Perubahan Menjadi Mustahil

Ada situasi sejarah di mana jurnalisme dan tugas kewartawanan adalah urusan kebenaran, kebaikan dan keindahan. Fakta kehidupan disentuh, didalami kemudian diungkapkan kembali dengan landasan kebenaran, dengan tujuan kebaikan dan pena keindahan.

Ada keadaan yang berbeda pada suatu masyarakat, suatu bangsa atau ummat manusia, suatu kebudayaan bahkan peradaban – di mana pekerjaan kewartawanan berkaitan dengan penghidupan keluarga pelakunya, keselamatan ekonomi rumahtangga, di mana mati dan hidup dimaknai terutama pada konteks sandang, pangan dan papan.

Pada keadaan yang kedua ini kebenaran jurnalistik berposisi timbul tenggelam, terkadang primer, di saat lain sekunder, bahkan ada situasi-situasi tertentu di mana pelaku jurnalisme mengingkari sama sekali kebenaran itu. Sudah dengan sendirinya situasi ini membuat kebaikan dan keindahan terabaikan, tak ada waktu, tak ada ruang di dalam pikiran dan kalbu untuk mengingatnya, jangankan lagi untuk menyetiainya.

Kemudian muncullah era sejarah dengan struktur nilai di mana kegiatan jurnalisme hanya dikenal sebagai subyek dan obyek industri. Tidak sekedar industrialisasi, tapi sudah dilegalisasikan dan di-iman-i sebagai bagian utama industrialism. Isme: dasar cara berpikir, akar sikap hidup, hulu hilir kebudayaan dan peradaban.

Jurnalisme tidak ada hubungannya dengan kebenaran nilai hidup, jangankan lagi kebenaran ‘langit’ yang sebenarnya merupakan asal-usul dan arah tujuan kebenaran ‘bumi’. Industri jurnalistik adalah garda depan dan ujung tombak keserakahan kapitalisme, permainan kekuasaan politik, pada tingkat konglomerasi tinggi maupun level pengemis dan penjilat. Kebenaran fakta kehidupan, kebaikan dan keindahannya, adalah faktor-faktor yang harus taat kepada keperluan mainstream kapitalisme dan industrialism.

Hidup bukan soal benar atau salah, baik atau buruk, indah atau jorok, bahagia atau menderita, ridha atau laknat. Bukan. Hidup adalah memperlakukan apa saja dengan pertimbangan laku atau tidak laku, marketable atau tidak marketable, kita dapat laba atau tidak.

Nasi goreng, daging sapi, susunan kalimat, tambang, Negara, kedaulatan rakyat, ayat Tuhan, demokrasi, orang sakit, anak bersekolah, pendidikan, kesehatan, Agama, kebudayaan, Nabi Malaikat dan Allah – adalah obyek-obyek untuk kepentingan kita semua dalam mencari keuntungan materi.

Ada era sejarah di mana jurnalisme adalah kekuatan utama perubahan sejarah. Ada era lain di mana jurnalisme adalah kekuatan utama yang perubahan menjadi sesuatu yang mustahil. Akhirnya nanti Tuhan datang sebagai Maha Pewarta Agung yang “khobirun bima ta’malun”: memberitakan apa saja yang sudah kita lakukan, untuk membangun kehidupan maupun untuk menghancurkannya.

1 Nopember 2013
Muhammad Ainun Nadjib

Komentar