Bercinta Selama 18 Tahun

RAMADLAN tahun ini terasa istimewa bagi Jamaah Maiyah Kenduri Cinta di Ibu Kota Jakarta. Istimewa. Ya, dikarenakan hajatan rutin bulanan ini dilaksanakan dua kali dalam bulan ramadan tahun ini, bulan yang disucikan oleh kita seluruh ummat muslim di muka bumi ini.

Kenduri Cinta yang dijadwalkan setiap Jumat pekan kedua, dalam bulan Mei 2018 diundur ke Jumat seminggu berikutnya. Jika “taat aturan” seharusnya dilaksanakan pada Jumat, 11 Mei 2018, namun para penggiat Kenduri Cinta menyesuaikan jadwal Maiyahan dengan Progress Management Yogyakarta –“institusi” yang mengatur skedul acara Maiyahan Cak Nun dan KiaiKanjeng—sehingga dimundurkan menjadi tanggal 18 Mei 2018, atau bertepatan pada hari ke-2 kaum muslimin wal muslimat menjalankan ibadah shiyam di bulan Ramadan 1439 H.

Kemudian, kali kedua. Jumat 8 Juni 2018, hari ke-23 puasa, Kenduri Cinta kembali dihelat. Para penggiat, yang seharusnya sibuk mencari tiket kepulangan untuk mudik, balik kampung untuk menyambut Lebaran, justru mereka dengan penuh keikhlasan mempersiapkan keberlangsungan “resepsi”-nya Kenduri Cinta. Para penggiat mengistilahkan acara rutinan Maiyahan tiap bulan sebagai “hari raya” –tentu saja, dalam tanda petik.

Bagi penggiat, Maiyahan di Kenduri Cinta sesungguhnya adalah interaksi sosial antar mereka, untuk berdiskusi, mengolah tema, mengevaluasi kinerja acara-acara sebelumnya, mewacanakan pelatihan-pelatihan untuk kalangan internal maupun untuk simpul-simpul maiyah yang lain, dalam bentuk workshop desain poster, storytelling, –yang sudah dijalankan beberapa waktu lalu– selanjutnya diramu, diolah, atau bahkan diperdebatkan dalam forum mingguan, yang kami menyebutnya “Reboan” setiap hari Rabu sepulang kerja di teras Galeri Cipta II Taman Ismail Marzuki, di pusat kota Jakarta.

Melahirkan event adalah penting. Lebih penting lagi adalah merawat dan meng-istiqomah-i secara konsisten. Menanam, menyiangi, merabuk, sehingga tumbuhan Kenduri Cinta bermanfaat bagi banyak kalangan, menebarkan buah dan benih-benih cinta serta keindahan kepada siapa saja.

Bulan Juni tahun ini, Allah SWT menganugerahkan perjalanan tahun ke-18 Kenduri Cinta tepat di minggu ketiga bulan ramadan. Puji syukur dipanjatkan. Kenduri Cinta masih berjalan di jalur yang benar. Semangat anak-anak muda yang mengawal, para penggiat ini, perlu diapresiasi.

“Forum Kenduri Cinta, adalah salah satu dari tiga forum, yang dalam proses kelahirannya peran Cak Nun sangat besar. Kedua forum yang lain adalah PadhangMbulan dan Mocopat Syafaat.

SEMENJAK diinisiasi oleh beberapa kawan di tahun 2000, untuk memenuhi permintaan berbagai kalangan di Jakarta dan wilayah-wilayah penyangga di sekitarnya; Bogor, Bekasi, Depok, Tangerang, yang hendak mengundang dalam pengajian-pengajian, atau sekadar bertatap muka dengan Cak Nun, menanyakan berbagai hal, atau menyampaikan problematika kehidupannya, maka dilahirkanlah forum Kenduri Cinta.

Forum Kenduri Cinta, adalah salah satu dari tiga forum, yang dalam proses kelahirannya peran Cak Nun sangat besar. Kedua forum yang lain adalah PadhangMbulan dan Mocopat Syafaat. Berbeda dengan keberadaan simpul-simpul yang belakangan ini bermunculan di berbagai wilayah Tanah Air, adalah murni dari keinginan jamaah Maiyah yang berada di daerah masing-masing.

Delapan belas tahun yang lalu, tampaknya Cak Nun sudah memikirkan bahwa kelak Kenduri Cinta akan dijadikan prototype, atau contoh bagi forum-forum sejenis dalam simpul-simpul Maiyah, yang belakangan tumbuh pesat dari berbagai kota.

Saya ingin berbagi beberapa hal penting yang belum banyak orang mengetahuinya, tentang Kenduri Cinta.

Pertama, adalah nama “Kenduri Cinta”. Konotasinya adalah kenduren di kampung-kampung, terutama di Jawa, untuk berbagi kebahagiaan. Mengundang orang untuk slametan, ungkapan rasa syukur kepada Gusti Pangeran, tetangga kiri kanan ikut merasakan kegembiraan. Sederhananya, Kenduri Cinta diharapkan mampu untuk berbagi cinta dan kasih sayang kepada siapa saja yang hadir, semoga menyebar ke seluruh Nusantara. Tagline-nya “Menuju Indonesia Mulia”.

Saat kenduren, shahibul hajat telah menyiapkan nasi tumpeng untuk berkat, yang dibagikan kepada handaitolan kiri kanan tetangga. Bentuk tumpeng, cetakan nasi berwarna kuning yang meruncing ke atas, digambarkan sebagai bentuk segi tiga, atau piramida, oleh Cak Nun diadopsi menjadi logo Kenduri Cinta. Logo tersebut menjadi simbol Cinta Segi Tiga, yang sangat familiar bagi Jamaah Maiyah, yaitu titik di atas: Allah, dua titik di bawah: Muhammad dan kita sebagai ummatnya.

Di pertengahan 2000-an, Kenduri Cinta pernah dihadiri Ahmad Dhani dan Ari Lasso. Bagi mereka berdua, di momen inilah kali pertama kembali bertemu seusai Ari Lasso diberhentikan dari manajemen Grup Dewa 19. Tak mengherankan, mereka berdua masih ada kegamangan untuk saling menyapa. Masih saling pekewuh. Tentu saja Cak Nun lah yang membuat mereka nyaman dan cair, kemudian beberapa lagu mereka bawakan bersama. Saya hanya ingin mengatakan bahwa, usai beberapa kali Ahmad Dhani menghadiri Kenduri Cinta dan berinteraksi dengan Cak Nun, di acara lain dengan KiaiKanjeng di Universitas Paramadina, pernah jauh sebelumnya di Masjid Pondok Indah, Ahmad Dhani dengan Kuldesak; kemudian muncul ikon Republik Cinta, untuk judul lagu dan sebagai nama manajemen yang menaungi artis-artis “asuhan” Ahmad Dhani. Apakah sebutan “cinta” dalam Republik Cinta adalah sebuah influnce dari cinta dalam nama Kenduri Cinta?

Yang kedua yaitu soal tema, atau judul acara. Sejak tahun-tahun pertama, Cak Nun sudah memberikan judul tema seminggu sebelum acara berlangsung. Tema-tema yang diangkat selalu dibicarakan dengan para punggawa, para penggiat, judul apa yang paling pas dengan pertimbangan isu-isu yang sedang hot ketika itu. Tradisi ini masih tetap dipertahankan hingga kini. Tema diobrolkan, diolah, dimasak, dalam forum Reboan, kemudian hasilnya diserahkan kepada Cak Nun, untuk meminta saran-saran. Apakah tema tersebut langsung dieksekusi sesuai tema ajuan atau Cak Nun sendiri mempunyai pandangan lain.

Jakarta tahun 2000-an, usai hingar bingar reformasi, ketika rasa takut masih menyelimuti sebagian besar masyarakat; ketakutan-ketakutan akan kerusuhan yang tidak bisa diprediksi, suhu politik yang terus naik, sejak awal menjadi pro dan kontra atas terpilihnya Gus Dur menjadi presiden, tak sudah-sudah hingga Gus Dur diturunkan.

Dalam kondisi sosial kemasyarakatan yang demikian, menjelang maghrib, orang-orang lebih nyaman tinggal di rumah, bercengkerama dengan keluarga atau hanya sekedar menonton televisi. Pada pagi hari berikutnya, kembali menjalani rutinitas pekerjaan.

Keberadaan Kenduri Cinta harus dikabarkan. Dibikinlah pamflet, disebar ke seluruh wilayah Jakarta, dipasang di tembok-tembok –terkadang, ditempel malam, paginya sudah dirobek orang.

Bersamaan kala itu, ada acara Gardu di Indosiar, disiarkan live tiap Kamis malam, dipandu oleh Cak Nun. Sebuah acara obrolan yang sebenarnya berat, disampaikan dalam gaya ringan sebagimana orang-orang kampung di pos ronda. Di terakhir acara, Cak Nun menyampaikan info tentang Kenduri Cinta.

Lokasi acara di Taman Ismail Marzuki, sebuah tempat strategis satu-satunya lokasi yang dipilih oleh Cak Nun. Seminggu sebelum acara, di pinggir jalan pojokan depan sebelah kiri, papan poster acara Kenduri Cinta telah terpasang, dengan teknik lukisan cat di atas kain. Lukisan kain poster dibuat secara paten, tiap acara berlangsung hanya tulisan tanggal, bulan dan tahun yang ditimpa tulisan baru disesuaikan event berlangsung. Tentu saja, adanya perkembangan teknik-teknik percetakan, tata desain, bahan poster; memaksa harus meninggalkan teknik lukisan lama, yang selama ini dijalankan.

Tradisi wajib bagi Kenduri Cinta yang ketiga ini adalah keberadaan poster. Pemasangan poster seminggu sebelum forum berlangsung, nyuwun sewu, kini menjadi panutan acara serupa di acara-acara maiyahan. Bahwa mengabarkan, mewara-wara, menginformasikan, sangat disadari bahwa adalah hal yang sangat penting.

Ilmu-ilmu yang telah dihamparkan, tak bisa tidak harus di-monumen-kan. Agar abadi, kudu didokumentasikan. Harus ditulis. Salah satu kebanggaan kawan-kawan Kenduri Cinta, sejak pertengahan 2000-an, mentradisikan literasi. Bukan sekedar reportase yang menyerap sekilas suasana, lalu esoknya ditulis berdasar ingatan. Saya tidak mengatakan bahwa reportase semacam itu tidak penting. Namun,  lebih penting lagi agar tidak terserak hikmah-hikmah tanpa sempat dipungut, menulis kata-perkata memperdengarkan recorder selama 7-8 jam acara berlangsung, adalah langkah yang selama ini dijalankan. Sangat wajar sehingga reportase lengkap maiyahan Kenduri Cinta, terkadang seminggu baru kelar.

Di tahun-tahun itu, muncul dunia baru –yang 20 tahun sebelumnya—tak pernah terpikirkan, yakni beberapa konten jejaring sosial, dari era Mailling list, Blog, Friendster, Linkedin, mySpace, Facebook, Twitter, Tumblr, Steller, Instagram, Line, dst. Kenduri Cinta telah memiliki akun resmi Facebook, Fan Page, Twitter, Tumblr, Steller, Instagram. Kepemilikan akun-akun tersebut dirawat, dihidupi, secara bertanggungjawab hingga saat ini. Jika jeli, Twitter dan Fanpage Komunitas Kenduri Cinta, sudah lama terverifikasi (verified). Dalam perjalanan 18 tahun ini, web Kenduri Cinta sudah melampaui versi yang ke-5.

Dalam forum Reboan, paling tidak ada empat kali pertemuan. Reboan pertama, artinya setelah hari berlangsungnya acara Kenduri Cinta, me-review keberlangsungan acara yang sudah berlangsung. Sisi kekurangan diperbaiki, dan yang sudah bagus ditingkatkan. Reboan kedua, pembahasan tema. Reboan ketiga, telah fiks judul dan pembicaraan untuk meng-create desain poster. Ada satu lagi, tugas penulisan Mukadimah berbarengan dengan rilisnya poster. Reboan terakhir, menjelang acara Kenduri Cinta, adalah pembagian tugas. Siapa-siapa moderator, yang tanggungjawab pengundang penampil, bagian konsumsi, panggung, sound system, karpet dst.

Begitulah. Ini semacam kilasan keberlangsungan 18 tahun Kenduri Cinta. Tentu saja banyak hal terlewati, momen-momen spesial tak terpotret. Semakin banyak orang menulis, kian kaya sebuah peristiwa. Delapan belas tahun bukan peristiwa yang pendek.

Kenduri Cinta, menapaki perjalanan panjang menemani pasang surut ke-Indonesiaan dengan penuh kegembiraan.