Batas Ikhtiar dan Nasib

MESKIPUN TANPA ibu jari, Bambang Ekalaya alias Palgunadi merentangkan busur dan mengarahkan anak-panahnya ke arah Palguna(Arjuna). Terbayang wajah jelita sang Istri yaitu Dewi Anggraini sedang dirayu dan digoda oleh Sang Ksatria Penengah Pandawa. Gemeretak giginya menahan geram dan gemuruh amarah di dadanya. Ilmu memanah dan strategi perang yang selama ini dipelajari-nya melalui jalur non-formal kepada guru bayangan, saat ini jadi pembuktian. Meluncur anak-panahnya menghujam ke tubuh Palguna. Arjuna tewas seketika, padahal Perang Besar Baratayudha belum dimulai. Apakah Pandawa tanpa Arjuna dapat mengalahkan Kurawa dan menyelesaikan cerita Mahabarata?

Kreasi cerita Mahabarata tentu berbeda dengan adanya pesawat luar angkasa yang mampu menjelajah antariksa, dengan adanya hyperloop sebagai moda transportasi super cepat, dan tentu berbeda dengan adanya teknologi informasi yang kini mampu menghubungkan manusia dari berbagai penjuru belahan dunia. Tapi apakah itu semua murni 100% karena kemampuan daya kreasi dari teknologi manusia? Atau manusia hanya berperan sepersekian persen dan selebihnya adalah campur tangan Tuhan? Adakah ilmu pengetahuan modern sampai pada pemahaman bahwa kebudayaan dengan teknologi-nya sebatas mengoptimalkan segala potensi alam yang merupakan pemberian Anugerah dari Tuhan? Atau apakah dengan ilmu pengetahuannya, manusia justru semakin meremehkan Kuasa Tuhan dan mentiadakan keberadaanNya?

Kurangnya pengetahuan mengenai batas seringkali terjadi pada setiap peralihan zaman dan bergulir-nya peradaban. Arah gerak peradaban memacu umat manusia berusaha menembus batas itu, lantas mengagungkan pencapaian peradaban yang dibangun berdasar pengetahuannya. Pendidikan akademis sebagai media transfer pengetahuan antar generasi sekedar mengikuti zamannya. Yang terjadi pada umat-umat terdahulu dengan peradabannya tidak mesti demikian, kemegahan bangunan-bangunan yang kini tinggal puing-puing berserakan semestinya dapat dijadikan pelajaran mengenai peralihan-peralihan zaman. Ketika pencapaian ilmu pengetahuan melewati batasan, para Nabi yang menjadi utusan Tuhan dihadirkan tapi diremehkan, puncak peradaban-pun bergulir menuju kehancuran.

Piramida tatanan kehidupan sosial dirancang sedemikian rupa sehingga masyarakat dapat hidup dalam keteraturan dan dapat diatur oleh para penguasa pada zamannya. Lembaga-lembaga dan organisasi sosial dari lembaga pernikahan berupa keluarga hingga adanya negara dengan berbagai bentuk, sejatinya dibuat supaya distribusi dari Rahmat Tuhan dapat menjadi berkah bagi seluruh alam. Sistem ekonomi, sistem politik dan pemerintahan semestinya dibuat dan dijalankan dalam usaha umat manusia melaksanakan distribusi Rahmat dari Tuhan. Jika pada praktiknya terjadi penyelewengan, monopoli kekuasaan, perselingkuhan, dan korupsi, itu merupakan wujud keserakahan manusia yang sedang menginjak-injak dan mempertontonkan kesombongan-nya terhadap Hukum Tuhan.

Hukum Tuhan disini bukan hanya yang bersifat kontekstual pada kitab-kitab suci. Hembusan angin, air yang menguap menjadi gumpalan awan hingga terjadi hujan juga mengikuti Hukum Tuhan. Begitupun ketika terjadi ketidakadilan, penindasan dan perampasan penghidupan rakyat, ini dapat menyakiti perasaan rakyat dan Tuhan bisa marah karenanya. Mungkin anda bisa meremehkan Tuhan dengan cara memperdaya masyarakat menggunakan berbagai tipu daya untuk menghipnotis dengan opini publik, tapi anda tidak bisa menghindar dari nasib yaitu Qadla dan Qadar Allah. Dalam pertandingan sepakbola, seberapapun anda dapat menyusun tim kesebelasan, membuat strategi menyerang atau strategi bertahan, bahkan kalaupun anda sebagai seorang pemain bola dengan keterampilan dalam mengnggocek dan menendang bola sangat mumpuni, namun setelah bola ditendang arah bola bergulir tidak dapat lagi dikendalikan oleh anda.

Masih banyak kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi. Setiap orang menjalankan peranan sesuai dengan perannya masing-masing. Anda tidak harus menjadi Palgunadi yang repot-repot membuat bayangan Patung Dorna sebagai guru dalam belajar. Anda juga tidak perlu memantaskan diri untuk menjadi Arjuna yang gagah perkasa namun suka selingkuh dengan istri orang lain. Namun mesti diingat juga bahwa anda tidak bisa memilih untuk terlahir di dunia ini di Eropa, Arab, China atau di Amerika. Mau tidak mau suka dan tidak suka kita terlahir di Indonesia. Ada yang dapat kita ikhtiari dengan berusaha untuk merubahnya, namun ada yang menjadi nasib yang seharusnya kita terima.

Pada cerita Mahabarata, Arjuna tetap harus hidup dan menjadi salah satu panglima perang Baratayuda. Arjuna lantas dihidupkan kembali oleh Sri Kresna walupun sudah tewas oleh Bambang Ekalaya. Ilmu memanah dan strategi perang yang dipelajari oleh Bambang Ekalaya tidak berarti percuma karena toh Arjuna yang telah tewas dikalahkan kemudian dihidupkan kembali. Bahkan pada kehidupan nyata banyak contoh disekitar kita yang waktu dahulu belajar akademis, tetapi ilmu akademisnya berbeda dengan bidang pekerjaan yang sekarang digeluti. Bukan berarti ilmu yang dipelajari semasa kuliah itu lantas menjadi sia-sia, tapi yang terpenting adalah bagaimana kita menjalani, menikmati dan memaknai setiap proses dalam kita memerankan peran kehidupan kita sebaik mungkin.