Demonstrasi Wayang-Wayang

Perang Baratayudha dalam kisah Mahabarata, adalah peperangan habis-habisan yang tidak hanya mengorbankan pikiran, tenaga, keringat dan darah. Jasad-jasad tak bernyawa bergelimpangan, nyawa-nyawa dalam perang melayang-layang, berhamburan bagai kapas-kapas diterpa hembusan angin. Anyir darah teraduk bau busuk menusuk pencimun dengan ketajaman bebauan yang tak pernah tergambar . Derap kuda tak lagi terdengar, bahkan setiap langkah menjadi semakin berat karena terperosok oleh bangkai-bangkai saudaranya atau musuhnya yang tak lagi dikenali.

Bisma dengan nyawa-nyawa sisa menatapi prajurit-prajurit yang lalu lalang dengan wajah-wajah muram di tepian Padang Kurusetra. Senja itu menghantar bayangan Dewi Amba yang menari-nari indah, samar terlihat dari pandangan mata kiri Bisma yang sebagian tertutupi darah. Sementara mata kanannya selalu terpejam sejak panah Srikandi menghujam di dadanya sebelah kanan. Diikuti dengan anak-anak panah, tobak dan pedang dari pasukan Pandawa yang menancapi setiap inci tubuhnya. Sejak itu, hari-hari Bisma diselimuti dengan penyesalan dan derita menyaksikan perang saudara anak-anak dan cucu-cucunya, Pandawa dan Kurawa mempertontonkan adegan bunuh-membunuh. Diantara hidup dan mati, Bisma hanya terbaring mengharapkan perang segera usai, sehingga Negara Hastina dapat mulai menapaki sejarah barunya.

Dalam pagelaran wayang kulit, perhatian penonton akan tertuju pada layar pakeliran. Pada saat pagelaran berlangsung, Dalang beserta Nayaga menyajikan pertunjukan secara bersama-sama sesuai dengan peranannya masing-masing. Ada yang menjadi Pengendang, penabuh Saron, penabuh Gong, penabuh Bonang, penabuh Siter dan Waranggana. Sedangkan Dalang menjalankan perannya dengan membawakan rangkaian adegan cerita menggunakan wayang-wayang kehadapan penonton. Berbagai karakter tokoh dimainkan oleh Dalang untuk menghadirkan alur cerita semenarik mungkin supaya penonton dapat menikmati pertunjukan itu, sehingga pesan-pesan dari dalang dan hikmah dari pagelaran wayang dapat tersampaikan dan dibawa pulang oleh para penonton usai pertunjukan berakhir.

Pada saat menonton pagelaran wayang yang sedang berlangsung, identitas dan peran sosial para penonton ditanggalkan. Jabatan sosial, kedudukan politik, kepandaian intelektual, kesolehan dan bahkan kealiman seseorang yang sedang menonton pertunjukan wayang tidak menjadi apa-apa selain hanya sebagai penonton. Bagaimanapun juga Pak Camat tidak bisa dengan semena-mena melindungi Gatotkaca yang menjadi tokoh idaman-nya supaya tetap hidup sewaktu senjata Kuntadihujamkan keperut Gatotkaca oleh Basukarna. Demikian juga Pak Dalang dengan segala otoritas dalam pertunjukan-pun tidak bisa semena-mena membatalkan perang Baratayudha atau memenangkan Kurawa atas Pandawa. Kalau dalang memaksakan kehendak pribadinya dalam cerita pagelaran, Dalang bisa dibilang menyalahi pakem.

Suksesi pagelaran wayang bukan suatu yang mendadak atau tiba-tiba. Rangkaian panjang persiapan dan perencanaan dilakukan jauh-jauh hari sebelum pertunjukan terselenggara. Para Nayaga dan Dalang telah melewati sekian lama waktu latihan dan penempaan-diri sehingga dalam melaksanakan peran-peran dalam kebersamaan menampilkan pagelaran dapat terjadi harmoni selama pertunjukan. Suksesi pagelaran wayang juga bukan hanya soal pendanaan dan kesiapan panitia penyelenggara saja. Ketika panggung sudah didirikan, panitia sudah menata perlengkapan gamelan  dengan rapi. Kelir sudah dibentangkan diatas batang pisang, wayang-wayang sudah dijajarkan, Nayaga dan Waranggana sudah siap mengiringi Dalang pada pementasan. Bahkan, Dalang sudah siap dengan lakon cerita wayang yang hendak dimainkan diatas panggung. Namun setelah segala persiapan itu lengkap, terjadi perubahan sosial politik masyarakat yang tidak memungkinkan pagelaran itu dilaksanakan di wilayah itu. Maka segala persiapan pagelaran yang sudah baik itu dapat batal.

Kaitannya dengan perkembangan simpul-simpul dan lingkar-lingkar Maiyah, bahwa ilustrasi cerita wayang dan pernak-pernik mengenai pagelaran wayang yang disampaikan itu sebagai gambaran mengenai perjuangan nilai-nilai yang dilakukan oleh orang-orang Maiyah secara bersama-sama. Bahwa kontinyuitas organisme Maiyah dalam menjalankan peran yang saat ini secara sporadis tumbuh subur di berbagai wilayah Nusantara hingga Mancanegara bukanlah sekedar perjuangan identitas, namun lebih sebagai perjuangan peran personal ditengah masyarakat pada pengimplementasian ilmu dan nilai-nilai Maiyah dalam aktivitas kehidupan sehari-hari.

Perjuangan nilai-nilai Maiyah di tengah masyarakat memang membutuhkan nafas panjang, tidak serampangan, bukan instant apalagi dadakan. Presisi prioritas antara aktivitas pekerjaan sehari-hari dan kebersamaan bermaiyah akan selalu terjadi seiring waktu. Peran-peran personal ditengah kebersamaan simpul atau lingkaran akan mengalami penempaan seiring berlangsungnya dinamika kebersamaan dalam merangkai nilai merajut makna.