Mukadimah AHMAQ

KATA YANG RELATIF tepat untuk menerjemahkan istilah ahmaq adalah pandir atau bebal. Kata tersebut berakar dari bahasa arab, yang secara etimologis memiliki bentuk dasar hamiqa-yahmuqu, berarti lemah, kacau, rusak akal, pikiran atau pendapatnya. Ahmaq lazim dipakai sebagai penyebutan atas situasi berpikir seseorang yang mengalami kerancuan logika, lumpuh akal dan soak nalar. Penamaan atas mereka yang kerap keliru metode, salah jalan dalam mencapai tujuan-tujuan hidupnya. Meskipun tujuannya baik, tapi apabila penempuhannya cacat, maka keseluruhan sistem tindakan itu jauh dari sempurna. Boleh jadi kita adalah bagian yang sadar ataupun tidak, tengah bersentuhan dengan karakter ahmaq itu. Tercermin dalam beberapa perilaku yang belakangan lumrah diperbuat. Contohnya, makin merebak orang yang merasa paling dekat dengan Tuhan, kemudian mengumumkannya secara terang-teragan. Bermunculan orang-orang yang merasa superior dangan apa yang dimiliki atau yang dijalankannya. Yang merasa paling berhak untuk menilai yang mana yang baik dan yang buruk, merasa memiliki kuasa untuk melakukan seleksi apakah sesuatu itu indah atau tidak, yang merasa paling otoritatif dalam menilai apakah sesuatu itu layak atau tidak.

Gejala-gejala karakter ahmaq, muncul dalam berbagai ruang pada kehidupan sehari-hari. Dari soal politik hingga perkara alas kaki. Fanatisme yang membabi buta terhadap berbagai kaidah. Cara berpikir picik, ringkas dan menghindari kompleksitas tinjuan menjadi kelaziman. Tak terkecuali dalam urusan keagamaan. Iman lebih difungsikan sebagai alat untuk menghakimi keyakinan orang lain. Bukan lagi jadi alat pemicu untuk terus berproses agar menjadi pribadi yang berkualitas yang dapat memberi manfaat bagi banyak orang. Kesalehan orang lain diukur berdasar standar kesalehan sendiri. Yang belum atau tidak seperti kita dianggap masih belum benar, belum memperoleh hidayah, bahkan dianggap kafir. Pun demikian halnya dalam soal penguasaan kita atas pengetahuan. Yang benar adalah apa yang menjadi gagasan kelompok sendiri.

Segala kesimpulan atas persoalan-persoalan sosial dianggap final. Demikian juga denan cara-cara bernegara. Label “harga mati” tersemat pada banyak aturan maupun kaidah hidup didalamnya. Seakan tak ada alternatif jalan yang bisa ditempuh tanpa melecehkan akal sehat. Demokrasi, hak asasi manusia, pemilu, sosok ideal pemimpun, adalah topik sensitif yang tiba-tiba saja bertumpu pada parameter yang kaku. Kalau tidak begini salah, jika tidak begitu sesat. Teori-teori hidup bersama, yang sejatinya tetap membutuhkan penelaahan yang sinambung, digenggam erat tak boleh ditawar. Orang seperti hidup didalam ruang sempit nan sesak, hingga tak menghitung adanya kemungkinan-kemungkinan kelonggaran. Bahkan Tuhanpun tidak dilibatkan dalam persoalan-persoalan yang berpusar di keseharian itu.

Perilaku ahmaq sudah tak sulit lagi dijumpai. Kebebalan dan kepicikan telah begitu akrab menempel pada kepala rata-rata orang di negeri ini. Orang tak lagi risih untuk mengangkat dirinya sebagai pihak yang paling pantas dan layak untuk memipin masyarakat. Secara terbuka mengunggulkan diri sebagai orang yang cerdas sehingga layak mendapatkan posisi tertentu. Sedang pihak-pihak diluar dirinya dianggap kelas kedua yang tentu lebih bodoh. Golongan ahmaq ini bisa berbicara dalam topik apapun, hingga berbuih-buih. Mengupas persoalan-persoalan sosial, namun sejatinya dia sedang menunjukkan kepada khalayak bahwa “Sayalah yang menguasai solusi atas masalah ini, sayalah yang paling cocok memimpin bangsa yang sakit ini.” Orang kian rajin membicarakan kepentingan dirinya yang ditamengi lewat susunan kata berlapis agar mengesankan bahwa ia sedang membela urusan publik.

Setiap saat, ahmaq-ahmaq baru lahir, ditengah keadaan yang silang sengkarut kompetisi kehidupan. Segala cara diperpendek rantai prosesnya, semata agar tujuan lekas tercapai. Ahmaq adalah perilaku yang membenci pertimbangan atas jalan tempuh. Dalam kepalanya, yang menggaung adalah bagaimana secepat dan seringkas mungkin mencapai tujuan. Ahmaq membenci kerumitan. Sebab mereka bukan pawang, tak mampu berdialektika dengan kesukaran. Ahmaq adalah pengecut yang dimasa kini, tiba-tiba diangkat sebagai karakter ideal.

Dapur Kenduri Cinta