By Jamaah Maiyah

Sinau Bareng Melatih Kerendahan Hati

Dalam beberapa kali Sinau Bareng Maiyahan, Mbah Nun sering menjelaskan bahwa kebenaran itu ada beberapa macam jenis, yaitu: Benarnya Sendiri/Kebenaran Personal (Benere Dhewe), Benarnya Orang Banyak/Kebenaran Komunal (Benere Wong Akeh), dan Benar Yang Sejati (Bener Kang Sejati). Benar yang sejati adalah bernilai hakiki dan paling tinggi kualitasnya karena Kebenaran yang Sejati adalah Kebenaran dari Tuhan. Kita hanya bisa menafsirkan, mencoba, meraba, mencoba menemukan kebenaran, karena sekali lagi, bahwa kebenaran bukan dari kita melainkan dari Tuhan.

Sinau Bareng Memaknai Peran dan Keberadaan Alam

Ketika alam tidak cocok dengan sistem kita, kita menyalahkan alam. walaupun manusia punah, bumi akan tetap ada. Banyak ancaman yang kita sebut ancaman karena kita egois. Alam tak pernah berniat jahat, alam hanya menyeimbangkan yang tidak seimbang. Semua hal yang tidak seimbang penyebabnya adalah manusia. Semua penyebab bencana alam dikarenakan ketidakpahaman manusia karena terhadap sistem yang komprehensif, manusia merasa melakukan sesuatu yang benar, padahal kita menabung bencana yang lebih besar. Prinsip bagaimana cara memberlakukan alam adalah dengan cara melakukan keseimbangan kepada alam.

Perjalanan Gambang Syafaat ke Kenduri Cinta

Waktu semakin sore, perjalanan berlanjut terus menerus. Suara musik di dalam mobil cukup menambah suasana sore ini bertambah asyik. Meskipun sedikit berdesakan tempat duduknya, kami semua menikmatinya dengan sesederhana apa adanya. Pintu tol satu per satu kami lewati, alhamdulillah perjalanan lancar, hingga kami memasuki pintu tol Cikarang Utama perjalanan mulai pelan merayap karena rapatnya mobil, truk dan bus yang membayar di pintu tol untuk menuju Jakarta. Sinar matahari pun mulai terbenam. Wajah-wajah lelah sudah pasti akan menghampiri kami ketika sudah di Taman Ismail Marzuki nanti. Namun, rasa lelah itu kami ganti dengan suasana kemesraan ketika kami tiba di lokasi Kenduri Cinta melihat para penggiat Kenduri Cinta dengan ikhlas menyambut kami semua. Terasa seperti persaudaraan yang sudah cukup lama terjalin, padahal sudah lama kami tidak bertemu. Terlihat para penjaja makanan dan pedagang khas Taman Ismail Marzuki juga mulai tampak, keakraban para JM yang sudah datang juga mulai terasa.

Lokomotif Harus Aktif

Dipertengahan tahun 2016 lalu, seorang teman yang kala itu saya panggil Kang Ustad membelikan sebuah mini router agar saya bisa mengakses kembali dunia maya yang beberapa saat ditinggalkan. Saya pun mencoba mengakses internet dan waktu itu awalnya memilih media youtube untuk mencoba mencari lagu-lagu yang saya senangi, namun mata tertarik kepada judul dari salah satu video yang ada berjudul “Sinau Bareng Cak Nun”.

Merayakan Kenduri Cinta Yang Sedang Pubertas Di Usia 18 Tahun

Saya mengenal Cak Nun sekitar tahun 2015 ketika membuka kanal youtube, disanlah saya bereksplorasi mencari kajian-kajian perihal Islam, Budaya, Seni dan Sastra. Entah mengapa pencariaan saat itu menggiring ke video-video Cak Nun, mungkin Allah sudah menyusun skenario dengan apik bahwa saya harus mengenal Cak Nun lebih dalam menyelami pikiran-pikiran yang ajaibnya lewat kata-kata penuh cinta melalui kanal youtube.

Kutemukan Jawaban di Maiyah

Cak Nun mentadabburi kalimat Bismillahirrohmanirrohiiim. Bismillahirrohmanirrohim itu terdiri dari Bismillahi, Roh, Mani, Rohim. sebelum roh, ada perjanjian “Alastu bi rabbikum, bukankah Aku Tuhanmu?” Setelah roh sepakat, “Ya saya bersaksi, Kamu lah pengayomku”. Baru kemudian ditiupkan roh itu ke Mani, dan ditempelkan kepada Rohim (Rahim). Allah lah yang mengajari kita jauh sebelum Ibu kita mengajari kita. menurut Cak Nun, Tadabbur itu berbeda dengan Tafsir “Kalau Tadabbur, salah tidak apa-apa asal hasilnya baik, dan Allah menyuruhnya Tadabbur bukan tafsir, Afala yatadabbarunal Qur`an “. Tadabbur itu dari kata Dubur (jalan belakang), yang penting itu outputnya, yang dikeluarkan dari duburmu itu baik.

Getaran Rindu Kenduri Cinta

Seorang pria berambut ikal sebahu
Dengan retorika menarik
Membuat audiens mangharu-biru
Terkesima dengan diksi-diksi sufistik

Ooo, rupanya itu Cak Nun
Bersama Gus Nuril Arifin
Dan jamaah Kenduri Cinta
Serta seorang wanita yang hendak pindah agama

Kesan tontonan pertama
Di bumi Kinanah
Membuatku “tersandera”
Cak Nun dan Jamaah Maiyah

Menemukan Cinta, di Jantung Ibukota

Sampai pada akhirnya tahun 2010 lalu, saya hijrah ke Jakarta untuk bekerja mengais rupiah di belantara ibukota. Tanpa di sengaja, saya pun mendengar kabar kalau di Jakarta juga ada acara semacam Maiyah di Yogya. Acara tersebut bertajuk ; Kenduri Cinta. Ada rasa ingin tahu dalam diri saya, yaitu ingin tahu sebenarnya acara Kenduri Cinta itu seperti apa. Saya berusaha mencari tahu perihal Kenduri Cinta melalui media sosial dan akhirnya saya temukan banyak informasi tentang Kenduri Cinta. Saya pun meniatkan diri untuk datang ke acara Kenduri Cinta. Saya ingin melihat dan menyimak secara langsung hal apa saja yang akan saya dapatkan di sana. Dan sungguh di luar dugaan saya, ternyata tema yang di angkat oleh para penggiat Kenduri Cinta itu sangat menarik, narasumbernya pun sangat beragam, dari berbagai kalangan dan profesi. Ada seorang kyai, budayawan, aktivis, musisi, seniman, politisi dan tak lupa tentu Mbah Nun sebagai tokoh sentralnya.

Jatuh Cinta Dengan Kenduri Cinta

Dulu, yang memeperkenalkan saya dengan Kenduri Cinta adalah benturan masalah yang harus saya selesaikan dan harus saya jawab. Tapi jawaban itu sendiri adalah Kenduri Cinta. Pada bulan Januari 2016, pertama saya hadir di Kenduri Cinta. Waktu Tema yang tertulis di Back Droop adalah “Gerbang Wabal”. Beruntung sekali waktu saya pertama datang di acara Kenduri Cinta , turut hadir juga Bapak-bapak KiaiKanjeng. Saya berangkat dari Tangerang pada waktu sehabis Maghrib. Sesampainya di Taman Ismail Marzuki dimana acara Kenduri Cinta diselenggarakan ba’da Isya’. Saya memarkir motor lalu setelah memarkirkan motor, saya memilih tempat duduk di barisan paling depan. Sungguh rasanya seperti mendapat tempat VIP, baru pertama kali datang ke Kenduri Cinta, langsung dapat tempat duduk di barisan paling depan.

Jaburan Tinggal Kenangan

Tradisi kecil dan rutin tersebut dilaksanakan ketika sholat tarawih telah usai. Yaitu bagi-bagi makanan kepada seluruh jamaah sholat tarawih khususnya anak-anak. Warga digilir untuk men-sodaqoh-kan sebagian rizqi-nya berupa panganan-panganan ringan untuk dibagikan. Panganan ringan tersebut antara lain; lempeng, rambak, karak, jipang, roti bolu, roti pisang dll. Meskipun makanan ndeso dan murah, tapi bagi anak-anak rasanya itu sungguh enak, nyampleng, nikmat, lezat tak terkira. Anak-anak rela antri berjejer rapi demi mendapat secuil karak atau sepotong roti. Hanya mendapat secuil makanan saja senengnya bukan kepalang. Bagai mendapat sebongkah berlian. Bagi-bagi makanan menjadi momen spesial, sakral dan maha penting untuk selalu di tunggu-tunggu. Tidak ada raut ngantuk ataupun lelah pada mimik polos mereka. Yang nampak hanyalah wajah-wajah sumeh, gembira karena akan mendapat makanan secara cuma-cuma. Bahkan parahnya, sholat tarawih dan ndarus Qur’an mungkin bukanlah tujuan utama mereka (anak-anak) datang ke Musholla. Mencari makanan jauh lebih primer dan seolah hukumnya wajib ‘ain. Tak apa, maafkan dan maklumilah mereka. Namanya juga anak-anak. Tradisi kecil bagi-bagi makanan itulah yang disebut Jéburan atau JABURAN.