setiap pengambilan keputusan kita.”

Emha Ainun Nadjib, Kenduri Cinta (Mar, 2016)

DARI AYAT tersebut, Cak Nun merefleksikan bahwa Allah akan memberikan kita ujian-ujian, dimana satu-satunya fondasi yang paling kuat agar mampu melewati ujian tersebut adalah dengan ketaqwaan kepada Allah. Pada ayat selanjutnya Allah memperingatkan kita agar tidak menjadi orang yang lupa kepada Allah sehingga juga menjadi lupa kepada diri sendiri.

Andaikata manusia yang lupa kepada Tuhannya sebagai asal-usul atau sangkan-paran­ dirinya itu tidak membuat lupa terhadap dirinya mungkin tidak menjadi persoalan, tetapi pada faktanya ketika orang lupa kepada Tuhannya mereka otomatis juga lupa akan dirinya dan lupa darimana dia berasal.

Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa orang-orang yang lupa kepada Tuhannya dan kemudian lupa terhadap dirinya dan asal-usul dirinya adalah termasuk orang yang fasiq. Ketika kita tidak ilmiah terhadap diri kita, ketika kita tidak objektif terhadap kehidupan kita, ketika kita tidak jernih dan tidak jujur terhadap diri kita, maka kita termasuk orang yang fasiq. Lalu di dalam ayat selanjutnya baru ditentukan; laa yastawii ashaabu-n-nari wa ashaabu-l-jannah. 

Cak Nun kemudian menceritakan sedikit proses lahirnya tema Kenduri Cinta bulan ini. Fiqih Tanpa Aqidah, Bumi Tanpa Langit, yang langsung diberikan oleh Cak Nun.

Salah satu landasan lahirnya tema ini adalah bahwa Kiai Muzammil juga sedang menyusun sebuah buku berjudul Fiqih Al Muzammili yang diharapkan menjadi sebuah rujukan Fiqih yang baru. Kalau anda baca, fiqih tanpa aqidah itu mungkin urusan fakultatif. Tapi, kalau bumi tanpa langit, ini urusan habis-habisan.

Selanjutnya Cak Nun bercerita sedikit tentang Ian L Betts. Ian sendiri sebenarnya sedang bertugas di Kuala Lumpur, Malaysia, kemudian menyempatkan diri untuk mampir ke Jakarta dan hadir di Kenduri Cinta sebelum keesokan harinya kembali ke London.

Sebelum mempersilahkan Ian L Betts, Cak Nun memberikan sebuah landasan bahwa apa yang akan disampaikan oleh Ian L Bets ini harus menjadi kuda-kuda bagi kita semua, sehingga kita mampu mengkondisikan diri kita untuk menyikapi semua konstelasi yang ada di sekitar kita. Apakah Pilkada Jakarta harus menguras energi kita, apakah nanti pemilu 2019 juga harus menguras energi dan pikiran kita, dari apa yang akan disampaikan oleh Ian L Betts ini Cak Nun mengajak jamaah untuk benar-benar mempersiapkan diri agar jangan salah mengambil keputusan saat menyikapi persoalan-persoalan yang mengemuka di sekitar kita. Paling tidak, Cak Nun mengharapkan jamaah mampu menentukan skala prioritas terhadap hal-hal yang dihadapi sehari-hari.

Cak Nun pun mengutip pernyataan Kiai Muzammil, menurut Kiai Muzammil selama 14 tahun masyarakat umumnya dan ummat Islam khususnya tidak memahami betul Ushulul Fiqih. Padahal, Fiqih sendiri lahir dari Ushulul Fiqih, dan Ushulul Fiqih lahir dari Filosofi dan Filosofi itu sendiri lahir dari Aqidah. Satu hal yang dicontohkan oleh Kiai Muzammil, dalam pemahaman Fiqih saat ini jika seseorang sholat memakai baju hasil curian, maka sholatnya dianggap sah menurut Fiqih yang dipahami saat ini. selanjutnya, jamaah diajak untuk memperlebar pemahaman soal “pakaian” dalam wilayah yang lebih luas. Seperti, ketika seseorang sholat di sebuah Masjid yang dibangun atas sumbangan salah seorang koruptor, yang itu pun masih dipahami sebagai sholat yang sah. Belum lagi persoalan-persoalan ketika sebuah organisasi masyarakat Islam menerima dana bantuan dari pihak-pihak asing yang memiliki tujuan untuk menghancurkan Islam. Dari hal-hal yang disampaikan oleh Cak Nun itu, ternyata masalah fiqih bukan hanya persoalan ibadah mahdhloh, tetapi juga menyangkut persoalan sosial politik yang menjangkau wilayah internasional.

Cak Nun menjelaskan, bahwa sekarang ia sedang memberi kunci kepada jamaah Maiyah. Kunci yang dimaksud adalah salah satunya dari tulisan-tulisan Cak Nun yang dipublikasi melalui caknun.com akhir-akhir pada rubrik DAUR. Cak Nun menyarankan kepada jamaah agar mengambil saja kunci-kunci itu, dipegang, dan berdo’a supaya kelak dipertemukan dengan lemari yang cocok dengan kunci-kunci itu. “Perkara nanti anda tidak dipertemukan dengan lemarinya juga tidak masalah. Kalau saya, tentu saya ambil semua kunci itu. Apa yang Allah kasih, saya ambil. Bahwa saya baru tahu gunanya lima tahun lagi, bukan masalah. Karena, dengan saya mengambil pun sudah menyenangkan hati pihak yang memberi kepada saya,” pesan Cak Nun sebelum mempersilahkan Ian L Betts untuk menyampaikan materinya.

KC4

JAMAN WIS AKHIR

IAN L BETTS membuka sesinya dengan kalimat “jaman wis akhir”, sebuah nomor KiaiKanjeng di album Berhijrah Dari Kegelapan. Ian mengajak jamaah kembali mengkajinya. Mungkin bukan jaman wis akhir. Mungkin jaman perubahan. Banyak asumsi-asumsi yang dipegang sekarang adalah dalam keadaan perubahan.

Secara geografis posisi Eropa berubah sejalan dengan gejolak-gejolak politik yang ada di Uni Eropa, begitu juga yang terjadi di Timur Tengah. Dan, yang lebih dahsyat dari perubahan geografis politik ini adalah perubahan cuaca dan iklim.

Perubahan iklim dan cuaca yang dihadapi dunia dalam beberapa tahun ke depan adalah peristiwa yang akan lebih dahsyat dari sekedar konstelasi geopolitik saat ini. Berdasarkan penelitian yang ada, menurut Ian, Indonesia adalah negara yang pertama kali akan mengalami dampak perubahan iklim itu. Suhu bumi yang meningkat dalam beberapa tahun terakhir akan terus bertambah dan secara otomatis akan berdampak pada sektor ekonomi, pertanian, industri dan kesehatan tentunya.

Lebih lanjut Ian memaparkan bahwa sejak tahun 2009 sudah banyak sekali tesis-tesis lahir dari kampus-kampus di Amerika dan Eropa yang menyimpulkan bahwa perubahan iklim yang akan dihadapi dunia dalam beberapa tahun kedepan bersifat permanen dan irrevesible (tidak dapat kembali seperti semula). Perubahan seperti ini berada diluar kontrol manusia. Dan, di Indonesia, berdasarkan penelitan yang sudah dilakukan, daerah Manokwari, Papua Barat, adalah daerah yang pertama kali akan mengalami dampak perubahan iklim ini pada tahun 2022, kemudian berlanjut ke Sulawesi, Kalimantan hingga Jawa dan Sumatera. Dan situasi ini akan dirasakan oleh semua negara-negara yang berada di Garis Khatulistiwa.

Dampak yang akhir-akhir ini dirasakan oleh masyarakat menurutnya terjadi pada sektor pertanian, yakni bagaimana suhu bumi setiap meningkat 1 derajat celcius akan berdampak pada sekian persen lahan pertanian mengalami gagal panen. Fenomena El Nino dan La Nina yang mempengaruhi hasil panen merupakan salah satu dampak awal dari pengaruh perubahan iklim ini, dan di Indonesia telah terjadi lebih sering dari tahun-tahun sebelumnya.

Perubahan iklim ini juga mengakibatkan dampak malaria dan demam berdarah akan lebih luas lagi wilayahnya akibat perubahan suhu. Belum lagi dampak sulitnya mata air yang saat ini sudah dialami oleh beberapa negara di Afrika. Di beberapa negara di Afrika, bahkan penduduknya terpaksa memilih untuk berpindah tempat tinggal menuju daerah yang memiliki kemungkinan untuk bercocok tanam.

Lebih jauh lagi, seperti apa yang sudah disampaikan oleh Cak Nun sebelumnya, bahwa kita harus mampu menyusun skala prioritas terhadap persoalan-persoalan yang kita hadapi. Mana yang harus menjadi urusan primer dan mana yang sekunder. Mungkin, ideologi-ideologi yang kita kenal sekarang dalam bidang politik, seperti kiri dan kanan, tidak akan menjadi persoalan yang penting lagi seperti sebelumnya. Karena persoalan perubahan iklim ini akan menjadi persoalan yang lebih penting.

KC5

“Sejak tahun 2009 sudah banyak sekali thesis-thesis yang lahir dari kampus-kampus di Amerika dan Eropa yang menyimpulkan bahwa perubahan iklim yang akan dihadapi dunia dalam beberapa tahun kedepan bersifat permanen dan irrevesible (tidak dapat kembali seperti semula).”

Ian L Betts, Kenduri Cinta (Mar, 2016)

JEMBATAN IMAN

SEDIKIT MENANGGAPI pemaparan Ian, Cak Nun mengibaratkan bagaimana seorang supir taksi kemudian mendapatkan penumpang. Ketika seorang supir taksi menyupir mobilnya, ada rentang jarak antara dia keluar dari garasi hingga mendapatkan penumpangnya. Jarak itulah yang kita sebut sebagai Iman. Karena, supir itu tidak tahu pasti dimana ia akan dicegat oleh penumpangnya. Jadi jembatan menuju ketidakjelasan itu hanya satu, yaitu Iman.

Iman itu sebenarnya urusan langit. Kalau bumi sudah kehilangan langit, dan bumi menjadi tanpa langit, kita akan lebih parah lagi. Lanjut Cak Nun yang kemudian menjelaskan bahwa persiapan mental dan ketangguhan fisik adalah hal utama yang harus kita persiapkan dengan matang guna menghadapi perubahan iklim seperti yang sudah dijelaskan oleh Ian.

Disamping ada perubahan suhu bumi, alam, cuaca, panas dan lain sebagainya, sekarang ini kita juga berada di tengah satu konstelasi yang sangat dinamis dan tidak menentu, yang bisa berubah setiap saat dari alamnya manusia. Jadi, pikiran dan hati manusia telah melahirkan pendapat, ide, gagasan, mimpi yang kemudian dirumuskan menjadi ideologi-ideologi, lalu dijadikan sebagai lembaga-lembaga, ada biayanya, dan akhirnya memiliki agenda politik tertentu.

Dulu kita masih simpel, hanya kanan dan kiri, sosialisme dan kapitalisme. Dan akhirnya sekarang ini Islam sendiri sudah mengalami terorisme yang luar biasa. Jadi Islam sendiri sudah menjadi korban terorisme alam pikiran dan stigma-stigma yang bermacam-macam, sehingga kemudian sebagian orang Islam benar-benar menjadi teroris. Kalau anda saya tuduh mencuri setiap hari, maka minggu selanjutnya anda akan benar-benar mencuri. Jadi ketidakbenaran yang konstan akan melahirkan kebenaran. Kejahatan yang terus menerus akan melahirkan anggapan bahwa hal itu adalah kebenaran.

Dengan merefleksi kepada beberapa kisah-kisah Nabi sebelum Nabi Muhammad SAW, Cak Nun menekankan bahwa keutuhan keluarga adalah hal paling utama yang harus dijaga. Zaman kaum ‘Ad, zaman Nabi Nuh, zaman Nabi Luth, atau zaman Nabi Sholeh sesungguhnya terdapat banyak sekali persoalan tetapi melahirkan satu produk yang sama yaitu tidak utuhnya keluarga. Maka nomor satu yang harus anda perhatikan tentu adalah utuhkan keluarga anda. Begitu ada ancaman bahwa keluarga anda tidak utuh, bangun kembali keluarga anda. Keluarga itu nomor satu. Tanpa ada keluarga tidak akan ada peradaban, jelas Cak Nun.

Jika kita tarik ke masa dimana Rasulullah SAW masih hidup, manusia dapat sengat jelas mengidentifikasikan mana kafir mana muslim dan mana munafik. Orang-orang yang hidup di zaman itu mampu menegaskan bahwa Umar Bin Khattab masuk dalam kategori yang mana, Abu Jahal termasuk golongan yang mana, Abdullah Bin Ubay termasuk pihak yang mana. Namun saat ini kita mengalami kesulitan untuk menentukan mana yang Umar bin Khattab, mana yang Abu Jahal dan mana yang Abdullah bin Ubay.

“Kalau anda saya tuduh mencuri setiap hari, maka minggu selanjutnya anda akan benar-benar mencuri. Jadi ketidakbenaran yang konstan akan melahirkan kebenaran. Kejahatan yang terus menerus akan melahirkan anggapan bahwa hal itu adalah kebenaran.”

Emha Ainun Nadjib, Kenduri Cinta (Mar, 2016)

SAAT INI kita sangat sukar mengidentifikasikan karena semakin memuncaknya kemunafikan budaya, politik, akhlak, yang bahkan tingkat komplikasinya semakin rumit. Kita sudah tidak bisa memahami kenapa ada ISIS dan segala perilakunya. Kita juga sulit memahami ada orang dijatuhkan dari lantai 6. Kita sukar memahami bagaimana ada perempuan berjilbab ditembak mati bahkan direkam dan video rekamannya disebarluaskan.

Cak Nun menjelaskan, sebenarnya dalam Al Qur’an sudah dijelaskan, bahwa ketika kita bertemu dengan orang kafir, maka yang kita lakukan adalah sesuai dengan apa yang termaktub dalam surat Al Kafiruun. Bahwa kita hanya diperbolehkan mengatakan bahwa kita tidak menyembah apa yang dia sembah, dan sesembahan kita tidak sama dengan sesembahannya.

Bahkan, Allah lebih tegas lagi di ayat lain dengan menyatakan; faman syaa’a fa-l-yu’min, waman syaa’a fa-l-yakfur, barang siapa beriman maka berimanlah, barang siapa kafir, kafirlah. Kita tidak perlu menghukum orang kafir yang kita temui apabila dia tidak menyakiti kita. Baru ketika mereka menyakiti kita, mencuri barang kita, membuat martabat kita hancur, barulah disitu kita memasuki wilayah hukum dalam Islam.

Cuma sekarang ini kita sangat sukar menentukan yang mana yang kafir, yang mana yang munafik. Kita sekarang selalu melihat secara close up. Sekarang ini masyarakat begitu mudah kagum dengan perilaku-perilaku seseorang yang sebenarnya masih sebatas close up. Kita mudah mengagumi seseorang tanpa mau mencari informasi yang lebih dalam tentang orang tersebut. Kita kagum dengan orang karena perilaku yang kita lihat. Kita kagum dengan orang tersebut karena sebelumnya kita belum pernah melihat ada orang yang mampu berlaku seperti dia.

Layaknya sebuah kompetisi, bisa jadi apa yang kita alami saat ini, entah itu dalam wilayah sosial, politik, budaya, bermasyarakat bahkan bernegara, bisa saja masih berada dalam babak penyisihan. Kita lupa bahwa masih ada babak semi final hingga final. Kita belum tahu maksud dan tujuan orang yang kita kagumi saat ini.

Setiap penipu yang datang ke rumah anda pasti bersikap sopan, pakaiannya sopan dan perilakunya juga sopan. Anda pasti setuju dengan perilakunya. Karena para penipu mesti berlaku baik di hadapan anda dan melakukan sesuatu yang mempesona bagi anda.

Kita jangan sampai lupa. Kita dikasih duit sedikit dalam rangka akan diambil seluruh rumah kita. Cak Nun pun menjelaskan bahwa apa yang kita alami tidak sesimpel seperti yang dialami oleh para Nabi dan Rasul. Bukan berarti bahwa perjuangan kita lebih berat dari zaman Nabi dan Rasul, tetapi saat ini kita menghadapi konstelasi yang sangat rumit.

Kita hidup jauh dari zaman Nabi dan Rasul, kita bukan Nabi, kita bukan Wali, kita sangat jauh dari sempurna. Meskipun demikian, melalui jembatan yang disebut Iman itulah yang akan menyelamatkan kita, sehingga persoalan seberat apapun yang kita hadapi asalkan berpegang teguh terhadap Iman yang kita yakini maka kita optimis akan mampu melewati cobaan apapun yang diberi oleh Allah SWT.

Lebih ekstrim lagi, Cak Nun menegaskan bahwa orang Indonesia jika kembali ke teknologi dimana internet belum seperti sekarang, sudah pasti akan mampu melewatinya. Watak bonek yang dimiliki oleh orang Indonesia ini sangat memungkinkan orang Indonesia untuk tetap bertahan dalam situasi apapun.

Anda jangan lupa dengan konsep Allah; Likulli daa’in dawaa’un, bahwa setiap penyakit itu pasti ada obatnya, setiap masalah ada solusinya. Jadi kalau ada orang yang bermasalah disekitar anda, jangan khawatir karena dia juga membawa solusinya. Artinya, kalau dia adalah kuman, maka dia akan mati dengan sendirinya. Kalau dia overdosis, dia akan meledak sendiri, akan menjadi bumerang bagi dirinya sendiri.

Di Indonesia ini yang overdosis sebaiknya diukur kembali, jangan terlalu maju, speed-nya diukur kembali. Kalau harus langgam ya langgam, kalau harus nge-Rock ya nge-Rock. Tapi, sekarang tolong diukur kembali, jangan overdosis, apapun saja, supaya tidak terjadi letusan dan ledakan-ledakan.

KC8

“Di Indonesia, keberagaman yang ada, pluralisme yang ada, dan gesekan-gesekan yang terjadi telah menciptakan kondisi dimana rakyat Indonesia memiliki ketangguhan mental yang tidak dimiliki oleh bangsa lain.”

Emha Ainun Nadjib, Kenduri Cinta (Mar, 2016)

IAN L BETTS kemudian kembali menjelaskan tentang ideologi apa yang sebenarnya saat ini marak di permukaan.

Peta ideologi di seluruh dunia saat ini juga telah mengalami perubahan. Bahkan, perubahan yang konstan terjadi sejak 6 tahun lalu, salah satunya melalui Arab Spring di Timur Tengah. Konstelasi perubahan ideologi politik saat ini pun menjadi begitu rumit untuk diidentifikasi. Orang yang kita anggap kiri tidak dikenal lagi sebagai orang kiri, yang kanan pun demikian, tidak kita kenali lagi sebagai orang kanan. Ian mengibaratkan, jika dalam spektrum warna kita saat ini tidak mengenal mana yang hitam dan mana yang putih, semuanya justru terlihat abu-abu. Dan semakin rumitnya situasi yang kita hadapi, kita terpaksa harus menentukan pilihan dan memutuskannya tidak hanya sekali, melainkan berkali-kali. Karena, pada situasi tertentu, pilihan kita sebelumnya menjadi tidak berlaku lagi karena bisa jadi berdasarkan pertimbangan dan realita yang kita hadapi, kita justru harus mengambil keputusan yang berbeda dari sebelumnya. Karena, kebenaran juga bisa ditemukan di beberapa ideologi yang berbeda, sehingga di titik inilah kita akan menghadapi pilihan yang abu-abu.

Ian mencontohkan, beberapa konflik yang terjadi di beberapa negara Timur Tengah pada akhirnya justru mengganggu stabilitas politik internal negara tersebut, sehingga ketika negara tersebut tidak aman lagi organisasi-organisasi semacam ISIS memanfaatkan situasi yang ada untuk kemudian menciptakan konflik baru. ISIS sendiri, menurut Ian, juga termasuk golongan yang tidak bisa diidentifikasi dengan jelas. Mereka menggunakan identitas Islam tetapi justru melakukan tindakan-tindakan yang tidak sejalan dengan Islam.

Masyarakat dihadapkan dengan sesuatu yang dulu awalnya bersifat ekstrim tetapi sudah dianggap menjadi hal yang wajar saat ini. Berulang kali kita melihat peningkatan tindak kekerasan dan kejahatan dalam lingkup bukan hanya kuantitas, melainkan juga kualitasnya.

Di sisi lain, ada beberapa negara yang tergabung dalam Uni Eropa sudah mulai beniat untuk keluar. Eropa adalah salah satu kiblat ideologi geopolitik yang sangat konstan. Dua puluh delapan negara yang tergabung dalam Uni Eropa sangat konstan dalam wilayah ekonomi, politik dan ideologi. Namun, dengan terjadinya krisis ekonomi di beberapa wilayah di Eropa, beberapa negara pun berniat mundur dari Uni Eropa.

Situasi dan kondisi di sebuah negara saat ini sangat bergantung kepada situasi ekonomi global dimana dunia kapitalisme sudah sangat berkuasa. Dan, apabila salah satu blok di dunia ini terancam, maka mereka akan mempengaruhi negara-negara yang lain, tidak terkecuali Indonesia. Jika krisis di Eropa tidak segera diselesaikan maka Indonesia juga akan terkena dampaknya.

Menambahkan apa yang disampaikan oleh Ian, Cak Nun lalu menjelaskan bagaimana arus imigran dari negara-negara yang sedang berkonflik di Timur Tengah menuju negara-negara lain saat ini begitu banyaknya. Sehingga, bisa kita lihat bagaimana populasi penduduk beberapa tahun yang akan datang akan dipengaruhi juga oleh arus imigran ini. Sementara di Indonesia sendiri, ketika MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) sudah diberlakukan, maka penduduk-penduduk dari negara sekitar akan lebih mudah lagi masuk ke Indonesia. Dan, mayoritas dari kita saat ini menganggapnya bukan sebuah persoalan yang krusial, padahal dengan bertambahnya populasi penduduk di sebuah negara akan berimbas pada kebutuhan stok pangan yang juga harus diimbangi dengan kemampuan daya tanam dan daya panen dari setiap lahan pertanian yang ada dan juga harus tercukupi kebutuhan airnya. Kemudian, juga akan berpengaruh pada peta konstelasi politik, ekonomi, dan seterusnya.

Cak Nun menarik situasi dimana Islam sedang menjadi fokus utama dunia dan dijadikan musuh bersama. Di tengah-tengah penyudutan Islam yang sedemikian rupa, populasi penduduk di seluruh dunia justru dicampur aduk, sehingga mau tidak mau negara-negara lain juga menerima budaya-budaya Islam, dimana didalamnya juga akan mengakibatkan gesekan-gesekan. Pada titik ini Cak Nun menekankan perlunya menjelaskan perbedaan antara Islam dan Terorisme, seperti halnya perbedaan Yahudi dan Zionisme. Bahkan, jika kita melihat di Indonesia saja, yang mayoritas penduduknya adalah muslim, terlihat begitu banyak gesekan-gesekan antar umat Islam sendiri. Sehingga, jangankan di tingkat internasional, di skala Indonesia saja konstelasinya sudah sedemikian rumit. Namun, untuk yang satu ini, rakyat Indonesia memiliki pengalaman dan kesiapan yang lebih dibanding bangsa yang lain.

Maka pemimpin Indonesia yang akan datang mempunyai kaliber yang mampu memimpin seluruh dunia. Dia adalah wacana dan pedoman bagi hatinya orang seluruh dunia. Hanya orang Indonesia, kalau dia menunjukkan siapa Indonesia dan siapa sejarah dan peradabannya, maka dunia akan merasa tenang. Di Indonesia, keberagaman yang ada, pluralisme yang ada, dan gesekan-gesekan yang terjadi telah menciptakan kondisi dimana rakyat Indonesia memiliki ketangguhan mental yang tidak dimiliki oleh bangsa lain. Satu contoh kecil yang kita bisa lihat sehari-hari adalah bagaimana orang mengendarai kendaraan di jalan raya, orang Indonesia memiliki hitungan yang sangat berbeda dengan orang kebanyakan di dunia. Celah sekecil apapun bisa dimanfaatkan oleh pengendara sepeda motor untuk menyalip mobil yang ada di depannya, memanfaatkan kesempatan yang ada agar bisa sampai di tempat tujuan tepat pada waktunya, dan masih banyak lagi contoh kenekatan-kenekatan orang Indonesia yang bisa kita lihat sehari-hari, yang menunjukkan betapa mental orang Indonesia begitu tangguh.

Kenduri Cinta sudah lebih dewasa dari orang-orang yang melakukan rekonstruksi pemikiran dan pemahaman terhadap ideologi-ideologi yang marak saat ini. Identifikasi yang dilihat tidak perlu yang muluk-muluk, Cak Nun mencontohkan bagaimana forum Kenduri Cinta ini sudah berjalan 16 tahun, tanpa sponsor, tanpa harus ada keamanan dari aparat setempat, forum dibiayai sendiri oleh jamaahnya, dinikmati sendiri dan semua merasakan kerinduan satu sama lain untuk ingin hadir lagi di bulan selanjutnya.

Sebelum dibuka kesempatan kepada jamaah untuk bertanya kepada Ian L Betts, Cak Nun menyampaikan beberapa pointer yang menjadi landasan pemikiran bagi setiap individu untuk menghadapi peristiwa-peristiwa yang sudah dipaparkan oleh Ian sebelumnya. Dari apa yang disampaikan oleh Ian tadi paling tidak kita harus susun langkah-langkah minimal 3 hal; 1. Merekonstruksi pemahaman mengenai Global Climate, 2. Tingkat kesadaran para regulator, para birokrat, pemerintah dari tingkat pusat sampai daerah itu sebenarnya memiliki pengetahuan dan antisipasi atau tidak terhadap situasi dan kondisi yang akan dihadapi beberapa tahun lagi terkait perubahan iklim ini?, 3. Rakyat sendiri tingkat resistensi dan kesiapan antisipasinya seberapa, perlu kita teliti.

“Salah satu ciri orang-orang yang mendapat petunjuk dari Allah adalah orang-orang yang mau mendengarkan apapun saja yang disampaikan oleh orang lain, apapun informasinya.”

Emha Ainun Nadjib, Kenduri Cinta (Mar, 2016)

DARI BEBERAPA pertanyaan yang muncul, Ian merespon bahwa informasi tentang perubahan Iklim yang disampaikan sebelumnya adalah sebuah informasi yang bebas akan merespon bagaimana oleh siapapun, apakah akan direspon secara serius dan kemudian bersama-sama mempersiapkan segala sesuatunya, menyiapkan tindakan antisipasi, menyiapkan bekal atau memilih untuk mengacuhkannya. Tetapi, menurut Ian, informasi tersebut merupakan hasil dari penelitian bertahun-tahun yang seharusnya kita tidak mudah untuk mengabaikannya.

Ian kembali menegaskan bahwa informasi tersebut didapatkan dari institusi-institusi akademis yang telah melakukan penelitian, dan intitusi-institusi tersebut memiliki kekhawatiran serta kepedulian terhadap perkiraan terjadinya perubahan iklim secara global, karena akan berpengaruh kuat terhadap banyak sektor.

Informasi yang dikeluarkan di Kenduri Cinta ini dimaksudkan agar kita semua memulai merencanakan apa saja dan segala sesuatunya sebagai antisipasi terhadap perubahan iklim tersebut. Informasi ini disampaikan agar kita memliki pilihan antisipasi, sehingga apabila kemungkinan terburuk itu benar-benar terjadi, kita sudah siap dengan antisipasi yang kita persiapkan sejak jauh-jauh hari. Ian juga membenarkan, bahwa rakyat Indonesia sudah sangat terbiasa menghadapi krisis apapun selama ini, pengalaman bertahun-tahun bahkan sejak zaman pra kemerdekaan sudah membuktikan bahwa rakyat Indonesia sangat mampu melewati berbagai jenis krisis.

Cak Nun kemudian merespon beberapa pertanyaan dari jamaah dengan membacakan surat Az Zumaar ayat 18; Alladziina yastami’uunal qaula fa yat­tabi’uuna ahsanahuu ulaaikal ladziina hadaahumullaahu wa ulaaika hum ulul albaab, yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik dian­taranya. Mereka itulah orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan mereka itu­lah orang-orang yang berakal. Dari ayat tersebut Cak Nun menjelaskan bahwa salah satu ciri orang-orang yang mendapat petunjuk dari Allah adalah mereka yang mau mendengarkan apapun saja yang disampaikan oleh orang lain, apapun informasinya maka   akan ia dengarkan.

Cak Nun berpesan, bahwa informasi apapun saja sebaiknya diterima terlebih dulu, dicerna secara perlahan, dan jangan terlalu dini untuk memutuskan ditolak meskipun juga jangan langsung ditelan mentah-mentah tanpa ada penelitian yang lebih mendalam.

Anda baru sekedar mendengarkan gratis saja sudah menolak. Nanti kalau diteruskan anda tidak hanya menolak, nanti anda akan mengusir bahkan memusnahkan. Bahkan, nanti anda bisa jadi ISIS kalau diteruskan.

Sewaktu gerhana matahari kemarin, Cak Nun menemukan ada dua fenomena cara Tuhan memberikan rizki kepada manusia. Bahwa ketika terjadi gerhana, 3 titik Bumi, Matahari dan Rembulan berada dalam satu garis lurus. Metode garis lurus inilah yang menjadi salah satu cara Tuhan memberikan rizki kepada manusia. Sedangkan metode atau cara yang lain adalah metode berputar atau putaran.

Rizki Tuhan yang paling utama adalah yang sifatnya putaran. Kalau transaksi, itu jelas, seperti garis lurus. Tapi kalau putaran itu, ketika ada Gerhana Matahari tidak langsung dijual, tidak langsung dibikin iklan pariwisata, karena itu garis lurus. Pertama yang dinomersatukan adalah kagum dulu sama Allah. Menomersatukan bersyukur, sholat. Tidak ngurusi rizki, ngurusi sibuk bersyukur kepada Allah. Dan, karena Allah senang dengan rasa syukur, dari rasa syukur itu kemudian Allah sayang sama saya, dan rasa sayang kepada saya itu tidak ada hentinya. Itu nanti bisa jadi rizki untuk anak saya, hanya karena saya mengucapkan Allahu Akbar ketika Gerhana Matahari, itu nanti anak saya besok-besok dapat pertolongan dari Allah. Melingkar  atau tidak itu?

Cak Nun melanjutkan. Sekarang, menurut anda rizki yang terbanyak itu yang lurus atau yang melingkar?

Kita saat ini khawatir dengan metode lingkaran atau putaran, kita maunya langsung dapat laba ketika bertransaksi. Kita tidak percaya bahwa laba itu mungkin akan didapatkan seminggu lagi, sebulan lagi bahkan sepuluh tahun lagi.

KC9

“Ketika terjadi gerhana, 3 titik Bumi, Matahari, dan Rembulan berada dalam satu garis lurus. Metode garis lurus inilah yang menjadi salah satu cara Tuhan memberikan rizki kepada manusia. Sedangkan metode atau cara yang lain adalah metode berputar atau putaran.”

Emha Ainun Nadjib, Kenduri Cinta (Mar, 2016)

TENTANG KETIDAKSETUJUAN membahas soal ISIS di Kenduri Cinta, Cak Nun menekankan bahwa yang kita bahas substansinya bukan ISIS itu, melainkan potensi-potensi tindakan kejahatan dan kekejaman yang dilakukan oleh ISIS itu juga terdapat dalam diri manusia di dunia. Potensi itu kemudian bisa saja muncul akibat kesalahan kita dalam pengelolaan hak khalifah fi-l-ardhli dalam diri kita, sehingga kita melahirkan sejumlah bencana yang berdampak luas seperti saat ini.

Yang disebut gerhana adalah yang ditutupi, jadi kalau disebut gerhana matahari itu berarti yang ditutupi matahari, sehingga kenapa kok bukan gerhana rembulan. Bukankah yang menutupi matahari adalah rembulan. Kenapa yang disebut adalah subjeknya bukan objeknya?

Dari terminologi itu Cak Nun mengambil sebuah ilmu bahwa Allah memang menyayangi dan mencintai pihak yang terzalimi, sehingga yang disebut dalam gerhana matahari adalah pihak yang tertindas.

Cak Nun juga mengulang kembali sedikit tema yang dibahas pada Kenduri Cinta edisi Desember 2015 lalu; Hulu Hilir Cinta. Sebuah ayat Al Qur’an yang menjadi landasan tema tersebut adalah; Qul inkuntum tuhibbuunallaha fa-t-tabi’uunii yuhbibkumullah wayaghfirlakum dzunuubakum wallahu ghofuurun rohiimun (ali Imron: 31). Bahwa dalam ayat tersebut sangat jelas tersirat, inti dari persambungan manusia dengan Allah adalah urusan cinta. Dari cinta itulah kemudian lahir kemesraan-kemesraan dialektika antara Allah dengan makhluknya. Ada banyak sekali contoh bagaimana Allah ingin dimesrai oleh makhluk-makhluk ciptaannya dalam Al Qur’an. Dan, dari ayat tersebut, Cak Nun juga merefleksikan bahwa hubungan antar sesama manusia juga harus dilandasi dengan rasa cinta, sehingga apabila landasan cinta itu sudah hilang maka tidak mengherankan jika yang terjadi kemudian adalah pertengkaran-pertengkaran dan perpecahan.

Jangan kawin dengan mengandalkan istrimu, dan istrimu jangan kawin dengan dasar mengandalkanmu. Kita semua tidak bisa diandalkan. Andalan suami istri adalah cinta bersama kepada Tuhan.

Menanggapi respon salah satu jamaah yang menagih kapan Cak Nun akan ‘action’ lagi untuk mberesin Indonesia, Cak Nun merespon dengan cerita waktu menonton MMA (Mix Martial Art) antara Connor McGregor dari Irlandia melawan Nate Diaz dari Amerika. Connor McGregor adalah salah satu atlit MMA yang terkenal, dan dalam pertandingan itu dia mendapat bayaran tertinggi dalam sejarahnya, bahkan begitu sombongnya McGregor ini sesumbar bahwa ia mampu mengalahkan siapa saja, bahkan Yesus sekalipun jika masih hidup ia berujar akan menendang pantatnya. Dari pertandingan ini, McGregor ternyata dikalahkan oleh Nate Diaz yang sebelumnya tidak diunggulkan.

Cak Nun mengungkapkan bahwa ada teori; kecepatan mengalahkan kekuatan, jadi sekuat apapun jika anda kalah cepat, maka anda akan kalah. Tetapi, momentum mampu mengalahkan kecepatan, secepat apapun tetapi jika anda pada momentum tertentu lengah, maka anda akan kalah. Sekuat dan secepat apapun, anda bisa kalah jika lengah pada momentum tertentu.

Dalam pertandingan tersebut, lawan yang seharusnya bertanding melawan Connor McGregor adalah Rafael Dos Anjos dari Brasil, tetapi karena dalam sebuah pertandingan dia mengalami cedera kemudian digantikan oleh Nate Diaz yang baru dihubungi 11 hari sebelum pertandingan dan mengiyakan tawaran tersebut untuk bertanding melawan Connor McGregor. Dalam perhitungan sebelumnya, Rafael Dos Anjos adalah yang diunggulkan untuk memenangkan pertandingan tersebut, tetapi kemudian ketika Nate Diaz muncul sebagai pengganti Rafael Dos Anjos, Nate Diaz sama sekali tidak diunggulkan dan Connor McGregor menjadi unggulan oleh banyak orang untuk memenangkan pertandingan tersebut.

Sebelumnya, Connor McGregor mengalahkan Jose Aldo dengan metode momentum, dan McGregor sendiri yang mengakui bahwa kemenangan atas Jose Aldo adalah berkat kecerdikannya memanfaatkan momentum. Ternyata McGregor lupa bahwa hal tersebut juga bisa menimpa dirinya. Ia dikalahkan oleh Nate Diaz yang berhasil memanfaatkan momentum. Bahkan, ketika diwawancarai oleh wartawan seusai pertandingan, Nate Diaz mengungkapkan tidak terkejut sama sekali dengan kemenangan dirinya atas McGregor itu. Cak Nun pun menutup ceritanya tentang pertandingan MMA dengan mengatakan bahwa masih ada harapan, kita tidak usah putus asa.

Yang lebih menakutkan justru cuaca dan alam menurut. Kalau ISIS, Arab Spring, konstelasi politik, penjajahan Zionis dan seterusnya, itu masih optimis akan berubah dan suatu saat semua itu akan hilang. Tapi kalau tidak ada nasi, tidak ada beras, kalau air kotor, kita pun bertengkar sama tetangga. Tetapi kalau anakmu mulai sakit gatal karena alam sudah tidak beres, itu lebih menakutkan, maka itu yang disampaikan oleh Ian.

Kita harus siap. Anak harus tangguh, harus dilatih untuk menjadi anak yang tangguh. Badannya, sel-selnya, semua dibiasakan puasa. Hatinya harus tangguh, pikirannya harus cerdas, dia harus antisipatif terhadap kemungkinan-kemungkinan ke depan.

Dari peristiwa McGregor tadi Cak Nun mengajak jamaah untuk merefleksikan perjuangan-perjuangan selama ini. Bagaimana Cak Nun disingkirkan, ditinggalkan, tetapi juga sesekali dimanfaatkan untuk kepentingan sesaat, seperti yang muncul beberapa hari terakhir yakni klaim Cak Nun mendukung salah satu kandidat di Pilkada DKI tahun depan. Persoalannya, bukan masalah klaim, tetapi ada pada orang yang menggunakan cara itu, apa agenda besarnya, bahkan lebih jauh lagi siapa joki dan siapa kuda dalam peta Pilkada Jakarta itu sendiri. Apalagi, untuk posisi joki dan kuda itu sendiri sifatnya sangat dinamis, bisa saja hari ini dia adalah kuda tetapi besok justru dia yang menjadi jokinya.

Apa yang dialami oleh McGregor adalah peristiwa yang menjadi balasan bagi orang yang sangat sombong di dunia, bahwa dia tidak menyadari ada yang lebih berkuasa dari dirinya. Hati-hati kepada McGregor-McGregor yang ada sekarang ini, bisa jadi kehancuran yang akan mereka dapatkan sebentar lagi.

Bagi Cak Nun Maiyah adalah sajen. Sajen itu sesaji. Kita mempersembahkan kebaikan kepada Allah, mempersembahkan keikhlasan kepada Allah, mempersembahkan kedamaian kepada Allah, tanpa menghitung siapa-siapa.

Aku tidak usah tahu agamamu apa, aku tidak mengerti agamamu apa, aku tidak mengerti bapakmu siapa, aku tidak mengerti sukumu apa, aku tidak punya hak untuk tidak menerimamu. Aku menerima semua dengan cintaku.

Cak Nun menegaskan, bahwa yang seharusnya kita tumbuhkan adalah kerendah-hatian untuk menerima siapapun saja dan mendengarkan informasi apapun saja yang masuk ke dalam diri kita, karena kita memiliki hak untuk mengolahnya. Jangan terlalu mudah untuk menolak sebelum memahaminya.

Munculnya ISIS itu, kalau kita mau husnudzon, dikarenakan terlalu lamanya ketidakadilan berlangsung kepada Islam, tidak semua orang kuat menanggungnya, dan yang tidak kuat akan menjadi pemarah dan traumatik seperti itu. Jadi, untuk melawan Iblis ada 3 cara; 1. Ikut Iblis, 2. Berlindung kepada Allah dari Iblis, 3. Menjadi Iblis yang melebihi Iblis. Itu respon Cak Nun atas pertanyaan mengapa muncul organisasi-organisasi seperti ISIS di dunia saat ini. Kemudian Grup Sinau Rasa menampilkan beberapa nomor sholawat.

KC3

“Maiyah adalah sajen. Sajen itu sesaji. Kita mempersembahkan kebaikan kepada Allah, mempersembahkan keikhlasan kepada Allah, mempersembahkan kedamaian kepada Allah, tanpa menghitung siapa-siapa.”

Emha Ainun Nadjib, Kenduri Cinta (Mar, 2016)

REVOLUSI FIQIH MUZAMILIAH

LEWAT PUKUL satu dinihari, Kiai Muzammil membuka pemaparannya dengan merespon apa yang sudah disampaikan oleh Ian L Betts.

Mendengarkan pemaparan tentang pemanasan global merupakan informasi yang harus kita terima. Kiai Muzammil kemudian mengajak jamaah untuk melihat peristiwa beberapa tahun ke belakang, sebelum internet marak seperti sekarang ini sudah diprediksi akan terjadi revolusi informasi, yang pada saat itu banyak orang mengabaikan informasi sehingga saat ini menjadi konsumen bukan produsen informasi. Bahkan, sekarang banyak dari kita yang menjadi budak teknologi informasi. Kiai Muzammil mencoba merefleksikan informasi yang sebelumnya disampaikan oleh Ian L Betts, apabila kita abai terhadap informasi tersebut, kelak kita justru bisa menjadi korban dari pemanasan global. Seharusnya, dengan informasi tersebut, kita mengambil peluang untuk menjadi bagian dari solusi dalam mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan tersebut.

Tentang resume dari Fiqih Muzammili, Kiai Muzammil berharap akan menjadi salah satu jawaban dari tantangan zaman saat ini yang begitu rumit dengan sekian banyak persoalannya.

Di Indonesia, Fiqih adalah yang utama. Di Indonesia, jadi kai atau uama tidak harus hafal Al Qur’an. Malah, yang hafal Al Qur’an tidak menjadi ulama, lanjut Kiai Muzammil menjelaskan tentang pentingnya pemahaman terhadap fiqih di Indonesia.

Karena Ulama di Indonesia kebanyakan adalah Ulama Fiqih, Kiai Muzammil mengambil kesimpulan bahwa Islam di Indonesia adalah Islam Fiqih. Anehnya, dengan banyaknya Ulama Fiqih di Indonesia justru tidak seimbang dengan fakta yang terjadi di Indonesia. Kiai Muzammil mencontohkan, praktek money politic di Indonesia saat ini tidak hanya terjadi pada masyarakat abangan saja, bahkan lingkungan para Kiai pun sekarang sudah terjangkit tradisi money politic. Kiai Muzammil menjelaskan bahwa para kiai pondok pesantren di beberapa daerah di Indonesia menjadi pihak yang juga laris didatangi oleh para kandidat calon Gubernur, calon Bupati, calon anggota legislatif dan sebagainya ketika masa pemilihan umum tiba. Bahkan ada anggapan, apabila ada Kiai yang tidak didatangi oleh kandidat-kandidat dalam pemilihan umum, maka Kiai tersebut dianggap sebagai Kiai yang tidak laku dan tidak terkenal. Kiai Muzammil mempertanyakan hukum Fiqihnya praktek seperti ini. Akhirnya, jumlah Ulama yang sedemikan banyaknya, jumlah Ummat Islam yang sedemikian banyaknya tidak berbanding lurus dengan terwujudnya pemerintahan yang bersih, pemerintahan yang amanah dan tatanan sosial yang adil. Itu tidak berbanding lurus, justru bobrok sekali di Indonesia.

Melihat fenomena banyaknya Ulama Fiqih di Indonesia, Kiai Muzammil berpendapat bahwa pemahaman fiqih di Indonesia harus segera direvolusi. Artinya, ada pemahaman-pemahaman yang saat ini harus diluruskan. Banyak sekali persoalan-persoalan fiqih yang tidak terjawab tuntas di kalangan masyarakat, yang kemudian justru memberikan pengaruh dalam tatanan sosial di masyarakat itu sendiri. Seperti di awal Cak Nun mencontohkan, bagaimana mungkin seseorang yang sholat dengan menggunakan baju hasil mencuri, atau sholat di sebuah masjid yang dibangun dari dana korupsi secara Fiqih tetap dianggap sah sholatnya?.

Pentingnya revolusi Fiqih di Indonesia dibutuhkan untuk kembali menstabilkan kehidupan sosial masyarakat di Indonesia. Kiai Muzammil menyepakati apa yang beberapa kali disampaikan oleh Cak Nun bahwa yang harus dirubah di Indonesia salah satunya adalah tentang pemahaman sebuah kata. Ia menjelaskan, kata syari’ah di Indonesia saat ini perlu segera dilakukan pembahasan ulang agar tidak terjadi lagi kesalahan pemahaman terhadap kata tersebut.

Syari’ah kok Fakultas? Ini kan mengecilkan Syari’ah? Terus Universitasnya apa? Di Universitas, Syari’ah menjadi Fakultas, disandingkan dengan Fakultas Dakwah, Fakultas Tarbiyah, Fakultas Adab, Fakultas Ushuluddin. Apakah Dakwah, Tarbiyah, Adab dan Ushuluddin itu tidak termasuk dalam Syari’ah?

Syari’ah adalah ketetapan Allah terhadap semua ciptaannya. Kiai Muzammil melanjutkan dan menjelaskan bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini adalah ketetapan Allah. Bahkan, ilmu-ilmu yang selama ini dianggap sebagai ilmu non-agama seperti astronomi, biologi, fisika, matematika dan lain sebagainya sebenarnya juga termasuk dalam Syari’ah, sehingga sangat aneh jika kemudian ilmu-ilmu tersebut dianggap sebagai bukan ilmu Agama. Karena, sesungguhnya semua yang terjadi di alam semesta ini taat pada ketetapan Allah.

Syari’ah itu maa syaro’ahullahu lii ‘ibaadihi. Semua yang ditetapkan oleh Allah di alam semesta, baik aturan planet, antariksa, bulan, matahari, udara, bumi, angin, hewan, binatang, tumbuh-tumbuhan semua itu sudah ditetapkan aturannya. Manusia mempelajari itu semua sebagai Syari’ah Allah.

KC10

“Akhirnya, jumlah Ulama yang sedemikan banyaknya, jumlah Ummat Islam yang sedemikian banyaknya tidak berbanding lurus dengan terwujudnya pemerintahan yang bersih, pemerintahan yang amanah dan tatanan sosial yang adil.”
Kiai Muzammil, Kenduri Cinta (Mar, 2016)

KIAI MUZAMMIL menjelaskan, di masa-masa awal Kanjeng Nabi Muhammad SAW itu tidak ada pemisahan-pemisahan. Bahwa semua yang ada adalah Syari’at Islam. Sehingga, dapat dipahami bahwa semua yang terkandung dalam Al Qur’an adalah Syari’at Islam. Lalu sampai di masa Tabi’iin, Syari’at dipecah menjadi 3; Aqidah, Fiqih dan Akhlak. Sampai akhirnya, hari ini, persoalan Syari’ah dipersempit lagi hanya dalam lingkup persoalan fiqih saja.

Ternyata, pemisahan ini, bahkan antara aqidah dan fiqih, memiliki dampak yang luar biasa. Seakan-akan persoalan fiqih tidak lagi terkoneksi dengan aqidah. Padahal, agama itu intinya ada pada aqidah. Karena aqidah adalah yang utama dalam agama maka fiqih semestinya adalah cabang dari aqidah yang mencerminkan perilaku pemeluk Agama. Kiai Muzammil lalu melanjutkan dengan contoh bagaimana orang berdebat sampail habis tentang tata cara bersuci yang benar, tetapi tidak membahas bagaimana hukumnya jika menggunakan air hasil mencuri. Hingga saat ini fiqih yang dipahami masyarakat menganggap wudlunya orang yang bersuci dengan air hasil curian dianggap sah secara Fiqih. Ini dikarenakan fiqih hanya dibatasi pemahamannya pada wilayah teknis, tidak mencakup wilayah yang substansial. Berdasarkan fiqih saat ini, wudlunya seseorang dianggap sah apabila syarat dan rukunnya terpenuhi.

Kiai Muzammil lalu mengajak untuk berpikir dalam skala yang lebih luas, seperti sholat dengan berpakaian hasil mencuri, sholat di masjid yang dibangun dengan uang hasil korupsi, ternyata saat ini dipahami oleh masyarakat tetap dianggap sah sholatnya, karena fiqih yang diajarkan menyatakan hal tersebut sah. Memang persoalan ini menjadi sebuah persoalan yang rumit, karena tidak mungkin misalnya panitia pembangunan masjid melakakuan pencarian informasi hingga sangat detil asal muasal dana yang disumbangkan oleh masyarakat. Seperti halnya pakaian yang digunakan untuk sholat, batas kesuciannya hanya dibahas dalam wilayah bahwa pakaian itu suci dari najis materiil, seperti kotoran atau air kencing. Dan, tidak dijelaskan bahwa pakaian hasil curian adalah pakaian yang mengandung najis, yang sifatnya memang tidak terlihat secara fisik.

Kiai Muzammil menyoroti bagaimana praktek pencucian uang juga dilakukan oleh sebagian koruptor dengan cara menyumbangkan uang hasil korupsinya kepada pondok pesantren, pembangunan masjid, bahkan untuk membiayai umroh atau haji dan segala macam praktek ibadah mu’amalah lainnya. Dianggapnya, bahwa uang hasil korupsi jika disumbangkan untuk membangun masjid menjadi halal, sehingga secara psikologis dan budaya, hal tersebut juga yang menyebabkan regenerasi ulama-ulama di Indonesia terbilang gagal, sebab tidak tercipta lingkungan pengkaderan yang benar-benar suci.

Kiai Muzammil menjelaskan bahwa aqidah harus benar-benar kembali dikoneksikan dengan fiqih. Sehingga dalam Kitab Fiqih Muzammili, Kiai Muzammil merubah klasifikasi najis. Jika sebelumnya orang mengenal bahwa najis itu terbagi menjadi; najis mukhofafah, najis mutawasithoh dan najis mugholadzoh, Kiai Muzammil mengklasifikan najis dalam terminologi yang baru; najis material, najis fungsional dan najis spiritual.

Fiqih Muzammilii mencoba mengkoneksikan kembali aqidah, fiqih dan akhlak. Maka dikatakan dalam bahwa najis ada 3; yaitu: 1. Najis Material, semua benda yang kotor dan mengandung bakteri seperti kencing, darah, kotoran. 2. Najis Fungsional, meskipun barang itu suci kalau cara memperolehnya melalui menipu atau mencuri, maka termasuk dalam najis. Jadi, dalam Fiqih Muzammilii tidak ada pintu pembenaran bahwa masjid boleh dibangun dari uang hasil korupsi. 3. Najis Spiritual, anda sholat karena untuk pencitraan, itu termasuk najis spiritual.

Kiai Muzammil menjelaskan bahwa apa yang tertulis dalam Kitab Fiqih Muzammilii itu adalah salah satu bentuk ijtihad, dan semua orang boleh menerima atau menolaknya.

Lebih lanjut, Kiai Muzammil menjelaskan bahwa substansi sholat bukan hanya soal kebersihan dari najis berupa kencing atau kotoran, tetapi ketika seseorang melakukan sholat dengan menyertakan ketidakjujuran kepada Allah maka itu juga termasuk dalam wilayah najis. Kalau anda sholat tetapi ketika sholat tidak jujur kepada Allah, sholat tapi supaya anda jadi presiden, sholat supaya jadi gubernur, Gusti Allah tersinggung betul itu. Itu najis spiritual, dan ini lebih mugholadzoh! Sebab, sholat itu adalah persoalan spiritual.

Anda saat ini harus melakukan salah satu dari tiga hal; pertama, Harus bisa bermujahadah, berusaha sekuat tenaga untuk bertirakat dan menahan diri, kedua, Harus berijtihad, melakukan sesuatu yang baik, mengolah pikiran untuk menciptakan solusi, apapun resikonya, ketiga, Harus berani berjihad, mengorbankan harta, tenaga, bahkan kalau perlu nyawa dikorbankan demi tegaknya kebenaran.

Kiai Muzammil menekankan bahwa agama adalah urusan spiritual dimana praktek ibadah didalamnya kemudian merupakan salah satu output dari material Agama. Dan, dalam wilayah Ibadah mahdhloh, Kiai Muzammil menyatakan bahwa ketika seseorang melaksanakan sholat itu bukan hanya merupakan salah satu bentuk habluminallah saja, tetapi juga habluminannas. Dengan kata lain, sholat merupakan salah satu media yang bisa dimanfaatkan oleh manusia untuk berkomunikasi kepada Allah, tetapi sebaliknya ada juga orang yang sholat tetapi tidak melakukan komunikasi dengan Allah, karena ia menggunakan sholat sebagai media pencitraan terhadap dirinya, bukan berdasarkan landasan ketaqwaan kepada Allah SWT.

Kiai Muzammil menerangkan bahwa selama ini wilayah habluminallah hanya dipahami dalam konteks ibadah mahdhloh saja, yang termasuk dalam rukun Islam. Dalam Kitab Fiqih Muzammili, Kiai Muzammil menjelaskan, bahwa segala perilaku dalam kehidupan sehari-hari, yang mampu menghubungkan antara manusia dengan Tuhannya, maka perilaku tersebut adalah termasuk dalam habluminallah. Apabila ada seorang pemimpin dapat berlaku adil terhadap rakyatnya, maka ia sedang membangun hubungan yang baik dengan Tuhan.

Salah satu revolusi fiqih yang dilakukan oleh Kiai Muzammil dalam Kitab Fiqih Muzammili adalah merevolusi pemahaman hukum-hukum dalam Islam; Wajib, Sunnah, Mubah, Halal, dan Haram. Selama ini hukum-hukum tersebut dipahami sebagai sesuatu hal yang membebani bagi kebanyakan pemeluk agama Islam, sehingga ketika ada beberapa orang yang melakukan sebuah ritual ibadah, seringkali ditanya apa dasar dalil atau ayat Al Qur’an terkait ritual yang dilakukannya tersebut. Sehingga, tidak jarang muncul fenomena-fenomena membid’ah-bid’ahkan, mengharam-haramkan, mengkafir-kafirkan orang lain.

Maka, hukum Islam yang lima itu bukan hukum taklifi, melainkan hukum islahi. Taklifi dalam istilah diartikan sebagai sesuatu yang membebankan, sehingga jika dipahami lebih jauh, seolah-olah hukum Islam yang lima itu adalah hal dibebankan bagi ummat Islam. Tetapi, jika Islahi, hukum Islam yang lima itu adalah hukum yang bertujuan untuk kemaslahatan umat manusia. Sehingga ketika sesuatu dihukumi halal atau haram, tidak lain dan tidak bukan karena berlandaskan kemaslahatan bersama. Dan, orang yang taat terhadap hukum Islam yang lima ini akan disebut sebagai orang yang soleh.

Kiai Muzammil memungkasi pemaparannya dengan menegaskan bahwa hukum Islam tidak hanya bersumber dari sumber-sumber yang tekstual seperti kitab-kitab saja, melainkan juga bersumber dari peristiwa-peristiwa dan fenomena-fenomena alam yang terjadi.

Lewat pukul 02.00 dinihari, Grup Musik Sinau Rasa membawakan dua nomor lagu berjudul “Tanah Airku” dan “Ibu Pertiwi” yang kemudian dikombinasikan dengan Sholawat Badar. Setelah penampilan Grup Musik Sinau Rasa, Cak Nun mengajak jamaah yang hadir untuk mengeksplorasi lebih dalam lagi apa yang sudah dipaparkan oleh Kiai Muzammil.

Sudjiwo Tedjo yang sejak awal menikmati sebagai jamaah kemudian disapa oleh Cak Nun dan diminta ikut bergabung di panggung Kenduri Cinta.

Jadi segala sesuatu harus diuji melalui kutub yang berlawanan, dan fungsi kegelapan adalah untuk memperjelas Cahaya. Cak Nun menyambut Sudjiwo Tedjo yang juga berasal dari Situbondo, tidak jauh dari Madura, sehingga pertemuan antara Sudjiwo Tedjo dengan Kiai Muzammil merupakan sebuah pertemuan yang sangat unik di Kenduri Cinta. Keduanya berasal dari dua kutub yang berbeda dan bertemu dalam satu panggung bernama Kenduri Cinta.

25623219641_4fc59bc96a_o

“Perbanyaklah penerimaan daripada penolakan. Perbanyaklah permakluman daripada kritik.”

Emha Ainun Nadjib, Kenduri Cinta (Mar, 2016)

CAK NUN MENGUATKAN pemaparan Kiai Muzammil bahwa penggunaan kata syari’at di Indonesia saat ini terlihat sangat bias. Kata syari’at sendiri adalah sebuah kata yang memiliki arti tatanan atau aturan, sehingga ketika kata syari’at digabungkan dengan kata yang lain maka akan menimbulkan pertanyaan tentang Syari’at siapa yang dimaksud, apakah Syari’at Islam atau bukan. Seperti misalnya Bank Syari’ah A atau Bank Syari’ah B, maka akan dipahami bahwa syari’at yang dimaksud adalah Syari’at A yaitu aturan A atau Syari’at B atau aturan B, bukan Syari’at Islam.

Cak Nun juga menjelaskan tentang hukum 5 dalam Islam yang dipahami sebagai hukum taklifi, dimana arti taklifi sendiri adalah beban. Sedangkan, sebenarnya Allah tidak membebani manusia dan makhluk-makhluknya dengan segala perangkat aturan yang berlaku dalam Islam kecuali demi kemaslahatan manusia itu sendiri. Satu contoh misalnya, tentang sholat. Cak Nun menegaskan bahwa yang butuh sholat itu adalah manusia, bukan Allah. Sehingga sholat diwajibkan oleh Allah sebagai kemaslahatan manusia itu sendiri, bukan untuk menyenangkan Allah.

Menjelaskan tentang jihad, ijtihad dan mujahadah, Cak Nun menyatakan bahwa jihad adalah skala yang luas dimana didalamnya juga termasuk ijtihad. Ijtihad adalah wilayah jihad yang berupa eksplorasi pikiran dan intelektual. Mujahadah adalah peristiwa dimana seseorang sedang berada di puncak penaklukan terhadap nafsunya sendiri agar menjadi manusia yang lebih mulia dari sebelumnya. Dalam konteks ini sholat sunah bersifat lebih mulia dari sholat wajib, karena sesuatu yang sunah itu landasannya adalah anjuran bukan kewajiban.

Orang sholat subuh itu baik, tetapi ia akan menjadi mulia apabila melengkapi sholat subuh dengan sholat dua rakaat sebelum sholat subuh, atau bahkan mendirikan sholat tahajud sebelum waktu subuh tiba. Disitulah letak kemuliaannya.

Satu pertanyaan tentang mengapa seringkali muncul perdebatan terhadap sebuah ritual ibadah dan akhirnya seringkali muncul praktek membid’ah-bid’ahkan, Cak Nun menjelaskan bahwa sebenarnya tidak ada seorangpun yang boleh mengatatakan sebuah ritual yang dilakukan itu tidak sesuai dengan Al Qur’an atau Hadits, karena selalu ada jarak antara pemahaman manusia terhadap Al Qur’an dan Hadits. Cak Nun mengibaratkan seperti orang-orang yang memiliki interpretasi berbeda terhadap bunyi ayam yang berkokok, orang Jawa menirukan bunyi ayam dengan kalimat “kukuruyuk”, sementara orang Sunda menirukan dengan bunyi “kongkorongkong” dan orang madura menirukan bunyi ayam dengan kalimat “kukurunuk”.

Bunyi ayam berkokok memiliki interpretasi berbeda karena struktur kebudayaan antar daerah melahirkan pemahaman dan interpretasi yang berbeda. Maka, caranya adalah kita berendah hati satu sama lain, jangan suka nge-klaim bahwa dirinya paling benar, seolah-olah diri sendiri yang paling memahami Al Qur’an, seolah-olah pemahamannya tentang Al Qur’an persis seperti yang dimaksudkan oleh Allah.

Tidak seorang pun berada di titik koordinat yang sama dengan Allah. Oleh karena itu, prinsip hidup kita adalah tauhid; proses berjuang untuk menyatukan diri (dengan Allah), selama belum pernah bersatu tidak bisa ada klaim; Oh… ini tidak sesuai dengan Al Qur’an dan Hadits. Nanti dulu. Kamu bukan Tuhan. Sebab hanya Tuhan yang berhak ngomong seperti itu lantaran kebenaran obyektif mengenai ayat Tuhan hanya dimiliki oleh Tuhan saja. Kita harus sama-sama rendah hati dan menerima satu sama lain, kecuali mengakibatkan kemudharatan sosial.

Allah memerintahkan sholat hanya dengan kalimat; Aqiimu sholah, yang kemudian dilengkapi dengan salah satu Hadits Rasulullah SAW; Sholluu kama roaitumunii usholli. Dalam sebuah penelitian, jika dihitung sejak awal mula Sholat diperintahkan kepada Nabi Muhammad SAW hingga beliau wafat, setidaknya ada 75 ribu kali beliau melakukan sholat. Tetapi, pada kenyataannya, hingga hari ini ada banyak sekali orang menafsirkan shollu kama roaitumunii usholli, dimana kita saat ini melihat banyak sekali tata cara orang melakukan sholat. Dari satu contoh ini kita bisa mengambil satu hikmah bahwa sebenarnya ada jarak antara pemahaman manusia dengan Al Qur’an.

Setiap manusia memiliki pemahaman yang belum tentu sama dengan manusia yang lainnya, dan setiap pemahaman itu pun belum tentu sama persis dengan apa yang dimaksudkan oleh Allah. Ada banyak sekali tafsir-tafsir yang muncul tentang Al Qur’an merupakan bukti lain bahwa setiap orang tidak memiliki pemahaman yang sama terhadap Al Qur’an. Terdapat jarak intelektual antara si penafsir terhadap nash ayat Al Qur’an dari Allah SWT. Maka, tidak ada kebenaran objektif kecuali hanya pada Allah SWT. Cak Nun kemudian menjelaskan bahwa dalam pemahaman manusia yang ada adalah kebenaran interpretatif.

Lalu mengenai mengapa pendapat ilmuwan yang bukan muslim seringkali tidak dipakai dalam ilmu-ilmu ekonomi islam, Cak Nun menjelaskan bahwa itu akibat dari kesalahpenggunaan kata Islam di dalamnya. Islam sendiri adalah kata kerja, sehingga sifatnya dinamis. Seharusnya, siapapun dan apapun saja yang memiliki teori tentang ekonomi asalkan bisa menghasilkan kemaslahatan bagi ummat Islam, maka tidak ada salahnya untuk digunakan sebagai landasan teori ekonomi Islam. Dalam hal ini Cak Nun mengkorelasikan penjelasan Kiai Muzammil bahwa hukum itu letaknya paling bawah, di atas hukum ada akhlak, lalu di atas akhlak adalah tauhid (taqwa). Jika ketiga hal tersebut tidak diletakkan sesuai dengan porsinya maka yang terjadi adalah ketidakseimbangan.

KC11

“Di atas hukum adalah akhlak. Kalau hukum menawarkan kebaikan dan berakibat keburukan apabila dilanggar, akhlak menawarkan kemuliaan dan berakibat kehinaan apabila dilanggar. Di atas itu semua puncaknya adalah; taqwa, tauhid dan aqidah.”

Emha Ainun Nadjib, Kenduri Cinta (Mar, 2016)

Di Indonesia sendiri yang digaungkan adalah supremasi hukum, padahal seharusnya adalah supremasi keadilan. Karena, apabila yang diutamakan adalah supremasi hukum, maka akan dipahami tidak adil tidak apa-apa asalkan hukum ditegakkan. Implikasinya tentu berbeda jauh dengan bila yang diutamakan adalah supremasi keadilan.

Di atas hukum adalah akhlak. Kalau hukum menawarkan kebaikan dan berakibat keburukan apabila dilanggar, akhlak menawarkan kemuliaan dan berakibat kehinaan apabila dilanggar. Di atas itu semua puncaknya adalah; taqwa, tauhid dan aqidah.

Merespon tentang kebangkrutan ketika berbisnis, Cak Nun mengajak jamaah untuk memperbaiki cara berpikir, bahwa yang disebut rizki tidak selalu bersifat materi. Orang banyak tidak menyadari bahwa kesehatan juga merupakan rizki. Banyak yang menganggap bahwa ketika seseorang mendapatkan laba saat berniaga maka itu adalah rizki, sedangkan ketika mengalami kerugian dalam berdagang dianggapnya sebuah bencana. Padahal, tidak selalu seperti itu.

Ada kalanya justru laba merupakan sebuah bencana dan kerugian merupakan sebuah rizki. Manusia dilatih untuk peka terhadap situasi, mengamati gejala-gejala Allah dalam diri manusia dan sekitarnya, dalam istilah Jawa ini disebut niteni.

Jika manusia sudah terbiasa untuk niteni, maka ia akan menyadari bahwa Allah hadir setiap hari bahkan setiap detik di dalam hidupnya. Dengan terbiasa untuk niteni, maka manusia akan tahu kapan sesuatu peristiwa itu berlaku atas kehendak Allah berupa rizki dan kapan sebuah peristiwa itu berupa sebuah bencana.

Rizki itu hubungan pribadi dengan Allah. Jagalah itu sebagai privasimu dengan Allah. Nikmatnya luar biasa. Begitu anda melirik ke tetangga, batal.

Bagaimana bersikap terhadap budaya suap menyuap yang makin marak saat ini, Kiai Muzammil berpendapat bahwa apabila seseorang melakukan suap menyuap dalam rangka benar-benar untuk menegakkan sebuah kebenaran, maka itu merupakan hal yang benar, asalkan yang diperjuangkan adalah sesuatu yang benar. Cak Nun kemudian menambahkan dengan satu retorika cara berpikir, bahwa saat ini di Indonesia, dalam urusan birokrasi sangat sulit untuk tidak terlibat praktek suap menyuap, sehingga yang terjadi sebenarnya bukanlah penyuapan melainkan pemerasan. Maka, yang disarankan adalah apabila menghadapi kondisi seperti itu, niatkanlah untuk sedekah. Sebab, pada hakikatnya kita tidak ingin melakukan hal tersebut tetapi karena keadaan yang sangat mendesak kita terpaksa melakukannya. Dan, untuk memperbaiki hal ini diperlukan revolusi yang bersifat nasional, bukan hanya lokal lantaran penyakit ini sudah menjalar ke berbagai sektor.

Menjelang pukul 04.00 dini hari, Kenduri Cinta dipuncaki dengan sholawat “Yaa Nabii Salam ‘Alaika” kemudian disambung dengan “Indal Qiyam” serta doa bersama yang dipimpin oleh Cak Nun.