Lingkar Delapan Untuk Delapan Tahun Bangbang Wetan

Bangbang Wetan edisi September diawali dengan tadarus Al-Quran secara tartil dan terpimpin, kemudian dilanjutkan dengan pembacaan wirid Padhang Mbulan secara bersama-sama. Pada bulan September 2014 ini, Bangbang Wetan tepat berusia 8 tahun sehingga maiyahan Bangbang Wetan di-setting sedemikian rupa untuk mensyukuri 8 tahun kebersamaan Bangbang Wetan bersama masyarakat Surabaya dan sekitarnya.

Rio, Amin dan Dudung menyapa jamaah yang sudah hadir dan bergantian memandu diskusi sesi awal. Amin meminta seluruh jamaah untuk masing-masing membuat lingkaran dengan bergandengan antara jamaah satu dengan yang lainnya berjumlah masing-masing lingkaran 8 orang. Kemudian Amin meminta kepada setiap lingkaran tersebut untuk berkenalan satu sama lain, kemudian saling bertukar fikiran satu sama lain, dan bererita pengalamannya masing-masing selama aktif berkumpul di Maiyah Bangbang Wetan.

Amin mengajak beberapa perwakilan dari jamaah untuk bergabung di panggung. Mifta dari Lamongan yang baru dua kali ini datang ke Bangbang Wetan mengatakan bahwa yang membuatnya ingin kembali hadir di Bangbang Wetan adalah karena pemuncak dari acara ini adalah doa bersama dan salawatan bersama. Ia mengakui bahwa hal itulah yang membuat dirinya mantep datang kembali.

Jamaah lain, Pras, yang juga berasal dari Lamongan, mengatakan bahwa awal mulai tertarik ke Maiyah Bangbang Wetan karena sering menonton video Cak Nun di Youtube, ia mengakui bahwa sangat tertarik dengan cara berpikirnya Cak Nun. Ia mencontohkan tentang agama, bahwa jika seseorang memeluk agama Islam, maka seharusnya sudah tidak ada lagi kotak-kotak di dalam Islam itu sendiri, sudah tidak ada lagi NU, Muhammadiyah dan sebagainya, setiap orang tidak perlu melihat apakah dia NU atau Muhammadiyah, karena sejatinya adalah Islam ya Islam.

Nida, salah seorang jamaah yang baru pertama kali datang ke Bangbang Wetan menyatakan bahwa awal mulanya hanya kebetulan lewat, kemudian melihat ada kerumunan. Dan yang membuatnya tertarik datang ke Bangbang Wetan adalah pemikiran khas Cak Nun yang sudah ia telusuri sebelumnya melalui internet, juga gaya dakwah Cak Nun yang mudah diterima oleh masyarakat. Sementara itu, Rizky yang sudah 7 kali ikut maiyahan di tahun ini juga merasakan yang tidak jauh berbeda dari jamaah sebelumnya bahwa dirinya tertarik dengan pembahasan-pembahasan yang selalu disampaikan oleh Cak Nun dalam setiap maiyahan. Sigit, jamaah asal Tuban yang juga baru pertama kali hadir di Bangbang Wetan juga mengakui, awalnya mengetahui Cak Nun melalui video yang ia tonton di Youtube.

“Dalam Maiyah, semua yang hadir bersama-sama mencari jati dirinya sendiri, sehingga tidak ada satupun yang terpenjara dalam alam pikirannya sendiri.”

Emha Ainun Nadjib

Acara kemudian dilanjutkan dengan makan bersama sebagai wujud rasa syukur Bangbang Wetan yang sudah 8 tahun berjalan secara istiqomah dan rutin ini. Setiap lingkaran jamaah kemudian membaca doa masing-masing sebelum menikmati ambengan yang sudah dihidangkan oleh teman-teman penggiat Bangbang Wetan.

Dudung, penggiat aktif Bangbang Wetan kemudian memberikan beberapa poin dalam rangka mensyukuri 8 tahun berjalannya Bangbang Wetan. Dudung juga mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang selama ini aktif bekerja sama bersama-sama mengelola forum Maiyah Bangbang Wetan ini. Grup Band KPM kemudian membawakan beberapa nomor-nomor pilihan sambil mengiringi jamaah yang sudah hadir menikmati ambengan yang sudah disediakan, dengan membentuk lingkaran delapan disetiap tampah makanan yang disuguhkan dalam 8 tahun Bangbang Wetan ini.

Dudung kemudian mempersilahkan Hariyanto yang saat ini sedang berkeliling mengunjungi simpul-simpul Maiyah di seluruh daerah dalam rangka penataan kembali struktur pelaksanaan forum-forum Maiyah. Seperti yang sudah disampaikan oleh Cak Dil bulan lalu, bahwa pelaksanaan forum Maiyah di beberapa daerah akan segera diseragamkan bentuknya, mulai dari persiapan, pelaksanaan pada hari H sampai pada tahap reportase dan sebagainya. Kehadiran Hariyanto di Bangbang Wetan kali ini merupakan tahapan awal proses penyeragamaan tersebut. Hariyanto ikut menjelaskan bahwa program penyeragaman pelaksanaan forum Maiyah ini bukanlah kehendak orang per orang dalam Maiyah, namun merupakan keinginan bersama untuk menjadikan forum Maiyah menjadi lebih baik lagi dan lebih tertib lagi dalam pelaksanaannya. “Ini sebenarnya bukan misi saya dan juga bukan misi Jogja atau misi siapa-siapa. Ini misi kita bersama karena Maiyah ini milik kita bersama, Maiyah ini kita kembangkan, kita jaga, kita pelihara kebersamaannya ya karena Maiyah ini milik kita bersama,” lanjut Hariyanto.

Salah satu motivasi dalam penyeragaman pelaksanaan forum Maiyah ini adalah dalam rangka meneguhkan kemesraan satu sama lain sehingga dari setiap forum Maiyah dapat bersinergi dan dapat mengisi lebih banyak lagi diantara satu dengan yang lainnya. Hariyanto memberi sebuah perumpamaan tentang binatang gajah yang tidak mampu melepaskan dirinya dari rantai yang mengikat kakinya. Hal ini bukan karena gajah tersebut tidak mampu melepaskan diri, secara fisik gajah tersebut sangat mungkin melepaskan kakinya dari jeratan rantai yang mengikatnya, namun karena sejak kecil ia tidak diajari bagaimana caranya melepaskan dirinya dari rantai tersebut, maka yang terjadi adalah dalam alam fikirannya tertanam sebuah pakem yang menyatakan dirinya memang tidak mampu melepaskan diri dari jeratan rantai tersebut. Gajah tersebut tidak mengenali siapa dirinya sesungguhnya. Dalam Maiyah, semua yang hadir bersama-sama mencari jati dirinya sendiri, sehingga tidak ada satupun yang terpenjara dalam alam pikirannya sendiri.

Amin kemudian mempersilahkan Rachmad untuk bercerita bagaimana proses Bangbang Wetan awal mula berdirinya. Menurut Rachmad, para penggiat Bangbang Wetan ini pada mulanya, demi terselenggaranya forum, mereka bahkan berani berhutang untuk membiayai penyelenggaraan Maiyah bulanan ini. Rachmad juga bercerita bagaimana pada 2-3 tahun pertama mencari teman-teman penggiat yang baru demi regenerasi penggiat Bangbang Wetan.

Seperti yang sudah disampaikan oleh Cak Nun di Maiyah Padhang Mbulan sehari sebelumnya, bahwa Cak Nun sendiri tidak memiliki kewajiban apa-apa atas forum Maiyah dan juga kepada jamaah Maiyah, sehingga hal ini juga berlaku sebaliknya, bahwa jamaah Maiyah tidak memiliki kewajiban apa-apa terhadap Cak Nun juga terhadap forum Maiyah itu sendiri. Seperti yang sudah disampaikan juga di forum Kenduri Cinta, bahwa yang berlaku di dalam forum-forum Maiyah itu sendiri adalah peristiwa shodaqoh.

Rachmad bercerita bagaimana awalnya membujuk Cak Nun untuk merestui adanya BangbangWetan di Surabaya. Munculnya BangbangWetan sendiri setelah Gambang Syafaat di Semarang, Cak Rachmad ingin forum Maiyah tersebut juga ada di Surabaya yang berjarak lebih dekat dari embrio Maiyah itu sendiri, yaitu Padhang Mbulan. Pada mulanya Rachmad mengumpulkan beberapa jamaah Padhang Mbulan yang berasal dari Surabaya dan sekitarnya, kemudian diajak rembug bareng untuk mengadakan forum Maiyah serupa, lahirlah Bangbang Wetan.

“Allah itu satu, tunggal namun Dia mampu mengepung kita dimanapun ruangannya berapapun kita jumlahnya. Kemanapun kita menghindar atau berlari, kita akan kepergok oleh Allah.”

Emha Ainun Nadjib

INPUT, PROSES, OUTPUT

Menjelang tengah malam, seluruh jamaah khusyuk melantunkan Hasbunallah dan Shohibu Baitiy. Kemudian Cak Nun membuka diskusi puncak dengan menceritakan sejarah mengenai bagaimana wirid Hasbunallah dan Shohibu Baity lahir.

“Mudah-mudahan pembakuan Hasbunallah, Shohibu Baitiy, wirid Padhang Mbulan dst itu secara berkala dan rutin membuat Allah tidak akan pernah mengacuhkan anda, Allah tidak akan pernah membiarkan anda mendapatkan kerusakan, kejahatan atau mudarat dari apapun saja yg anda alami, anda tetap mendapatkan kemenangan sejati dari Allah,” Cak Nun membuka diskusi.

Cak Nun bercerita bahwa wirid Padhang Mbulan lahir pada medio tahun 90-an di maiyahan Padhang Mbulan. Sedangkan Hasbunallah dan Shohibu Baitiy lahir sekitar 4 tahun yang lalu. Cak Nun mengakui bahwa beliau tidak terdidik sama sekali dalam bidang musik. Cak Nun berpendirian bahwa Hasbunallah, Shohibu Baity, Wirid Padhang Mbuan dst merupakan titipan Allah. Hasbunallah pada awalnya sudah direncanakan sebagai judul album Kiai Kanjeng pada saat itu, menjelang finishing album tersebut, lahirlah Shohibu Baitiy yang prosesnya sangat singkat, kemudian diaransemen pada saat itu juga, dan justru Shohibu Baitiy yang menjadi maskot album tersebut. Cak Nun kemudian mempersilahkan Dokter Ananto menyampaikan beberapa poin.

Dokter Ananto malam itu memaparkan perbedaan antara pengobatan barat dan pengobatan timur. Menurutnya, pengobatan versi barat melakukan pendekatan pada gejala-gejala dan bagian organ tubuh-tubuhnya. Sedangkan kalau pengobatan timur pendekatannya lebih ke arah holistik, yaitu meneliti bagaimana latar belakang munculnya penyakit yang diderita, secara mudahnya orang barat itu meneliti sedangkan orang timur itu niteni. Sehingga, pengobatan versi barat lebih gampang karena setelah melakukan penelitian obat yang digunakan kemudian diracik dan diramu kemudian diproduksi secara massal. Sedangkan pengobatan versi timur terkadang lebih rumit, bahkan terkadang kita tidak pernah terpikir sebelumnya bahwa sebuah penyakit bisa diobati dengan obat yang tidak kita duga sebelumnya. “Nah, malam hari ini saya juga belajar, bahwa ternyata di dalam pengobatan baik barat dan timur yg ada perbedaannya tadi ada juga kesaamannya,” lanjut Dokter Ananto.

Menurut Dokter Ananto, dalam sebuah proses manajemen setidaknya ada 4 peristiwa; input, proses, output dan outcome. Input adalah ketika kita memberikan masukan dan melakukan kajian, pada tahap proses adalah bagaimana kita mencoba melakukan sesuatu hal, output adalah hasil dari proses yang dilakukan sebelumnya, sedangkan outcome merupakan dampak dari hasil proses input dan output sebelumnya. Sama seperti peristiwa petani menanam padi. Setelah petani menanam padi, maka yang dilakukan adalah proses perawatan padi itu sendiri; pemupukkan, menyiangi rumput, dsb. Sampai tahap tersebut adalah kewajiban petani. Output dari proses menanam padi itu adalah hak sepenuhnya milik Allah, sampai pada level outcome-pun bukan urusan petani itu sendiri. Dokter Ananto sendiri mengambil pelajaran dari peristiwa menanam padi tadi bahwa setelah ia berusaha, yang dilakukannya adalah berserah diri kepada Allah yang kemudian menentukan hasil apapun, karena bisa saja proses menanam padinya sudah sesuai aturan, tetapi tiba-tiba Allah tidak mengizinkan panen, hal seperti itu bisa saja terjadi dalam bidang yang lain.

“Dalam hidup ini semua ada jodohnya, jika kita berbuat baik, maka jodohnya adalah berkah, jika kita berbuat jelek maka jodohnya adalah azab.”

Emha Ainun Nadjib

SEGALA SESUATU BEKERJA

Cak Nun kemudian memperluas pemaparan dari dokter Ananto. Dalam kehidupan kita sejatinya semuanya bekerja, bahkan ketika kita tidur pun jantung kita bekerja. Tidak mungkin bekerja sendirian, semuanya harus saling bekerja satu sama lain. Meskipun sejatinya kita berposisi sebagai yang dipekerjakan oleh Yang Maha Bekerja, yaitu Allah. Allah tidak berhenti setelah memberikan wahyu kepada Nabi, namun Dia bekerja sampai sekarang dan kita tidak mau memahami, kita hanya diberi kebodohan dan keterbatasan, tapi Allah Maha Bekerja. Cak Nun kemudian menyarankan sebuah wirid kepada para jamaah, yaitu wirid Yaa Fa’aal.

Cak Nun kemudian menjelaskan bahwa dalam hidup ini semua ada jodohnya, jika kita berbuat baik, maka jodohnya adalah berkah, jika kita berbuat jelek maka jodohnya adalah azab. Itu merupakan sunatullah, bahwa ada yang baik dan ada yang buruk. Cak Nun mengajak jamaah yang hadir untuk membangun semangat bekerja yang menghasilkan output yang bermanfaat, outcome yang kebahagiaan sehingga nanti kita akan menemukan jodoh yang juga bermanfaat dan membahagiakan.

Menyambungkan dari pemaparan Hariyanto, bahwa Allah itu rumusnya kun fayakun. Cak Nun menggambarkan bahwa yang terjadi dalam Maiyah juga demikian adanya, sehingga kemudian terjadilah ruang dan semesta dimana segala sesuatu bekerja. Bekerja dengan bergerak merupakan hal yang berbeda, tidak semua yang tidak bergerak itu tidak bekerja. Cak Nun mencontohkan bagaimana tanah yang secara kasat mata kita lihat tidak bergerak, setelah bertemu dengan zat yang bermacam-macam dalam medio waktu yang cukup lama kemudian mampu menghasilkan sumber minyak.

Cak Nun kembali menegaskan kepada jamaah bahwa dalam Maiyah tidak ada kewajiban bagi para jamaah untuk menaati seorang Muhammad Ainun Nadjib. Cak Nun menegaskan bahwa beliau tidak memiliki derajat apapun untuk ditaati oleh jamaah Maiyah, karena dalam Maiyah yang wajib ditaati hanyalah Allah dan Rasulullah SAW. Seperti halnya seorang taat kepada ibunya, sejatinya bukan ibunya yang ia taati namun karena ibunya merupakan representasi dari Allah sehingga ia ditaati oleh anaknya. Sejatinya, sang anak tadi taat kepada Allah hanya saja wasilahnya adalah ibunya.

Cak Nun kemudian menjelaskan tentang dzat Allah. Allah merupakan dzat yang tidak terikat dengan utara-selatan, tidak terikat sana-sini, wasi’akursyyuhus saaamaaawti wal ardhi. Bahwa kursinya Allah itu menghampar dari langit dan bumi. Bahkan Allah tidak terikat dengan sedikit atau banyak. Allah itu Maha Besar untuk dapat dirumuskan oleh manusia, Allah itu satu, tunggal namun Dia mampu mengepung kita dimanapun ruangannya berapapun kita jumlahnya. Kemanapun kita menghindar atau berlari, kita akan kepergok oleh Allah.

UNITED NATIONS OF NUSANTARA

Cak Nun kemudian mengkorelasikan semboyan Indonesia, seharusnya cukup Bhinneka tidak perlu ditambahi dengan Tunggal Ika, karena menjadi lebih sukar. Cak Nun kemudian menjelaskan kenapa tema Kenduri Cinta bulan September adalah United Nations of Nusantara. Hal ini merujuk kepada bahwasanya Nusantara ini terdiri dari bangsa-bangsa yang beraneka ragam, ada bangsa Madura, bangsa Osing, bangsa Sasak, bangsa Jawa, bangsa Sunda karena memang sesuai dengan kriteria faktanya mereka sangat layak disebut sebagai bangsa, sehingga Indonesia ini merupakan persatuan bangsa-bangsa. Tetapi kita sudah terlanjur menyebut Indonesia merupakan sebuah bangsa.

Seperti halnya makanan gado-gado. Untuk menjadikan makanan tersebut menjadi sajian yang nikmat, maka bahan-bahan yang digunakan adalah bahan-bahan yang masih segar. Tidak akan menjadi gado-gado yang enak apabila si pembuat gado-gado menggunakan kubis yang sudah layu, atau kacang yang sudah berhari-hari, atau memakai lontong yang sudah basi. Jika ingin gado-gado yang enak, si pembuat gado-gado harus menggunakan bahan-bahan yang masih segar, yang masih baru.

Menurut Cak Nun, kesalahan orang Indonesia saat ini menganggap bahwa bangsa Jawa, Sunda, Madura dan seterusnya itu bukan hal yang primer dalam negara ini. Orang Jawa, Sunda, Madura dan sebagainya diletakkan di masa silam, masa yang sudah lampau. Seharusnya, mereka inilah yang dijadikan elemen yang primer Indonesia saat ini. Maka yang terjadi saat ini di Indonesia adalah negara ini menganut sistem pemerintahan yang sebenarnya tidak pantas digunakan di Indonesia. Saat ini misalnya, masyarakat kembali dilemparkan isu terkait pemilihan kepala daerah langsung dan ada wacana akan dikembalikan seperti sebelumnya, yaitu kepala daerah dipilih oleh DPRD. Begitu juga dengan kurikulum pendidikan saat ini, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir saja Indonesia sudah merubah beberapa kali kurikulum pendidikannya. Begitulah yang terjadi di Indonesia, wakil rakyat berkali-kali merubah undang-undang yang lama dan mengganti dengan undang-undang yang baru, hal ini dilakukan terus menerus.

Cak Nun menyambung dengan penjelasan bahwa di dalam Maiyah terdapat struktur zat, sifat, isim dan jasad. Ini bukan dalam rangka menegaskan bahwa Maiyah adalah sebuah thoriqot, namun hanya untuk memudahkan idiomatiknya saja. Bahwa zat merupakan patokan dasar Maiyah, ada beberapa person yang menjadi dasar pemikiran Maiyah yang kemudian terkumpul dalam lingkaran zat ini, seperti Cak Fuad, Syeikh Nursamad Kamba, Ian L. Bets dll. Begitu juga dalam sifat, isim dan jasad.

Beliau menyambung dengan singkat maksud dari kalimat perkalimat dalam lirik Shohibu Baitiy. Bahwa yang dimaksud dengan Shohibu Baitiy atau tuan rumahku adalah Allah itu sendiri. Begitu juga maksud dari Imaamu Hayati atau Imam hidupku, itu juga adalah Allah. Mursyidu Imaaniy; Mursyid imanku, maka siapa lagi yang berhak menjadi mursyid keimanan manusia selain Allah? Sekalipun setiap manusia menganut thoriqot-nya masing-masing, jangan sampai mereka menganggap bahwa manusia lain yang ia anggap mursyid adalah sebenar-benarnya mursyid, karena Allah-lah Mursyid Yang Sejati. Anta Syamsu Qolbiy; Engkaulah matahari hatiku. Bahwa Allah-lah matahari dalam hati kita setiap manusia. Qomaru Fuadiy; Rembulan hati yang lebih dalam.

Melanjutkan uraiannya: Qalbun dan Fuad itu berbeda, jika Qalbun adalah hati, maka Fuad adalah hati yang lebih dalam. Syafi’u Nashibiy—Penyembuh penyakitku, bahwa Allah-lah yang menyembuhkan segala sakit yang kita derita. Mawla Jihadiy—yang mengasuh dan membimbing perjuangan dalam hidupku. Bahwa Allah-lah yang memegang peranan sebagai pembimbing dan pengasuh kita dalam perjuangan kita. Ufuqu Syawqiy—Cakrawala dari kerinduanku. Setiap kita merindukan sesuatu yang indah, maka akhir dari kerinduan itu sejatinya adalah Allah. Baabu Akhirotiy—Engkaulah pintu akhirku, pintu masa depanku. Yang ditekankan oleh Cak Nun dalam syair Shohibu Baitiy ini adalah: apabila kita melakukan apapun saja yang baik, maka jangan pernah sekalipun tidak melibatkan Allah dalam kehidupan kita. Sehingga apabila kita menemui titik kesulitan, kita sudah memiliki hak akses untuk menghadap kepada Allah, untuk sambat kepada Allah.

“Pusaka itu nilai yang paling mengakar dan mendasar yang tidak akan kamu tinggalkan dalam keadaan apapun saja.”
Emha Ainun Nadjib

MUJAHID DAN MUJTAHID

Setelah beberapa jamaah mengungkapkan beberapa pertanyaan, Dokter Ananto dipersilahkan merespon terlebih dahulu terkait pertanyaan seorang jamaah yang mempertanyakan kenapa Dokter Ananto yang menjadi salah satu penggagas Rumah Kanker namun beliau justru salah satu perokok aktif. Dokter Ananto menjelaskan, seperti halnya dalam ramuan sebuah obat yang diracik dari berbagai jenis bahan kimia, rokok itu merupakan penyeimbang dari kopi yang memiliki kadar kafein tinggi yang memacu detak jantung lebih kencang dari baisanya, Dokter Ananto mengimbangi minum kopi dengan rokok, sehingga menurut pengalaman pribadinya daripada setelah minum kopi tensi darahnya menjadi tinggi, maka diimbangi dengan rokok. Alasan lain dari Dokter Ananto adalah, karena belum ada data yang jelas berapa persen orang yang mati karena penyakit kanker paru-paru dan disebabkan oleh rokok. Meskipun pada dasarnya hidup mati seseorang ada di tangan Allah.

Rachmad kemudian mempersilahkan Cak Nun untuk merespon beberapa pertanyaan dari jamaah. Berdasarkan apa yang sudah dijelaskan oleh Dokter Ananto, bahwa Indonesia ini bukan dijajah, tetapi ditipu secara halus. Dulu yang pertama kali datang dari Belanda ke Indonesia adalah VOC, mereka merayu raja-raja di nusantara untuk diajak kerjasama dengan mereka, namun pada akhirnya aset-aset yang dimiliki oleh raja-raja di Nusantara justru mereka rebut dan mereka kuasai. Hingga akhirnya beberapa perjanjian-perjanjian yang lahir pada zaman itu sebenarnya justru merugikan penduduk pribumi sendiri. Cak Nun mengingatkan bahwa yang harus dilakukan oleh generasi muda saat ini adalah menciptakan paradigma baru pemahaman tentang sejarah Indonesia, karena pengetahuan sejarah Indonesia yang ada dalam kurikulum pendidikan kita saat ini adalah sejarah yang dibuat oleh Belanda. Cak Nun mengajak semua jamaah Bangbang Wetan bersama para penggiatnya untuk memulai menyusun penelitian baru terkait sejarah Indonesia ini, sehingga generasi yang akan datang memiliki pengetahuan tentang sejarah Indonesia berdasarkan fakta yang terjadi sebenarnya.

Karena yang terjadi saat ini adalah puncak dari segala penjajahan terhadap Indonesia. Beberapa waktu yang lalu Indonesia mendatangkan 100 lokomotif dari Amerika, padahal kita punya INKA. Sekarang kita melihat di sekitar kita adalah penjajahan, bahkan air putih di Indonesia dikuasai oleh Perancis. Tetapi bukan berarti kemudian kita akan melakukan pemberontakan, tidak. Menurut Cak Nun yang harus kita lakukan saat ini adalah menumbuhkan kesadaran atas diri kita sendiri dan mengenali diri kita sendiri. Menurut Cak Nun, kuncinya kita harus menjadi mujahid dan mujtahid. Disela-sela merespon pertanyaan-pertanyaan jamaah, Cak Nun bercerita bagaimana ketika tahun 70-an dulu beliau sudah berkecimpung di dunia jurnalistik, menjadi seorang redaktur surat kabar.

PUSAKA INDONESIA

Saat ini Indonesia tidak memiliki “pusaka”, demikian yang disampaikan Cak Nun. Ibaratnya sebuah pedang, belati, keris dan pisau. Dari keempat alat ini tentu memiliki fungsi yang berbeda, tetapi saat ini semua orang menganggap sama, yaitu belati. Pusaka sejatinya adalah sebuah nilai yang mengakar dan mendasar yang tidak akan ditinggalkan, apapun dan bagaimanapun keadaan kita. Dan saat ini Indonesia sudah tidak memiliki pusaka. Seperti halnya Nabi Muhammad SAW memiliki pusaka yang kita sebut Al-Quran. Rasulullah SAW menyatakan: Lau wadhlo’a-s-syamsa fii yamiinii wa-l-qomaro fii yasaarii alaa an atruka haadza-l-amr, sekalipun engkau letakkan matahari di tangan kanan dan rembulan di tangan kiri, tidak akan aku tinggalkan perintah (menyebarluasakan Al-Quran) ini.

“Pusaka itu nilai yang paling mengakar dan mendasar yang tidak akan kamu tinggalkan dalam keadaan apapun saja,” tegas Cak Nun

Hampir semua aturan yang ada di Indonesia saat ini hanyalah duplikasi dari negara lain yang terus menerus dicoba untuk diaplikasikan di Indonesia, padahal sudah berkali-kali terjadi bahwa aturan-aturan tersebut tidak bisa digunakan di Indonesia. Seperti halnya departemen pendidikan dan kebudayaan yang sudah berulang kali merubah kurikulum pendidikan. Begitu juga yang terjadi di parlemen, segala aturan dari negara lain di impor ke Indonesia untuk kemudian di adopsi dimana belum tentu bisa diaplikasikan. Maka Cak Nun mengajak generasi muda sekarang untuk melakukan penelitian sejarah Indonesia untuk menjadi dasar pedoman pengetahuan dimasa yang akan datang. Perkara saat ini universitas tunduk dengan aturan kekuasaan, itu lain masalah. Tetapi kita harus memiliki pedoman ilmu pengetahuan yang sesuai dengan fakta. Cak Nun mengingatkan kepada jamaah agar tertanam dalam akal pikiran kita sifat kejujuran. Tidak masalah kita mendapati sebuah kenyataan yang berlawanan dengan apa yang ada dalam alam fikiran kita, selama alam fikiran kita adalah kejujuran, justru disitulah nilai perjuangan saat ini, disitulah kita melatih ketahanan mental dan ketahanan hati kita.

Cak Nun kemudian mengelaborasi perbedaan keadilan dan hukum. Dalam hukum, seorang pencopet seharusnya berbeda hukumannya dengan orang yang korupsi. Dalam hukum, vonis terhadap pencopet dan koruptor itu dibedakan, tetapi dalam keadilan itu tidak dibedakan. Seperti halnya konstitusi yang merupakan landasan hukum. Ketika orang salat, yang menyebabkan batal adalah kentutnya, bukan sedikit atau banyaknya ia mengeluarkan angin dari pantatnya. Maka seharusnya kecurangan di Pilpres yang lalu ini mengakibatkan batalnya Pilpres karena kecurangan-kecurangan yang sudah dibuka oleh kedua peserta Pilpres. Tetapi yang terjadi adalah, karena ada salah satu kandidat yang jumlah suaranya lebih banyak dari kandidat lainnya, maka Pilpres dinyatakan sah. Seharusnya jika Mahkamah Konstitusi benar-benar berbicara tentang konstitusi, Pilpres yang lalu statusnya menjadi batal, karena konstitusi adalah landasan hukum.

“Pusaka itu nilai yang paling mengakar dan mendasar yang tidak akan kamu tinggalkan dalam keadaan apapun saja.”
Emha Ainun Nadjib

Merespon pertanyaan tentang rokok, Cak Nun mengingatkan agar setiap dari kita untuk mengenal diri kita masing-masing. Karena pada dasarnya bukan soal rokok itu sehat atau tidak sehat, tetapi jenis makanan apa yang cocok untuk diri kita masing-masing itu berbeda. Ada orang yang cocok mengkonsumsi daging kambing, ada orang yang alergi mengkonsumsi sea food dan seterusnya. Karena setiap orang berbeda satu sama lain kondisi tubuhnya. Begitu juga dengan rokok, seharusnya yang kita lakukan adalah penelitian terlebih dahulu, awal mula kemunculan kretek itu apakah memang untuk dikonsumsi sebagai kretek atau sebagai obat. Jika kita memiliki penelitian yang akurat, itu akan menjadi sebuah landasan pengetahuan kita tentang sesuatu hal. Yang terjadi dalam kampanye anti rokok saat ini adalah persaingan korporasi farmasi dengan korporasi tembakau. Karena kretek itu diracik dengan cengkeh dan dipadukan dengan saus khusus, maka korporasi tembakau internasional berusaha menghancurkan korporasi tembakau Indonesia untuk menyingkirkan eksistensi kretek. Begitu juga dengan produk mie instan dimana di Taiwan produk mie instan Indonesia diisukan mengandung bahan kimia yang berbahaya bagi tubuh. Fakta yang sebenarnya adalah, produk mie instan Indonesia menggunakan campuran minyak kelapa sehingga terdapat citarasa khas yang tidak bisa ditiru oleh negara lain.

Cak Nun kemudian merespon seorang jamaah yang mengatakan punya sebuah keterkaitan khusus dengan Cak Nun, dimana tanggal lahirnya hanya berjarak dengan tanggal lahir Cak Nun beberapa hari saja. Ketika Cak Nun berkunjung ke Mandar, selang beberapa hari sebelumnya ia berada di Mandar dan seterusnya. Cak Nun menjelaskan bahwa yang harus dia lakukan adalah dia harus mempelajari sesuatu nilai dari Cak Nun, tetapi Cak Nun mengingatkan agar dia tidak boleh menjadi Cak Nun, dia harus menjadi dirinya sendiri. Karena Allah sudah memberikan dia sebuah tanda, tanda tersebut yang akan mengantarkannya kepada Allah. Karena Allah menyapa manusia dengan idiom-idiom yang berbeda satu sama lain. Karena Allah hadir dihadapan manusia bukan dalam bentuk dzat-Nya melainkan melalui sifat-sifatnya seperti: Ar-Rahman, Ar-Rahiim dll. Allah ber-tajalli melalui sifat-sifatnya sehingga manusia mengenali Allah. Maka Cak Nun menyarankan kepada jamaah yang menyatakan peristiwa keterikatannya dengan Cak Nun tadi untuk meminta petunjuk kepada Allah, agar segera ditunjukkan apa maksud dari tanda-tanda yang sudah Allah perlihatkan kepadanya.

“Binatang memiliki otak, namun tidak bisa digunakan untuk berpikir. Namun manusia karena mendapat hidayah, maka ia bisa berpikir.”
Emha Ainun Nadjib

AN-NUUR SEBAGAI PEDOMAN

Cak Nun memuncaki diskusi dengan penjelasan kepada salah seorang jamaah yang menanyakan tentang surat An-Nuur ayat 35. Sebelum menjelaskan lebih jauh, Cak Nun mengingatkan bahwa tafsiran yang disampaikan merupakan tafsir pribadinya, jangan disamakan dengan level Al-Quran itu sendiri, karena tafsir setiap orang itu boleh saja berbeda satu sama lain.

Dari ayat tersebut, Cak Nun menggambarkan bahwa dalam jasad manusia terdapat sebuah misbah, yaitu hati. Hati manusia itu tidak memiliki regulasi yang pasti, bahkan seorang laki-laki yang sudah menikah masih bisa mencintai wanita yang bukan istrinya. Sehingga dalam ayat tersebut regulasi dari misbah yang kita sebut hati itu tadi adalah az-zujaajah. Az-Zujaajah yang dimaksud adalah akal sehat. Sehingga apabila hati kita menginginkan sesuatu yang bukan seharusnya, disitulah regulasi Az-Zujaajah berlaku. Ketika seorang laki-laki yang beristri kemudian muncul rasa cintanya kepada wanita lain yang bukan istrinya, maka regulasi yang disebut sebagai akal sehat tadi kemudian berlaku. Dalam akal sehat itu kita tanamkan batas yang kemudian kita sebut sebagai ilmu. Ilmu adalah alatnya, sedangkan akal merupakan hasil output dari otak yang mendapat hidayah.

Dalam surat An-Nuur ayat 35 itu digambarkan “Azzujaajatu kaannaha kaukabun”, Allah menjelaskan bahwa pikiran dan akal merupakan hasil dari otak yang mendapatkan hidayah. Perumpamaan otak yang mendapat hidayah itu seperti sebuah benda yang ditimpa cahaya, artinya ada gelombang elektromagnetiknya Allah yang masuk kedalam otak yang mendapat hidayah tadi, sehingga otak manusia kemudian mampu berpikir. Otak manusia berbeda dengan otak binatang, karena binatang tidak pernah mendapatkan pendaran kaukab dari Allah. Binatang memiliki otak, namun tidak bisa digunakan untuk berpikir. Namun manusia karena mendapat hidayah, maka ia bisa berpikir.

Pada kalimat selanjutnya dari ayat tersebut, digambarkan kehidupan sosial laksana pohon yang penuh berkah. Pohon yang penuh berkah tentu akan ditafsirkan dengan hal yang baik; pohon yang baik, tumbuh di tanah yang baik, ditanam dalam tatanan dan struktur yang baik. Pada kalimat selanjutnya “zaitunatin laa syarkiyyatin walaa ghorbiyyatin”, ini merupakan sebuah simbol bukan berarti berkah itu berasal dari minyak zaitun. Namun dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa sesuatu yang berkah itu tidak akan terpenjara dalam aturan utara-selatan, kanan-kiri dan sebagainya. Pada puncaknya dalam ayat tersebut akan mengantarkan manusia pada level yang lebih tinggi, yaitu “Yakaadu zaituha wyudhliiu walau lam tamsashu naarun”. Bahwa pada titik tertentu, hasil output dari otak yang mendapat hidayah itu akan muncul tanpa manusia berpikir sebelumnya.

Apabila manusia sudah terlatih dengan struktur yang dijelaskan dalam surat An-Nuur 35 tadi, maka ibaratnya seperti sebuah lampu yang menyala sendiri tanpa kita menyulut api disumbunya. Cak Nun menjadikan surat An-Nuur ayat 35 ini sebagai refleksi perjalanan hidup, dimana beliau sering sekali dimintai bantuan oleh masyarakat pada bidang yang sebenarnya beliau tidak menguasai persoalannya. Disitulah Cak Nun kemudian berserah diri kepada Allah, dan sudah berkali-kali diberikan petunjuk.

Representasi dari api yang muncul sendiri tanpa dinyalakan seperti sebuah ide yang muncul tanpa dipikirkan sebelumnya konsepnya seperti apa. Karena menurut Cak Nun, pada kalimat selanjutnya dijelaskan “nuurun ‘alaa nuurin”, bahwa ada Cahaya diatas Cahaya. Struktur dalam surat An-Nuur ayat 35 ini yang menjadi salah satu pedoman Cak Nun dalam kehidupan sehari-hari, itulah yang disebut dengan ijtihad. Namun sekali lagi Cak Nun mengingatkan bahwa setiap orang boleh menafsirkan ayat tersebut pada dimensi yang berbeda.

Cak Parto yang juga merupakan salah satu penggiat awal Bangbang Wetan kemudian mengungkapkan rasa syukurnya bahwa selama 8 Tahun Bangbang Wetan menemani masyarakat Surabaya dan sekitarnya, Cak Parto mengharapkankepada jamaah yang hadir agar selalu mendoakan Cak Nun tetap sehat sehingga bisa menemani forum-forum Maiyah yang ada saat ini.

Bangbang Wetan kemudian dipuncaki dengan do’a bersama yang dipimpin oleh Cak Nun.