Cak Nun: Pak Harto Legowo Mundur

Liputan6.com, Jakarta — Almarhum mantan Presiden Soeharto menyisakan kenangan bagi banyak pihak. Salah satunya budayawan Emha Ainun Najib. Pria yang akrab disapa Cak Nun ini terlibat dalam peristiwa menjelang mundurnya Pak Harto sebagai presiden pada 21 Mei 1998. Pada 16 Mei 1998, Cak Nun bersama almarhum Nurcholis Madjid, mantan Menteri Agama Malik Fadjar, serta enam tokoh politik lain menuliskan surat yang meminta Pak Harto segera mengundurkan diri sebagai presiden.

“Surat itu diberi judul khusnul khotimah. Ada empat formula yang intinya minta Pak Harto mundur,” kata Cak Nun dalam dialog In Memoriam Pak Harto di Studio Liputan 6 SCTV, Jakarta Selatan, Senin (28/1) pagi. Pada 18 Mei 1998, surat tersebut diserahkan kepada Pak Harto melalui Menteri Sekretaris Negara saat itu Saadilah Mursyid. Pak Harto menerima surat dengan baik dan menyatakan siap mundur. “Setelah Isya, Pak Harto menelepon saya dan Cak Nur untuk menjamin keamanan peralihan kekuasaan jika dia turun,” ujar Cak Nun.

Menurut Cak Nun, Pak Harto dengan mudah menuruti permintaan sembilan tokoh karena dirinya menyadari rakyat Indonesia tak ingin Pak Harto menjabat presiden. Pak Harto, lanjut Cak Nun, tidak merasa tegang maupun emosional terkait surat tersebut. Pak Harto sangat legowo atau menerima apa pun yang dikehendaki rakyat. “Pak Harto tak takut dengan mahasiswa atau militer. Pak Harto justru takut kemarahan rakyat yang out of control,” tutur Cak Nun. Sekadar informasi, beberapa hari menjelang lengesernya Pak Harto, Ibu Kota diwarnai aksi demontrasi, kerusuhan, dan penjarahan besar-besaran. Bahkan, gedung MPR/DPR dikuasai ratusan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi. Sejumlah jalan protokol diblokade aparat keamanan. Cak Nun menambahkan, Pak Harto sebenarnya sudah siap mundur pasca kerusuhan 14 dan Mei 1998. Pak Harto kemudian makin mantap untuk mundur sejak 18 Mei 1998. Namun, Pak Harto baru menyatakan pengunduran diri secara resmi tiga hari kemudian. “Itu pun diperkuat dengan masukan dari berbagai pihak terdekatnya,” jelas Cak Nun.

Dalam kesempatan sama, pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Sugeng Sarjadi Syndicate Sukardi Rinakit menilai keputusan Pak Harto mundur sangat tepat. Terlebih, kondisi politik, ekonomi, serta keamanan saat itu tidak menentu. “Saya melihat Pak Harto ikhlas dengan tindakannya. Sebab, pada dasarnya Pak Harto tak ingin ada pertumbahan darah di level warga sipil,” ujar Sukardi yang kerap bertemu Pak Harto.

(Sumber: Liputan6, RMA/Rosianna Silalahi)