Berproses dalam “minadh-dhulumaati”, untuk menuju “ilaa An-Nuuri”

UNTUK SATU DEKADE BANGBANG WETAN

“Lingsir wengi tan kendat, beboyo memolo tan kinoyo ngopo.
Bebendu pepeteng tan keno ati niro, bangbang wetan semburato”

SATU BAIT syair dalam lagu Bangbang Wetan yang diaransemen ulang oleh KiaiKanjeng seakan menjadi kalimat penegasan bahwa cahaya yang baru akan segera kita songsong. Satu harapan, bahwa Cahaya yang dinanti dari timur akan segera muncul. Gelap akan menjadi Cahaya.

Abang-abang teko wetan, idiomatik Bangbang Wetan yang kemudian menjadi sebuah nama salah satu simpul Maiyah yang lahir di Surabaya 10 tahun silam. Dan Cak Nun ketika awal mula Bangbang Wetan ini akan dilahirkan, pun menegaskan dengan satu kalimat khas bonek Surabaya; Bismillah ae. Yang mungkin jika diterjemahkan dalam istilah jawa timuran akan bisa difahami dengan istilah; bondo nekat.

Iya, nekat. Orang jawa seringkali memiliki keyakinan akan masa depan yang akan selalu baik-baik saja. Orang jawa, jika di sakunya ada uang seratus ribu, ia akan bersyukur. Jika ada uang hanya lima puluh ribu, ia akan tetap bersyukur. Pun, seandainya haya ada uang seribu rupiah pun, ia akan tetap bersyukur atas kepemilikan uang tersbeut. Persoalan bahwa uang itu apakah cukup untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari mereka, itu persoalan lain. Toh jika ada yang bertanya; apakah uang seribu itu cukup untuk hidup? Bisa jadi, akan ada jawaban;  yaa dicukup-cukupkan lah.. Meskipun juga pasti ada yang akan menjawab dengan kalimat yang lebih keras;  yok opo, duit sewu iki iso nggo tuku rokok ae, gak!.

Tapi setidaknya, satu kalimat Cak Nun pada saat memberi restu kepada teman-teman perintis Bangbang Wetan; Bismillah ae, menurut saya merupakan satu pesan yang memang pas ditujukan bagi teman-teman di Surabaya yang menginisiasi Bangbang Wetan saat itu. Jangan dibayangkan bahwa pada saat itu akses informasi, komunikasi bahkan transportasi seperti hari ini. Kenekatan Bangbang Wetan muncul di Surabaya tentu bukan sebuah kelahiran yang biasa-biasa saja. Pada perjalanan selanjutnya, Bangbang Wetan benar-benar menjadi sebuah komunitas yang bermanfaat bagi masyarakat Surabaya dan sekitarnya. Bagaimana Bangbang Wetan turut serta mengawal penyelasaian persoalan korban Lumpur Lapindo dan penyelesaian permasalahan lokalisasi Dolly adalah bukti nyata bahwa Bangbang Wetan adalah salah satu cabang tali cahaya Allah di bumi Jawa Timur.

Setiap bulan, paska Padhangmbulan di Jombang, Bangbang Wetan dilaksanakan. Seperti halnya di forum-forum Maiyahan yang lainnya, masyarakat berkumpul, duduk menekun dimulai ba’da Isya’ hingga menjelang Subuh, dan mayoritas adalah anak-anak muda pada rentang usia 15-35 tahun. Mereka adalah generasi milenial, generasi yang dalam beberapa tahun yang akan datang akan mengambil alih tongkat estafet kepemimpinan di Indonesia. Bangbang Wetan dan simpul-simpul Maiyah memiliki posisi yang sangat strategis dalam proses kelahiran generasi milenial ini. Perjuangan Simbah Muhammad Ainun Nadjib yang sudah dirintis sejak puluhan tahun yang lalu ini tentu saja akan terus dilanjutkan. Semarak forum Maiyah yang sangat egaliter hari ini pada dasarnya merupakan tantangan tersendiri bagi setiap simpul Maiyah Nusantara di Indonesia ini, tidak terkecuali Bangbang Wetan.

Karena, apapun yang dilakukan oleh Maiyah haruslah berdasarkan kesadaran bahwa apa yang dilakukan dalam rangka setor kebaikan dan kemasahatan bersama. Di Maiyah, orang Madura tetap menjadi orang Madura, orang Batak tetap menjadi orang Batak, orang Jawa tetap menjadi orang Jawa, orang Bugis tetap menjadi orang Bugis, orang Dayak tetap menjadi orang Dayak. Semua dipersatukan bukan untuk diseragamkan menjadi satu identitas yang sama. Seperti yang sudah disampaikan oleh Mbah Nun, semua itu bermuara pada satu prinsip; Saling memperuntukan dirinya bagi kebersamaan, Itulah Maiyah.

Konsep segitiga Cinta yang diperkenalkan oleh Mbah Nun kepada Jamaah Maiyah menjadi fondasi yang paling mendasar dan harus terbangun kuat didalam hati masing-masing Jamaah Maiyah. Komposisi 3 dimensi nilai kehidupan; Kebenaran, Kebaikan dan Keindahan terbangun dalam satu konstruksi yang kuat sehingga mengajarkan Jamaah Maiyah tidak keliru menentukan mana yang disebut cara, mana yang disebut alat dan mana yang disebut tujuan. Jamaah Maiyah melalui pembelajaran setiap bulan di simpul-simpul Maiyah seperti Bangbang Wetan belajar untuk memahami bagaimana Rasulullah SAW dahulu mempersatukan Muhajirin dan Anshor.

Bangbang Wetan adalah salah satu simpul Maiyah yang sudah turut serta menanamkan nilai-nilai Maiyah kepada siapapun yang hadir. Semua, satu sama lain saling mengamankan nyawa, martabat dan harta mereka. Sehingga dalam lingkaran Maiyah terjamin tidak akan ditemui kotoran-kotoran batin, tidak ada kepalsuan niat, tidak ada kecurangan fikiran sehingga Allah tetap mencurahkan kasih sayangnya kepada Jamaah Maiyah. Jamaah Maiyah berkumpul bukan dalam rangka membangun kekuatan untuk berlaku sombong, congkak dan angkuh di dunia. Maiyah justru menanamkan sikap kesadaran bahwa dunia memang layak untuk dinomorduakan. Jamaah Maiyah berkumpul di setiap Maiyahan dalam rangka membangkitkan pengetahuan, ilmu dan kesadaran kepahaman dan kemengertian akan dusta dunia.

Mbah Nun sudah melatih anak-anak Maiyah untuk bertirakat, berpuasa, menahan diri ditengah kebiasaan orang kebanyakan melampiaskan. Anak-anak Maiyah hari ini sudah terlatih dan memahami kapan saatnya untuk menarik tuas rem dan kapan saatnya untuk menarik tuas gas. Simpul-simpul Maiyah merupakan sebuah laborotorium yang penuh pendaran ilmu yang tidak ada habisnya. Tentu saja, konstruksi berfikir bahwa di Maiyah semua yang hadir dalam rangka mencari apa yang benar, bukan siapa yang benar adalah salah satu fondasi yang kuat dan menjadi salah satu sebab mengapa Maiyah memiliki daya tarik tersendiri hari ini. Mbah Nun seringkali menyampaikan kepada Jamaah Maiyah bahwa kita ini dititipi Maiyah untuk Indonesia dan keluarga kita, bukan kita dititipi Indonesia untuk Maiyah. Bangbang Wetan merupakan salah satu simpul Maiyah yang memiliki potensi untuk menjadi terminal persemaian generasi milenial di wilayah Jawa Timur.

1 dekade Bangbang Wetan bukanlah perjalanan yang pendek, namun juga bukan berarti bahwa perjalanan ini akan disudahi. Bangbang Wetan tentu akan memiliki perannya sendiri untuk bersinergi dengan simpul-simpul Maiyah yang lainnya di Indonesia ini. Bangbang Wetan sudah pasti memiliki banyak potensi dari jamaahnya di Surabaya dan sekitarnya yang selama ini mandegani berlangsungnya forum Maiyahan di Surabaya setiap bulannya ini.

Selamat ulang tahun, Bangbang Wetan. Teruslah melangkah, teruslah berjalan.