Mukadimah MENEGAKKAN PAGAR MIRING

PAGAR ADALAH PEMBATAS satu wilayah dengan wilayah lainnya agar lalu lintas keluar-masuk antar wilayah itu dapat tertata, tujuannya supaya objek kepemilikan yang berada dalam wilayah yang dipagari itu aman terjaga. Wujud bentuk pagar  disesuaikan dengan keamanan yang diharapkan pemilik wilayah didalam menghadapi keadaan lingkungan sekitarnya. “Pagar” dapat berupa fisik maupun aturan dan kesadaran bersama atas batas wilayah suatu kepemilikan. Misalnya pagar untuk wilayah antrian loket cukup berupa tiang, tambang dan mungkin saja cukup dengan kesadaran diri para pembeli tiket untuk antri. Namun dalam keadaan perang, selain kemampuan tempur pasukan dan amunisi persenjataan, benteng-benteng kokoh diperlukan sebagai pagar untuk menjaga wilayah kekuasaan.Dalam kebiasaan di beberapa desa, pagar tidak hanya berfungsi sebagai pembatas saja. Rumah yang dipagari juga berfungsi untuk melindungi ibadati, agar supaya babi, anjing tidak masuk di pekarangan. Sudah tentu menghindari najis, sebuah media yang digunakan untuk melindungi hubungan manusia dengan Tuhannya.

Pagar ini secara aturan tidak bisa di-veto siapapun. Dalam bentuk yang lebih luas, pekarangan, sawah, dan kebun memiliki bentuk dan pengakuan bukan berupa tembok atau “rajek” saja, tapi kadang adanya patok pembatas. Patok sebagai istilah lain dari pagar adalah sebuah bentuk yang dihormati, dianggap ada, dipatuhi dan dijaga. Tiap-tiap pemimpin di wilayah pagar dibebankan  sesuatu yang tidak ada di Arab, Cina ataupun di Barat yaitu “pantes atau tidak pantes”, “tepo seliro” dan nilai-nilai lainnya.Wilayah yang dipagari dapat berupa; wilayah kepemilikan pribadi atau kelompok (seperti rumah, bangunan, sawah, ladang, kebun dan lainya), kepemilikan masyarakat umum (seperti pasar, jalan, media massa dan fasilitas umum yang ditata oleh Pemerintah), kepemilikan Negara (aset Negara dan fasilitas Pemerintahan) dan aset bangsa yang merupakan warisan dari leluhur sekaligus titipan untuk generasi penerus bangsa (seperti kebudayaan, dan kekayaan alam). Pada wilayah-wilayah tersebut, eksistensi Negara diharapkan muncul sebagai “pagar-pagar” yang menjaga supaya kepemilikan atas wilayah-wilayah tersebut dapat aman dan distribusi yang terjadi diatara wilayah-wilayah itu dapat berjalan dengan tertib. Sedangkan orang-orang Negara dan Pemerintah adalah penata dan penjaga pagar-pagar itu supaya tetap tegak.

Kondisinya saat ini pagar-pagar itu miring, bahkan ada disana-sini yang sudah roboh. Lebih mengenaskan lagi ada pembiaran atas kondisi ini, justru pagar-pagar itu sengaja dimiringkan untuk kepentingan pribadi atau sebagian kelompok. Wilayah yang semestinya dimiliki oleh masyarakat umum dikuasai oleh pribadi, wilayah yang semestinya milik Negara diswastakan, Pemerintah yang semestinya sebatas menggunakan fasilitas Negara malahan menguasainya bahkan menjualnya. Negara yang semestinya menjaga kekayaan alam dan warisan leluhur untuk generasi penerus bangsa justru menjadi alat yang sistematis untuk mengeruk kekayaan bangsa ke pihak asing.

Generasi yang terus menerus disusupi, terdoktrin dengan pengaruh budaya bangsa lain. Generasi yang ter-slimur dengan kebesaran bangsa lain, dengan cerita-cerita, dengan teori-teori ilmiah yang sandarannya juga diragukan kebenarannya. Kita lupa dengan sejarah kita sendiri, yang terus terintimidasi, ter-slimur yang tujuannya agar generasi kita Kehilangan jejak. Lalu siapa kita, siapa bangsa di pulau-pulau Nusantara, apa beda kita dengan generasi Romawi, Yunani, Tiongkok, Babilonia (Irak) lalu Persia (Iran). Bangsa yang bertugas sebagai pendengar, penggemar budaya Semit, China atau Eropa. Tanpa kita sadari pagar mereka semakin kokoh dan meluas. Tanpa terasa pagar bangsa kita tergeser, terdorong miring lalu ambruk.

Bangsa kita bukan bangsa sulapan yang tiba-tiba ada sejak abad 6 Masehi, jaman Medang Kamolan, Sriwijaya, Airlangga atau Majapahit. Dimana masa itu masa sebelum Nabi Muhammad SAW lahir. Perlu proses yang panjang dan sangat lama untuk membangun etika, budaya, seni dan mematerialisasikan semuanya. Pagar generasi silam pernah tegak, pernah tersistem dengan baik dan bermartabat. Coba bedakan saat di Inggris, Jerman, Perancis abad 18 Masehi masih membangun pagar kebanggaan bangsanya, kerajaan baru terbentuk. Saat itu juga, Bangsa kita mengalami pergolakan dan penyelewengan sejarah yang luar biasa besarnya akibat imperialisme militer dan ekonomi.

Sebagai ilustrasi sederhana, Amerika, Inggris, Kanada dan Australia sebagai Negara yang memiliki ekonomi maju, di dalam Konstitusinya sama sekali tidak memiliki pagar yang mengatur ekonomi. Kemudian Negara kita dalam UUD 1945 yang jelas-jelas mengatur hal bumi, air yang menguasai hajat hidup orang banyak, mengapa justru sebaliknya. Jika anda bertanya bagaimana dengan Rusia, Cina dan bagian lainnya yang memiliki sistem berbeda, lebih baik. Dimana lebih baiknya, lalu dimana perbedaan bentuk pagar kita dengan mereka.

Mari kita hitung ulang dimana bangsa kita pernah terlibat di abad pertengahan tinggi antara abad 11 M – 13 M, abad pertengahan akhir antara abad 14 M – 17 M. Kemudian Abad 1 SM bangsa kita pernah menghasilkan nilai seperti apa. Dimana suku-suku kita berada dan berbuat. Dokumen berbentuk apa yang kita miliki.

Jika saudara-saudara memahami pagar itu hukum, mungkinkah pasalnya menjadi pagar, lalu petugasnya seperti KPK, MK kemudian Kejaksaan dan Kepolisiaan serta TNI benar-benar bagian penguat pagar atau yang membuat miring pagar. Saudara-saudara berhak memberikan penjelasan, pendapat yang berbeda, hingga pertanyaan-pertanyaan subtansi. Pencarian kesejatian diri kita, pagar kita terbuat dari apa, bagaimana membangun pagar tersebut, siapa saja yang urun pikiran dan tenaga supaya pagar tersebut kokoh dan proporsinya tepat. Akan menjadi diskusi kita bulan ini. Maiyah sebagai nilai, mari bersama sama menafsirkan “pagar yang miring”.

Masyarakat Maiyah menyadari kondisi ini sebagai pagar miring yang mesti ditegakkan. Berkeyakinan bahwa pemilik saham tunggal dari segala sesuatu yang ada di muka bumi dan yang di dalamnya adalah Allah Tuhan Semesta Alam dan menjadi rahmat bagi seluruh umat manusia dan makhluk hidup. Eksistensi Negara, Perusahaan, Parpol, Ormas, LSM dan organisasi apapun, semestinya berfungsi sebagai pendistribusi, pentransformasi kekayaan alam rahmat Tuhan itu supaya menjadi berkah bagi masyarakat. Jika sebaliknya yang terjadi, ada monopoli, korupsi dan manipulasi untuk mencuri pada proses distribusi dan transformasi itu adalah usaha memiringkan pagar yang berakibat menuju azab.

Masyarakat Maiyah Kenduri Cinta pada maiyahan tanggal 10 Oktober 2014 mulai pukul 20:00 di Plaza TIM mengangkat tema Menegakkan Pagar Miring. Judul ini menjadi jalan-perjalanan Kenduri Cinta yang tetap menegakkan cinta dengan semampu-mampu menggali kekayaan silam bangsa kita yang terpendam. Mengolah, merawat dan melestarikannya dengan bermaiyah dan menjadikanya pusaka yang dapat diwariskan kepada anak, cucu generasi penerus bangsa. Semoga tegak.

Jakarta, 5 Oktober 2014 — Dapur Kenduri Cinta