AMNESTIKARTA

KELUARGA BESAR bangsa Indonesia melahirkan NKRI sebagai sebuah kendaraan untuk menuju cita-cita mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan amanat Undang Undang Dasar 1945, adanya roda pemerintahan bergulir untuk mewujudkan cita-cita bangsa itu. Setiap periode pemerintahan berkewajiban mengantarkan rakyat sebagai bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur. Sehingga, kewajiban pemerintah terhadap segenap bangsa merupakan pekerjaan mulia dengan rakyat sebagai orientasi dari setiap kebijakan pemerintah. Patriotisme cintanya pemerintah terhadap rakyat mendasari setiap cipta kebijakan-kebijakan dalam aktivitas kenegaraannya.

Sumber-daya-alam, aset-aset-bangsa dan badan-badan-usaha-milik-negara pada dasarnya adalah titipan bagi generasi penerus bangsa Indonesia yang di amanatkan kepada pemerintah. Setiap periode pemerintahan sudah semestinya membatasi penambangan dengan pertimbangan kelestarian dan ketersediaan bahan tambang supaya dapat diwariskan kepada generasi selanjutnya. Tradisi, budaya dan kebudayaan masyarakat di seluruh kepulauan Nusantara adalah aset-aset bangsa yang tidak kalah berharganya dengan nilai dari BUMN-BUMN yang saat ini masih ada. Pun rakyat yang menjadi karyawan di BUMN-BUMN mencurahkan segala daya upayanya supaya BUMN-nya menghasilkan keuntungan bagi negara untuk kemakmuran nasional, segenap bangsa. Pemerintah dan rakyat bahu-membahu dalam usaha mencerdaskan kehidupan berbangsa dan menjaga martabat sebagai bangsa yang berdaulat. Nasionalisme cintanya sesama komponen anggota keluarga bangsa untuk saling menjaga kebersamaan.

Secara adil dan transparan melalui permusyawaratan, peran serta anak-anak bangsa dalam usaha membantu negara diatur secara proporsional. Dibatasi hanya sepersekian persen harta dan penghasilan diberikan sebagai hak-negara berupa kewajiban-pajak warga-negara. Anak-anak kandung maupun anak angkat bangsa Indonesia sama-sama berperan serta bersama pemerintah dalam koridor persatuan Indonesia. Oleh pemerintah, investor lokal maupun asing diberi lahan untuk menanamkan modalnya pada sektor-sektor usaha yang tidak berpotensi mengganggu kedaulatan bangsa. Sedangkan pihak-pihak swasta yang turut andil dalam usaha menegakkan kedaulatan rakyat diberikan keleluasaan untuk menanamkan modal, memberikan pelatihan-pelatihan dan pendampingan usaha sebagai wujud cinta kepada bangsa. Usaha yang didasari cinta semacam itu dikenal dengan istilah Filantropi. Mengenai Filantropi ini juga dibahas oleh Simpul Maiyah Banyumas, Juguran Syafaat pada beberapa waktu yang lalu.

Jika landasan dasar hubungan sosial adalah cinta, begitulah mudahnya urusan sosial diatur. Setiap pelaku sosial dengan tanpa paksaan akan berusaha menjalankan peranan dengan sebaik-baiknya. Hubungan sosial terjalin berkat kepercayaan antar individu untuk senantiasa berusaha merajut kebersamaan. Dengan dasar cinta, kewajiban pemerintah dalam aktivitas pelayanan kenegaraan kepada rakyat dilaksanakan dengan sungguh-sungguh bukan dengan tujuan untuk menuntut hak-pajak dari rakyat. Sebaliknya dengan dasar cinta, kewajiban rakyat dalam turut serta membantu pemerintah dalam menggerakkan roda kenegaraan terlaksana tanpa paksaan.

Persoalannya mulai muncul ketika ketidak-percayaan antar masing-masing komponen bangsa mulai ada. Perselingkuhan-perselingkuhan kepentingan mulai menggerogoti nasionalisme. Rakyat dan pemerintah yang semestinya berdaulat mulai merasa terbelenggu oleh kewajiban-kewajiban terhadap negara karena urusan-urusan anggaran belanja-belanja konsumtif.  Laporan keuangan disusun sedemikian rupa untuk mengurangi atau bahkan menghindari pungutan-pungutan pajak. Yang terjadi kewajiban-kewajiban pemerintah dan rakyat terlaksana semata-mata karena paksaan. Celah-celah peraturan-perundangan dicari-cari untuk meloloskan perselingkuhan-perselingkuhan. Kepentingan investor untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya tanpa segan dibela, sampai-sampai memperalat negara demi kepentingannya. CSR-CSR sekenanya saja diadakan guna sekedar merespon tuntutan-tuntunan kewajiban perusahaan-perusahaan negara dan swasta di muka publik.

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia mustahil terwujud selama distribusi Rahmat Tuhan kepada bangsa Indonesia masih terus dimanipulasi oleh pemerintah, perusahaan negara dan swasta dengan perselingkuhan-perselingkuhan kepentingan mereka diatas nasionalisme sebagai Bangsa Indonesia. Ketidak adilan tuntutan-tuntutan pemerintah yang mengatas-namakan hak-negara berupa pungutan-pajak yang tidak proporsional dari rakyat semakin memperburuk martabat pemerintah sebagai pemangku roda kenegaraan. Ketika mayoritas rakyat terus menerus taat membayar pajak pada setiap transakasi jual-beli kebutuhan sehari hari, sementara dilain sisi drama transaksi tarik-ulur tax amnesti dipertontonkan oleh sebagian anak-anak bangsa layaknya atraksi jurus mabuk di atas panggung kenegaraan. Yang terjadi saat ini sangat sulit dipahami, bagaimana mungkin Tuhan akan mengampuni jika negara digerakkan secara serampangan.