Cinta dan Mencintai

MEMANG, susah-susah gampang untuk mengekspresikan cinta. Terlalu intens memberikan perhatian, dikira kurang percaya. Jarang menyapa, dituduh tidak cinta lagi. Sepasang suami-istri yang sudah berada dalam ikatan pernikahan saja masih mengalami kerepotan, apalagi bagi pasangan yang baru sekadar pendekatan. Bahkan boleh jadi, calon pasangan yang sudah sangat-sangat dekat, tetapi tidak jodoh. Sedang yang nampak berhubungan biasa saja, malah jadi berpasangan. Soal jodoh dan tidak jodoh benar bahwa 99 persen itu usaha manusia, tapi yang 1 persen penentu perjodohan bukan milik manusia.

Ekspresi cinta ada pada berbagai dimensi kehidupan. Tidak melulu hanya urusan jodoh suami-istri saja. Sesama tetangga dalam lingkungan tempat tinggal mengekspresikan dengan saling menjaga kerukunan. Manajemen perusahaan dengan karyawan, karyawan dengan pekerjaan, terjalin dalam hubungan profesionalisme pekerjaan. Pemilik perusahaan dengan perusahaannya. Pedagang dengan pembeli. Masyarakat dengan idola masyarakat. Hubungan antara negara dengan rakyat, hingga hubungan internasional atar bangsa-bangsa dan berbagai hubungan sosial yang terjalin di tengah kehidupan bermasyarakat dapat merupakan wujud  dari ekspresi cinta. Termasuk komitmen sportif yang dihadirkan oleh para atlit dalam berbagai ajang pertandingan dan perlombaan olah raga.

Komitmen yang terucap saja tidaklah cukup, mesti ada pernyataan berupa sikap dan perilaku bersungguh-sungguh. Boleh jadi setiap calon pasangan suami-istri akan saling menguji keseriusan, sebelum pada akhirnya sepakat untuk melangkah ke jenjang pernikahan. Ini berlaku pula pada calon-calon pasangan apapun. Bagi yang jodoh, tahapan pendekatan ini akan menjadi pengalaman indah. Tapi bagi yang tidak jodoh, ini akan menjadi pengalaman tersendiri dan menjadi bekal untuk membina hubungan dengan calon pasangan berikutnya.

Orang boleh saja memimpikan sesuatu untuk dimiliki atau menginginkan seseorang untuk menjadi pasangan hidup walaupun itu nyaris mustahil untuk diwujudkan. Niat itu pastinya tidak sekadar niat, melainkan perlu diusahakan dengan cara-cara yang mengarah terwujudnya apa yang diharapkan. Walaupun seringkali dalam mengekspresikan cinta itu dengan cara yang kurang tepat. Berakibat efektivitas usaha untuk mencintai itu seolah bertepuk sebelah tangan. Yang diharapkan tidak kunjung menjadi kenyataan, yang diinginkan tidak kunjung dimiliki.

Yang pasti untuk mencintai harus memiliki niat dan usaha yang tepat supaya cinta tidaklah abstrak. Rangkaian kata-kata indah sangat mungkin ditulis menjadi kalimat-kalimat indah untuk menuangkan perasaan cinta. Namun jika itu hanya di angan-angan yang tidak dituliskan, tidak pernah dipublikasikan, dan hanya di pendam rapat-rapat di kesunyian, lantas siapa yang bakal menyaksikan nya?

Seorang Petani tidak akan tega membiarkan benih tanaman nya tergeletak di lahan yang gersang. Dia akan berusaha menyuburkan lahan dengan memupuk dan menyiram benih tanaman itu secukupnya. Bila perlu dibuatkan lahan khusus untuk penyemaian benih supaya bertunas dengan baik. Ketika tunas sudah mulai tumbuh kuat menjadi bibit, lantas memindahkan bibit itu di atas lahan yang memadai supaya tanaman dapat tubuh lebih optimal.

Petani dapat mempelajari karakteristik dari berbagai tanaman, bahkan detail karakteristik pada tiap-tiap varietas jenis tanaman. Berbagai faktor yang  dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman dapat dipelajari dan menjadi pertimbangan dalam proses menanam dan merawat tanaman supaya tubuh subur sesuai dengan yang diharapkan. Namun perlu dicatat bahwa petani tidaklah mampu menumbuhkan benih menjadi tunas, tunas menjadi bibit, bibit tumbuh menjadi tanaman, dan kemudian berbunga dan berbuah. Petani sebatas sebagai faktor dalam perannya bertani, sedangkan Aktor utama dari setiap proses pertumbuhan adalah Tuhan.

Dengan permisalan serupa, Masyarakat Maiyah adalah tanaman peradaban yang tidak mungkin ditumbuhkan oleh Cak Nun seorang diri. Melalui Cak Fuad, Cak Nun, dan Syeikh Nursamad Kamba, berbagai benih nilai-nilai Maiyah disebarkan di tengah lahan masyarakat. Ada yang disebar di forum-forum Maiyahan rutin, ada pula yang by event dalam acara Sinau Bareng. Melalui berbagai media publikasi, benih-benih disebarkan oleh perseorangan yang inisiatif sendiri-sendiri atau-pun edaran-edaran yang memang disiapkan khusus oleh Redaksi Maiyah.

Tidak semua benih-benih itu lantas tumbuh menjadi tanaman yang baik. Tidak jarang, penggalan-penggalan berupa teks, audio dan video dipublikasikan secara serampangan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, dengan tujuan untuk kepentingan pribadinya semata tanpa mempertimbangkan konsekuensi terhadap tumbuhnya Masyarakat Maiyah. Pertumbuhan Masyarakat Maiyah bukan hanya soal seberapa banyak kuantitas jumlah dan luas benih-benih itu tersebar. Lebih dari itu adalah kualitas dari pertumbuhan akar, batang, cabang, ranting, dedaunan, bunga, dan buah itu tumbuh di tengah kehidupan bermasyarakat.

Sampai sekarang, proses panjang pertumbuhan Masyarakat Maiyah sudah, sedang, dan terus berlangsung di tengah masyarakat, khususnya di Indonesia. Sebagai sebuah peradaban baru, benih-benih Maiyah tumbuh bukan sekadar sebagai identitas sosial ditengah kehidupan masyarakat. Lebih dari itu, nilai-nilai Maiyah secara aplikatif menumbuhkan manusia-manusia yang utuh dan seimbang secara emosional, intelektual, dan spiritual. Keseimbangan baik dalam kehidupan pribadi maupun sosial, dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam Segitiga Cinta, Allah-Rasulullah-Sesama Manusia, saling cinta dan mencintai semesta alam.