Ngaji bareng Cak Nun di Universitas Ulsan Korea

Minggu pagi (3/8/2014), Cak Nun beserta istri beliau, Mbak Novia, putranya Sabrang dan keluarga melanjutkan lawatannya di Korea Selatan dengan bertandang menuju kota Ulsan, setelah malam sebelumnya menghadiri forum diskusi dengan para tenaga kerja dan mahasiswa asal Indonesia di Masjid Al-Hidayah di kota Gimhae.

Perjalanan dari Gimhae menuju Ulsan ditempuh selama 45 menit. Ribuan tenaga kerja dan mahasiswa asal Indonesia di kota Gimhae tengah mengadakan forum diskusi Maiyahan sekaligus membuka penggalangan dana untuk bantuan krisis kemanusiaan di Palestina. Cak Nun diminta untuk memberikan pesan-pesan sekaligus berdiskusi tentang isu-isu terkini.

Dalam perjalanan, Cak Nun menyampaikan pesan bahwasanya penggalangan dana yang dilakukan hari itu tidak bisa mempengaruhi keadaan di Palestina. Cak Nun hanya memegang setia amanat ibunya: Berbuatlah baik dimana saja, kapanpun dan dengan siapapun. Sesungguhnya tidak ada masalah di muka bumi ini yang benar-benar bisa kita atasi. Allah tidak menagih umat-Nya untuk mampu menyelesaikan masalah. Ia merahmati manusia antara lain dengan masalah-masalah agar semakin luas peluang manusia untuk berbuat baik, menerapkan cinta dan kasih sayang kepada sesama.

KSATRIA NUSANTARA

Acara maiyahan hari itu dibuka dengan persembahan tari tortor, sebuah tari adat dari tanah Batak. Mahasiswa/i dari Gyeoungsung University juga turut mempersembahkan tari piring, sebuah seni tari tradisional asal Minangkabau. Disusul pertunjukkan reog ponorogo yang ditampilkan oleh teman-teman dari Paguyuban Bumi Reog Korea. Dengan kostum lengkap, penari yang banyak, dengan gagah mereka menunjukkan kebesaran bangsa Indonesia, layaknya ksatria-ksatria nusantara. Reog menjadi pertunjukan mewah di sana, selain juga mengagumkan melihat bagaimana para tenaga kerja kita di sana menyempatkan diri untuk berlatih, membawa peralatan reog yang sedemikian banyaknya seolah dengan enteng mereka suguhkan itu semua. Bangga menghadirkan kekayaan kesenian dan budaya negerinya sendiri.

Setelahnya, Cak Nun dan Mbak Novia langsung menyapa jamaah, mengatur suasana forum, berbagai pihak dari masing-masing perwakilan kemudian dilibatkan untuk bergabung bersama diatas panggung. Menciptakan suasana kebersamaan khas Maiyah. Mulai dari perwakilan Ulsan University, para tenaga kerja, mahasiswa, dan pihak lainnya yang terlibat di acara.

Sebelum resmi dimulai, Cak Nun mengajak jamaah untuk menanamkan pusaka tanah air Republik Indonesia di dalam hatinya masing-masing.

“Indonesia itu negara yang paling dirahmati Allah SWT, kaya raya alamnya. Itulah sebabnya semua kekuatan di dunia ingin dekat dengan Indonesia. Kadang-kadang ingin merampok, ingin nyolong. Tapi harap diketahui, kekayaan utama kita bukan tambang, bukan energi. Kekayaan utama Republik Indonesia adalah ksatria manusia Indonesia. Nilai-nilai dan filosofi bangsa Indonesia itulah yang nanti beberapa puluh tahun lagi akan menjadi pancer mercusuar bagi seluruh penduduk di muka bumi. Jadi, momentum ini untuk mengingatkan bahwa kalian ini ksatria semua, jadilah ksatria, jadilah tamu yang baik di Korea. Anda bersahabat dengan semua penduduk Korea, anda tunjukkan nilai-nilai luhur kita semua.”

Seluruh jamaah kemudian berdiri menyanyikan bersama lagu Tanah Air. Lagu tersebut terasa sangat tepat dinyanyikan oleh mereka yang berada jauh dari tanah air. Suasana hikmat tampak saat jamaah yang hadir menyanyikannya. Setelahnya, putri Cak Nun, Haya, yang turut hadir dalam kunjungan kali ini, diminta Cak Nun menyapa masyarakat Korea dengan beberapa lagu berbahasa Korea. Haya membawakan lagu Korea dengan sangat baik, fasihnya mengucapkan bahasa Korea seperti sudah lama tinggal di negara tersebut, padahal baru kali ini dia berkunjung ke Korea. Kemampuannya berbahasa Korea dilatihnya sendiri melalui internet. Uniknya, saking senangnya dengan penampilan Haya yang apik membawakan lagu Korea hari itu, pihak penyelenggara dari Ulsan University yang sebelumnya membebaskan biaya parkir selama acara, langsung menggratiskan sewa gedung yang digunakan untuk acara maiyahan siang itu.

Untitled design (12)

KELUARGA DAN PERSAUDARAAN HARUS TETAP UTUH

Cak Nun mengawali dengan memberi sangu yang mendasar tentang pentingnya arti keluarga.

“Keluargamu lebih penting dari pada kerajaan, negara, perusahaan. Karena menikah adalah perintah Allah, sedangkan negara adalah inisiatif manusia. Jadi, negara boleh saja berbuat semena-mena, boleh berbuat macam-macam terhadapmu, tetapi keluargamu harus tetap utuh, persaudaraan harus tetap utuh. Selama keluarga masih utuh, maka tidak ada azab Allah. Meskipun pilpres bikin ribut, tidak ada masalah, yang penting keluargamu tetap utuh, saudara-saudaramu tetap utuh.”

Seperti yang sering disampaikan oleh Cak Nun di berbagai pertemuan Maiyah, beliau selalu mengingatkan bahwa selama keluarga yang terikat dalam pernikahan suami dan istri masih utuh, maka keadaan suatu bangsa dalam sebuah negara masih akan terjaga dengan baik. Begitu juga tali persaudaraan antara manusia satu dengan yang lainnya.

Jembar dan Rampak, dua putra Cak Nun yang pada kesempatan kali ini turut menemani ke Korea, menyapa jamaah dengan lagu Jawa yang jenaka, mengajak para jamaah untuk mengingat-ingat kampung halamannya masing-masing. Acara dilanjutkan dengan mengajak seluruh yang hadir untuk bersolawat bersama-sama. Cak Nun mengingatkan, para jamaah untuk menyicil minimal membacakan Al-Fatihah satu kali dalam sehari khusus untuk Indonesia, karena Indonesia saat ini sedang diuji Allah.

Pada acara ini juga dilangsungkan agenda penggalangan dana untuk disumbangkan sebagai bantuan korban penyerbuan Israel di jalur Gaza, Palestina. Cak Nun mengingatkan bahwa yang terpenting bukan tentang pengumpulan dananya, bukan juga tentang korban di jalur Gaza yang mayoritas adalah umat muslim. Namun yang lebih penting adalah bahwa kita berbuat baik untuk siapa saja, kapan saja dan dimana saja.

“Apakah kalau kita ngumpulin dana untuk Palestina lantas permasalahan disana akan beres?” Cak Nun melempar sebuah pertanyaan yang langsung dijawab dengan serempak, “Tidak!” Sekali lagi Cak Nun mengingatkan bahwa apa yang dilakukan oleh teman-teman yang hadir di lokasi maiyahan di Ulsan ini bukanlah beres atau tidak beresnya persoalan di Palestina, namun urusannya adalah berbuat baik kepada sesama manusia. Cak Nun memberi sebuah contoh, “Ketika Anda menanam benih padi atau apapun saja, kewajiban Anda cuma menanam benih saja dan menyirami, itu saja. Yang membikin benih itu tumbuh jadi pohon itu Allah. Jadi jangan pikir Anda bisa bikin benih menjadi tumbuh, jangan berpikir bisa bikin pohon berbuah. Anda kerjasama dengan Allah, kewajibanmu pokoknya menanam. Yang penting kerja beneran, nanti berkahnya untuk anak, cucu dan keluarga, Allah yang mengatur.”

Rampak dan Jembar kembali diminta untuk menyanyikan lagu dengan judul Bahagia Dengan Memberi. Dilanjutkan Sabrang bawakan Ruang Rindu. Cak Nun tidak mau ketinggalan untuk membawakan Gundhul-gundhul Pacul, disambung Mbak Novia dengan Asmara, sebuah lagu yang dulu sempat hits di tahun 1997. Jamaah kemudian diajak oleh Cak Nun bersama-sama menyanyikan lagu Ilir-ilir.

Kekayaan utama kita bukan tambang, bukan energi. Kekayaan utama Republik Indonesia adalah ksatria manusia Indonesia.

BARANG SIAPA MENOLONG, IA AKAN DITOLONG

Waktu setempat menunjukkan pukul 15:00, selanjutnya panitia melanjutkan agenda penggalangan dana untuk dikirimkan ke Palestina. Panitia membagi dua cara penggalangan dana. Pada sesi pertama dilakukan dengan cara menyebar kotak-kotak infak kepada jamaah yang hadir. Cara yang kedua adalah dengan pelelangan beberapa barang yang sudah disiapkan sebelumnya oleh panitia. Cak Nun dan Mbak Via juga membawa barang-barang yang kemudian diserahkan untuk dilelang. Sebelum lelang dimulai, Cak Nun mengatakan, “Tidak penting lelangnya, yang penting itu niatmu berbuat baik untuk Palestina, kalau Anda menolong anak-anak kecil Palestina. Maka kalau anakmu mendapatkan apa-apa akan ditolong oleh orang. Barang siapa menolong, dia akan ditolong.”

Barang yang pertama kali dilelang adalah sebuah buku hadits, tanpa butuh waktu yang lama buku hadits tersebut langsung ditawar oleh salah satu TKI dengan penawaran yang tertinggi, mencapai 3.500.000 won, sekitar 38.500.000 rupiah. Berikutnya, majalah Sabana yang sengaja dibawa oleh Cak Nun dari Yogja juga ditawarkan untuk dilelang. Majalah Sabana ini dilepas dengan harga penwaran tertinggi mencapai 150.000 won. Sementara itu sebuah gitar yang pada acara ini digunakan oleh Sabrang juga ikut dilelang, gitar tersebut kemudian ditandatangani juga oleh Sabrang untuk kenang-kenangan. Gitar ini dilepas dengan harga penawaran tertinggi mencapai lebih dari 3.000.000 Won.

Secara mengejutkan Cak Nun ikut berpartisipasi dalam acara pelelangan ini dengan menyerahkan cincin dan peci Maiyah yang selalu beliau kenakan berkeliling maiyahan di berbagai tempat untuk dilelang. Peci Maiyah yang dilelang kemudian dilepas dengan harga penawaran tertinggi mencapai 220.000 Won. Sementara cincin yang dilelang berhasil didapatkan oleh salah satu jamaah dengan harga penawaran tertinggi mencapai 3.900.000 won setara dengan 43.000.000 rupiah.

Tak terasa sesi lelang untuk penggalangan dana sudah berjalan 2 jam, terkumpullah dana sebesar 27.000.000 won, sekitar 390.000.000 rupiah yang dikumpulkan murni dari kantung pribadi para tenaga kerja Indonesia di Korea Selatan.

Tepat pukul 17:00 waktu setempat, maiyahan di Ulsan University berakhir dan dipuncaki dengan doa bersama.