SYARAT RUKUN BENCANA

reportase kenduri cinta november 2013

Tentang banjir raksasa yang melanda umat Nabi Nuh, mereka yang di bahtera memiliki anggapan yang berbeda dari mereka yang tersapu gelombang. Bencana bagi satu kelompok, bentuk pertolongan bagi kelompok yang lain.

Al-Quran telah memperingatkan, jangan sampai manusia menyerahkan diri pada lembah kebinasaan (tahlukah). Dan bicara soal kebinasaan atau bencana, tentu yang dimaksud bukan hanya yang menyangkut fisik tapi juga yang terjadi pada kemanusiaan, jati diri, dan hal-hal non material lainnya. Berulang kali sejarah mencatat bencana-bencana besar di muka bumi. Kondisi seperti apakah yang terjadi di sana sampai datang bencana begitu rupa? Apa syarat-syaratnya? Bagaimana rukun peristiwanya?

Sebuah hadits riwayat Tirmidzi menyebutkan bahwa Rasulullah bersabda: apabila kekuasaan dianggap keuntungan, amanat dianggap ghanimah, membayar zakat dianggap kerugian, belajar bukan tulus karena agama melainkan untuk meraih posisi dunia, suami tunduk pada istrinya, durhaka kepada ibunya, menaati kawan yang menyimpang dari kebenaran, membenci ayah, bersuara keras di masjid, orang fasik menjadi pemimpin bangsa, pemimpin diangkat dari golongan yang rendah akhlaknya, orang dihormati karena takut pada kejahatannya, para biduan dan musik yang berbau maksiat banyak digemari, minuman keras semakin meluas, umat sewenang-wenang mengutuk generasi pertama kaum muslimin, pada saat itu akan terjadi hawa panas, gempa, longsor, dan kemusnahan.


Jumat 15 November 2013, hujan turun sejak sore dan terus mengiringi jalannya Kenduri Cinta. Syarat Rukun Bencana menjadi tema besar yang memayungi diskusi malam itu. Usai tilawah, salawat, dan prolog, sesi diskusi dimulai.

Firdaus dari PB HMI menyoroti “geger budaya”. Menurutnya, sekarang ini kita sedang mengalami apa yang dinamakan culture shock, di mana budaya tidak lagi hidup kecuali hanya dalam produk-produk seni demi kepentingan bisnis pariwisata. Kita kehilangan rasa tepa selira, andhap asor, gotong-royong, musyawarah dan kemampuan menahan diri. Ia menambahkan, bencana sudah berlangsung di negara kita. Tanda-tandanya terbaca jelas. Disorientasi nilai, disorder hukum positif, disharmoni sosial, dan disorganisasi sudah terjadi. Partisipasi dalam bentuk organisasi sangat banyak, tapi tidak ada ketertataan. Hal ini menggiring pada disintegrasi bangsa. Kita kehilangan substansi berbudaya, kehilangan identitas kita sendiri. Demokrasi terbatas pada tingkat seremonial, menjadikan kita mudah terpecah belah.

Saepul Anwar dari KAMMI Jakarta Utara, menilai bahwa bencana korupsi di Indonesia merupakan desain manusia. Supaya tidak terjadi bencana, kuncinya adalah bagaimana kita mampu mengukur sesuatu yang benar dengan cara yang benar pula. Harus ada prosedur operasional standar sehingga semua terukur dengan baik.

Lain hal dengan Amsar Dulmanan, ia mengajak jamaah mempertanyakan kembali apa yang sesungguhnya disebut sebagai bencana dalam diri kita. Bagaimana konstruksi tradisi manusia dalam menjalankan tugas prophetic belakangan ini hilang.

Kiai Muzammil pemilik pesantren Padhang Bulan yang datang dari Jogja, bercerita bahwa bencana memiliki banyak bentuk. Nabi Nuh diberi tahu bahwa bencana akan datang dan Allah memerintahkannya untuk membuat perahu besar untuk menampung orang-orang dan hewan yang diselamatkan. Tapi tidak demikian dengan yang terjadi pada Nabi Yunus yang rela menceburkan diri ke laut demi keselamatan orang-orang lain di kapal.

“Di belakang Masjid Agung Mataram ada makam Joko Tingkir, Ki Ageng Pemanahan, Panembahan Senopati. Malam Senin kemarin Cak Nun dan Kiai Kanjeng mengadakan acara di sana. Sebelum naik panggung saya terlebih dulu ziarah kubur. Kalau ada yang menganggap ziarah kubur itu perbuatan sirik, silahkan baca kitab Ar-Ruh karya Ibnul Qayyim Al-Jauziyah,” ujar beliau.

Beliau juga sampaikan, hubungan antara jasad yang dikubur dengan ruh itu seperti orang tidur. Manusia sebenarnya tidak mati. Mereka hanya berpindah dari alam dunia ke alam berikutnya yang lebih tinggi kualitasnya. Mereka bisa melihat kita, tapi kita tak mampu melihat mereka. Setiap ada orang yang mendatangi makamnya, ruh akan pulang ke jasad.

“Syarat rukun bencana adalah segala sesuatu yang bertentangan dengan yang kita bicarakan malam ini. Karena kita sudah melakukan penemuan nilai-nilai yang bertentangan dengan syarat rukun bencana, insya Allah yang kita dapatkan adalah karomah dan kesejahteraan.”

Emha Ainun Nadjib

PEGAWAI NEGERI DAN PEGAWAI NEGARA

Pipit Ruhiyat Kartawijaya, sahabat Cak Nun sejak 1971, kini tinggal di Jerman, malam itu menyempatkan diri mampir di Kenduri Cinta. Beliau biasa datang ke Indonesia atas undangan partai politik dan institusi-institusi pemerintah sebagai peneliti, khususnya mengenai pemilu dan pilkada di Indonesia.

Cak Nun meminta Pipit menyosialisasikan pemahaman kepada jamaah mengerti perbedaan antara negara dengan pemerintah. Sistem presidensial Indonesia tidak mengenal hal ini sehingga banyak terjadi kerancuan-kerancuan. Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, dan KPK merupakan lembaga negara yang berfungsi utama mengawasi pemerintahan, maka tidak logis kalau Ketua KPK dipilih oleh DPR. Juga tidak logis kalau Ketua KPK dilantik oleh presiden, karena presiden adalah justru pihak pertama yang seharusnya ia awasi.

“Bermula pada tahun 2004-2005, Kemenpan (Kementerian Pendayagunaan dan Aparatur Negara) merencanakan reformasi birokrasi,” Pipit mulai menjelaskan. “Mereka mengadopsi undang-undang tentang birokrasi dari Jerman, Belanda, dan Amerika Serikat. Sampai sekarang namanya RUU Administrasi Pemerintahan. Ketika saya baca, materinya mirip dengan UU Prosedur Administrasi Negara Jerman, tapi pelaku dalam RUU tersebut bukan instansi administrasi negara melainkan badan-badan pemerintah.”

Dan memang di Jerman dan Belanda tidak dikenal adanya instansi pemerintah. Yang ada adalah administrasi negara. Ada pembeda di bidang eksekutif, yaitu pemerintah dan administrasi negara. PNS atau pegawai publik merupakan wujud konkret negara dalam sehari-hari, yang dirasakan langsung oleh masyarakat, misal dalam pembuatan kartu tanda penduduk dan akta kelahiran. Pemerintah berperan hanya sebagai pembuat kebijakan, RUU, program, dan mengawasi birokrasinya. Sementara itu administrasi negara adalah murni sebagai eksekutor undang-undang. Kalau ada undang-undang, mereka otomatis akan berjalan tanpa perlu perintah bupati. Sebaliknya, kalaupun ada perintah bupati tapi tanpa undang-undang mereka tidak akan bergerak.

Contoh konkret yang membingungkan di Indonesia adalah soal kasus “lobi toilet” di DPR waktu lalu. Ketika publik protes, Marzuki Alie sebagai Ketua DPR mengatakan bahwa itu merupakan wewenang Setjen DPR, bukan wewenangnya. Bagaimana bisa di DPR ada dua kepala? Siapa yang bertanggung jawab? Setjen DPR adalah aparat pemerintah yang diperbantukan ke DPR. Ketika misalkan Setjen DPR hendak mengorganisasikan tubuhnya dari 4 bidang menjadi 5 bidang, mereka harus meminta ijin kepada Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara. Mengapa eksekutif ada di legislatif? Yang paling celaka, ini dianggap normal saja di Indonesia. Tidak seorang pun menganggap aneh.

Contoh lain adalah UU Jamsos 2004 produk presiden sebelumnya, Megawati. Di situ disebutkan bahwa fakir miskin dipelihara negara. Tapi bantuan itu dibayarkan oleh pemerintah. Padahal pemerintah bisa saja mengatakan bahwa mereka kehabisan uang sehingga tidak mampu membayarkan bantuan sosial itu. Hal ini seringkali terjadi pada proses pembayaran beasiswa mahasiswa, biasanya pada bulan-bulan awal pencarian dana. Kementerian Pendidikan Nasional acapkali kelimpungan dengan alasan “anggaran belum cair”.

“Di Jerman, cucu saya yang lahir bulan Juli 2008 setiap bulannya mendapat tunjangan sosial yang dibayarkan oleh administrasi negara. Tunjangan ini terus diberikan sampai anak berumur 24 tahun secara rutin dan tepat waktu karena merupakan amanat undang-undang,” tambah Pipit.

Hal lain yang membuat celaka di Indonesia adalah dalam undang-undang disebutkan untuk menjalankannya (UU tersebut) diperlukan peraturan pemerintah. Beberapa memerlukan peraturan menteri bahkan SK Dirjen. Jenjangnya luar biasa bertingkat. “Di Jerman, undang-undang turun langsung dilampiri petunjuk teknisnya. Sebagai birokrat saya mudah sekali untuk langsung mengimplementasikan undang-undang,” tutup Pipit.

“Ini bukan masalah kecil,” tambah Cak Nun. “Kita akan menampung apa saja, yang menurut rasionalitas kita penting untuk menjadi bahan-bahan perubahan di masa yang akan datang. Dari apa yang sudah disampaikan Mas Pipit, pahami dulu perbedaan antara negara dan pemerintah. Semakin banyak bekal kita tentang kebaikan bernegara, semakin baik. Untuk mencoba merangsang pemikiran, saya hendak mengusulkan untuk tidak ada lagi istilah pegawai negeri, diubah menjadi pegawai negara. Negeri bukan bahasa konstitusi dan sistem melainkan bahasa estetika dan budaya. Mereka yang dibayar sampai pensiun bukan pegawai pemerintah tapi pegawai negara, dan mereka memiliki mekanisme aplikasi tugasnya secara langsung. Ada bupati atau tidak, ada gubernur atau tidak, pengurusan kartu tanda penduduk tetap jalan karena ada hukum yang mengaturnya. Legalitas terletak pada hukum, bukan pada pejabatnya. Bikin paspor tidak harus menunggu Kepala Imigrasi; boleh saja yang tanda tangan tukang sapu di kantor itu – sebab kekuatan bukan terletak pada tanda tangan. Cara berpikir ini yang sedang disiapkan Mas Pipit dan saya.”

“Kalau berkait dengan ijtihad jangan pakai kata mati. Semua yang dibikin manusia boleh berubah dan mungkin lebih baik berubah. Tidak ada harga mati.”

Emha Ainun Nadjib

SESI TANYA JAWAB

1. Ketika MK yang mengawasi pemerintah kemudian diatur dengan Perppu, apakah ini merupakan salah satu contoh kejanggalan?

“Tergantung pada setiap negara, bagaimana pengaturan konstitusinya. Di Indonesia banyak kerancuan sehingga ada semacam ketidakpercayaan terhadap lembaga kejaksaan, misalnya, sampai harus dibentuk KPK. Di Jerman, ketika presiden diduga melakukan korupsi, yang turun menangani adalah kejaksaan.”

2. Apakah ada rencana dan kemungkinan untuk menerapkan pemisahan pemerintah dan negara itu di Indonesia?

“Kita tidak berpolitik,” Cak Nun menegaskan. ”Kita adalah majelis ilmu. Kita tidak akan memaksakan apa pun kepada siapa pun. Jangan tanya apakah saya akan melakukan mobilisasi untuk mengubah negara. Aku gak patheken gak ono Indonesia, aku tetep ngrewangi menungso. Saya tidak akan memaksa dan saya tidak punya pamrih terhadap itu semua.

“Selama Rasulullah hidup tidak ada pemerintahan resmi. Kepemimpinan Rasulullah adalah kepemimpinan brahmana, kepemimpinan kewibawaan, kepemimpinan nilai. Selama 7 tahun muncul 47 pasal dalam Piagam Madinah lahir bukan dari kaum intelektual tapi dari komunitas-komunitas rakyat langsung yang mengalami peristiwa kemudian berunding. Bisa saja Rasulullah membuat aturan, tapi beliau sangat menahan diri – sebab aturan yang terbaik adalah yang lahir dari rakyat sendiri. Sama halnya dengan perusahaan. Jangan rekrut pegawai kemudian mengatur mereka dengan peraturan yang sudah anda persiapkan. Kalau bisa sediakan peluang bagi pegawai untuk merundingkan aturan sehingga kalau mereka taat, mereka taat kepada diri mereka sendiri,” Cak Nun menanggapi.

3. Bagaimana gambaran kedepan atas kerancuan-kerancuan yang terjadi di Indonesia ini sementara ada ungkapan “NKRI harga mati”?

“Kalau berkait dengan ijtihad jangan pakai kata mati. Semua yang dibikin manusia boleh berubah dan mungkin lebih baik berubah. Tidak ada harga mati. Supremasi hukum saja bukan harga mati kok, karena hukum tidak bisa supreme. Hukum itu alat, yang supreme keadilan dan nurani kebaikan manusia. Itupun jangan harga mati sebab manusia tidak bisa adil. Yang ada adalah aspirasi keadilan di mana manusia terus berusaha untuk adil. Tidak ada suami istri adil; yang ada adalah mencari keadilan bersama. Tidak ada cinta suami istri; yang ada adalah mencari cinta antara suami dan istri menuju cinta Tuhan yang sejati, karena satu-satunya manusia yang bisa diandalkan adalah yang kita pegangi bajunya yakni Rasulullah. Maka kita bersalawat untuk menghadirkan beliau. “

4. Di Jerman, siapakah yang menguasai dan mengelola aset negara, termasuk yang memiliki wewenang untuk menjualnya? 

“Contohnya pernah terjadi di dekat apartemen saya. Ada rencana aset negara ini akan digunakan untuk membangun apartemen. Administrasi negara setempat mengundang para penghuni apartemen untuk berunding apakah mereka setuju dengan rencana pembangunan tersebut,” jawab Pipit.

Pipit kemudian menunjukkan salah satu buku pelajaran matematika kelas 2 SMP di Jerman. Salah satu isinya menghitung alokasi kursi parlemen, untuk menunjukkan bahwa ada hubungan antara politik dan matematika. Politik bukan merupakan sesuatu yang tabu. Berpolitik tidak harus melalui parpol, tapi melalui sikap tanggap terhadap politik negara.

Cak Nun menambahkan, “BUMN merupakan lembaga negara, tapi sekarang uangnya disetor ke mana? Tidak ada pembedaan antara kas negara dan kas pemerintah, tidak ada legalitas administrasi negara dengan pemerintah setempat. Maiyah bukan gerakan untuk mengubah negara karena saya tidak punya minat untuk melakukan apapun seperti itu. Yang saya lakukan adalah supaya publik belajar banyak. Kalau ada perubahan, lebih indah kalau berdasar aspirasi publik. Untuk apa sekelompok orang berpendapat, mengkudeta. Kalau perubahan berangkat dari aspirasi publik, itu akan lebih murni.”


“Daripada anda belajar Islam tapi jadi manusia saja belum, mending belajar jadi manusia dulu. Orang yang belum jadi manusia susah jadi muslim, karena urutannya adalah makhluk insan – abdullah – khalifatullah.”

Emha Ainun Nadjib

Setelah semua pertanyaan tuntas dijawab oleh Pipit, Cak Nun mempersilahkan Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, atau lebih sering disapa dengan Kang Aher, untuk menyampaikan apapun saja di forum.

“Ini tidak ada kaitan politik sama sekali. Malam hari ini saya Ahmad Heryawan, bukan gubernur,” Kang Aher menegaskan. “Dalam sebuah kitab kuno, disebutkan bahwa ada dua kalimat yang sangat penting, yakni kalimat yang benar dan kalimat yang menarik. Keduanya harus menyatu terus. Karena manusia lebih cenderung pada sesuatu yang menarik, kebenaran, kebaikan, dan keadilan harus tampil menarik. Dan Cak Nun bisa melakukannya dengan sangat baik. Jangan-jangan pengajian seperti inilah yang bisa mengubah Indonesia. — Allah memberikan kebebasan kepada manusia untuk melakukan pilihan-pilihan, dan di saat yang sama Dia tunjukkan mana baik mana buruk. Ini merupakan fitrah yang Dia berikan kepada seluruh makhluk. Kalau fitrah kita belum terganggu, kita bisa memilih sesuatu yang baik. Pada hewan fitrah ini tak pernah terganggu. Pemimpin monyet selalu monyet yang paling kuat dan pemberani melalui mekanisme alamiah,” kata Ahmad Heryawan.

“Dari yang tadi sudah disampaikan, saya hendak memberikan garis bawah,” ujar Cak Nun. “Pertama tentang ziarah kubur – kita tidak menentukan nilai fikihnya, tapi Rasulullah pernah mengatakan bahwa nasihat paling baik adalah kematian. Begitu anda melakukan ziarah, tujuannya adalah untuk menyadari kematian sebagai bagian dari kesadaran kehidupan. Kehidupan kita tidak terbatas pada 60 atau 70 tahun, tapi masih sangat jauh di alam akhirat.

Azazil atau bahasa tradisionalnya Idajil, bahasa kunonya Smarabhumi, bahasa wayangnya Semar, oleh Tuhan diberi peran sebagai iblis karena dia paling kuat hatinya. Iblis lebih senior daripada Jibril. Iblis ditaruh dalam hidupmu sebagai katalisator untuk menciptakan pembedaan (furqon) siapa yang percaya akhirat dan siapa yang tidak. Allah mengatakan, Iblis itu tidak berkuasa atas manusia. Jangan dipikir ada satu makhluk pun yang berani pada Allah. Jangan dipikir iblis berani sama Allah. Jangan dipikir ada kerajaan Allah dan kerajaan Iblis. Setan itu jangan dibenci. Cari manfaatnya, yaitu supaya anda mempertahankan iman. Kalau menjauh dari setan, berarti anda masih mudah masuk angin, mudah terpengaruh. Anda ini ahsani taqwim. Adam adalah hibrida baru yang diciptakan selengkap-lengkapnya; tidak ada unusr alam semesta yang tidak ada di dalamnya. Maka anda diberi hak memilih dengan bekal akal.

“Coba anda dengar suara sunyi. Dengarkanlah sepi. Sepi itu sangat penting. Inilah yang anda tinggalkan selama ini. Kamu pikir hujan bisa membasahimu? Sela-sela di antara titik-titik hujan lebih luas daripada guyuran hujan, maka jangan risau dengan guyuran problem karena solusi jauh lebih luas. Inna ma’al usri yusro. Ma’al, bukan ba’dal. Bersama, bukan sesudah. Di situlah gunanya ilmu dan akal, yakni untuk mencari kemudahan dalam kesulitan.

“Makhluk-makhluk non-manusia bertindak sesuai perintah Allah. Hanya manusia yang punya kebebasan memilih. Tapi harus ada dua komponen: akal dan buku manual. Bluluk-nya Taurat, cengkir-nya Zabur, degan-nya Injil, dan klopo-nya Quran. Semua mengajarkan tauhid.

“Anda mending jadi binatang daripada tidak bisa jadi manusia, sebab menjadi binatang itu tak berisiko. Maka ketika umat Nabi Musa tidak taat, Allah marah dan pada tahap tertentu mengutuk mereka: Jadilah kalian kera yang hina.” Ada dua versi interpretasi atas ungkapan ini menurut Cak Nun, “Versi pertama, kutukan itu berarti diselamatkan dari tanggung jawab sebagai manusia. Versi kedua, kutukan itu merupakan keuntungan baginya karena sebelumnya dia pra-monyet. Monyet tidak melakukan money laundry, tidak rakus korupsi. Katakanlah Darwin tidak mengatakan kita berasal dari kera tapi memang ada evolusi yang diciptakan oleh Allah sebagaimana buku manual yang juga evolusioner. Preman, pre-man, sebelum manusia. Daripada anda belajar Islam tapi jadi manusia saja belum, mending belajar jadi manusia dulu. Orang yang belum jadi manusia susah jadi muslim, karena urutannya adalah makhluk – insan – abdullah – khalifatullah.”

“Hakikatnya manusia butuh kesulitan. Dengan berteknologi, kesulitan bukan menghilang tapi hanya berpindah.”

Sabrang

SESI TANYA JAWAB

Apakah Kang Aher bersedia maju ke level Indonesia?

Ahmad Heryawan: “Tidak pernah ada manusia yang mengklaim dirinya paling baik. Mari kita bangun kepantasan untuk menjadi apa saja. Nanti ketika diamanati untuk menjadi apapun, bisa menjadi yang terbaik bagi umat manusia.”

Apakah benar di belakang Kang Aher ada sosok TW yang mendukung?

Ahmad Heryawan: “Saya kenal TW sebagai manusia. Sampai hari ini saya bermahzab untuk tidak dikooptasi siapapun sehingga saya bisa bebas berekspresi tanpa terbebani utang budi kepada siapapun.”

Apakah manusia memang punya free will?

“Allah dengan segala kekuasaannya bisa saja menghegemoni segala sesuatu, tapi Dia tidak melakukannya,” jawab Kiai Muzammil. Ada perkara tertentu yang memang hanya dikerjakan Allah sendiri, misalkan dalam penciptaan. Tapi ada pula beberapa hal yang oleh Allah didelegasikan – kepada malaikat maupun makhluk-makhluk yang lain seperti api.”

Sejauh mana kebijakan daerah dipengaruhi gubernur? Ada beberapa kebijakan Depok yang kurang sesuai dengan kebutuhan warga, contohnya “one day no rice”.

Cak Nun: “Kembali kepada ijtihad demokrasi yang kita lakukan. Mungkin kita masih harus cari cara yang tepat untuk mengoreksi. Dulu jaman orba hierarki sangat kuat. Sekarang hanya sampai gubernur; ke bawah tidak ada lagi hierarki. Undang-undang menyebutkan gubernur adalah wakil pemerintah pusat, membuat gubernur sukar mengendalikan walikota.

“Kebijakan yang belum dipahami, misalnya one day no rice, pertimbangannya adalah konsumsi berkeseimbangan karena pengaruh konsumsi karbohidrat yang terlalu besar sehingga tidak produktif. Di samping itu, pemanfaatan potensi sumber karbohidrat lain untuk menghemat konsumsi beras. Sehari tidak makan nasi, kita menghemat padi 300.000 hektar panen sehingga bisa kita ekspor.”

Pertanyaan untuk Mas Sabrang, sampai mana modernisasi membantuk manusia menemukan hidupnya?

Sabrang: “Secara singkat, hakikatnya manusia butuh kesulitan. Dengan berteknologi, kesulitan bukan menghilang tapi hanya berpindah.”

Kang Aher kan berasal dari PKS. Pertanyaannya: apakah mungkin PKS ke depan mengurangi tingkat eksklusivitasnya, misalnya dengan mengusung caleg perempuan yang tak berkerudung? Sejauh mana PKS berani menjadi partai terbuka?

“Harapan itu masih ada. Saya bukan kader PKS melainkan kader bangsa. PKS hanya salah satu alternatif kendaraan saja, mau lewat apa tidak ada masalah.”

Implementasi demokrasi di Indonesia sangat berbeda dengan yang terjadi di luar. Alternatifnya adalah kerajaan atau demokrasi. Kalau pada kumpulan monyet yang menjadi pemimpin adalah monyet terkuat dengan cara bertempur, syaratnya adalah keunggulan genetik dalam pertumbuhan ototnya, agrecivitas bertarung yang berasal dari insting ketika dilahirkan, dan strategi bertarung yang dipelajarinya ketika masih kecil. Tadi Kang Aher memberi contoh kepemimpinan dalam kumpulan monyet; apakah ini bentuk saran agar Indonesia mengambil bentuk kerajaan?

“Tidak ada satu nash pun yang mewajibkan bagaimana bentuk negara atau pemerintahan yang paling baik. Yang ada adalah kesepakatan.”

==

Setelah menjawab salah satu pertanyaan yang dilontarkan jamaah, Kiai Muzammil diminta Pak Toto Rahardjo selaku moderator untuk menjelaskan perkara syirik dan bidah yang sering dijadikan alasan perpecahan dalam tubuh umat Islam sendiri.

Menurut Kiai Muzammil, syirik dan bidah menjadi tema yang besar sekali sampai menjadi penghalang persaudaraan antara umat Islam karena kesalahan kita dalam menangkap agama. Agama kita jadikan sebagai kebenaran-kebenaran formal yang sekadar kita pahami secara tekstual. Ayat suci kita pahami seperti Perppu. Padahal inti keberagamaan terletak dalam transendensi.

Berdasar kamus lisanul arab, ada dua macam bidah. Bidah yang terlarang adalah bidah yang menyimpangkan manusia ke level yang lebih rendah.

Tentang syirik, secara istilah maknanya bersekutu, bersekongkol, berserikat. Syirik secara ekonomi dan sosial hukumnya wajib. Yang tidak boleh adalah syirik secara teologis dalam arti menganggap ada lebih dari satu Tuhan.

Inna ma’al usri yusroMa’al, bukan ba’dal. Bersama, bukan sesudah. Di situlah gunanya ilmu dan akal, yakni untuk mencari kemudahan dalam kesulitan.”

Emha Ainun Nadjib

Bagaimana hukumnya baiat dalam jamaah?

“Intinya di dalam Islam anda bertanggung jawab atas diri anda sendiri. Anda pakai akal sehat saja. Yang berhak secara rasional membaiat adalah dirimu sendiri,” jawab Cak Nun.

Kiai Muzammil menambahkan bahwa makna baiat adalah jual beli. Dalam perdagangan, jangan mau diberi barang yang tidak sesuai dengan harga yang kita bayarkan. Banyak orang yang seperti ini, yang menjadikan agama sebagai barang dagangan. Ayat-ayat dibacakan untuk dijual. Orang yang melakukannya tidak pantas untuk dipercaya.

Rasulullah membaiat tapi isinya untuk taat kepada Allah, bukan untuk setia kepada orang tertentu. Menolak baiat dari ketua organisasi bukan merupakan perbuatan dosa. Imam Syafi’i yang intelektualitasnya tidak diragukan saja menolak untuk disebut-sebut dalam pendapatnya yang bermanfaat, tapi karena beliau sangat pantas dipuji orang-orang tetap menyebut nama beliau. Orang yang minta dipuja adalah justru orang yang tidak pantas dipuja. Orang yang minta ditaati justru orang yang tidak pantas ditaati.

Kalau kita selevel dengan jin, mengapa jin bisa merasuki kita?

“Kita memang satu level, maka tidak pantas kalau kita takut pada mereka. Kalau ada jin yang bisa merasuki manusia, ada juga manusia yang bisa merasuki jin.”

Cak Nun kemudian menambahkan tentang Nyi Roro Kidul. Mereka tiga bersaudara. Si sulung, Ki Ageng Sapu Jagad, ditugaskan untuk mengurusi merapi pasca erupsi terakhir. Adiknya kembar perempuan, yaitu Dewi Nawangwulan (Ratu Kidul) dan Dewi Nawangsih (Nyi Roro Kidul). Mereka adalah manusia yang hidup pada tahun 400 SM dengan metode dan tarekat tertentu.

Bagaimana memperbaiki image Indramayu yang diasosiasikan ke PSK dan TKI saja?

“Jangan pernah berkecil hati pada anggapan seperti itu. Para PSK itu hanya tak punya jalan lain. Sementara itu banyak PSK-PSK politik yang lebih hina, yang asalkan bayar bisa dapat proyek macam-macam.”

Nasab keilmuan saya di Jombang. Saya dulu lama di Tambakberas, sekarang di Cak Nur Paramadina. Kemarin kita tahu tokoh-tokoh budayawan berkumpul di Jogja untuk merumuskan bagaimana Indonesia ini di masa depan khususnya dari segi kebudayaan. Bagaimana menurut Cak Nun konstelasi budaya kita ke depannya?

“Kongres Jogja tidak dihadiri seorang budayawan pun. Pembicaranya, misalkan Yudi Latif, pintar tapi bukan pakar kebudayaan. Juga beberapa teman lainnya. Kongres itu tidak bisa dicatat sebagai rekomendasi kebudayaan apapun bagi masa depan kita. Itu masalah khusus dan kekeliruan teknis birokratis di tubuh Diknas. Tidak ada Ashadi Siregar, Goenawan Muhammad.”

Syarat rukun bencana sah ketika wong jowo ilang jowone. Penangkapan saya ketika berbicara konstelasi pemikiran orang Jawa dan Sunda, mereka terpengaruh oleh tiga ramalan: Ranggawarsita, Raja Kediri, dan Prabu Siliwangi yang masing-masing punya konsep Ratu Adil dan angon. Ketika Prabu Siliwangi berwasiat: tunggulah Ratu Adil yang memegang pusaka nenek moyangnya. Saya kira ini adalah konsep puasa. Kita harus berpuasa, memikirkan sejarah-sejarah kita dulu.

“Soal Ratu Adil saya pragmatis dulu,” jawab Cak Nun. “Kalau belum ada yang angon, sebelum ada orang yang dilantik Allah untuk memanjatkan anda memetik kesejahteraan, lagu anda harus peneken, bukan penekno. Sekarang rakyat harus kerja sendiri, panjat sendiri. Anda tidak dijamin pemerintah.

“Ratu Adil juga ada beberapa kemungkinan dan level. Itu 100% urusan Tuhan, dan jamannya kita tidak bisa menduga karena akan bersifat mondial, bukannya lokal nasional – meskipun ada pembagian wilayah dari Ternate sampai India. Intinya 2014 ini sangat spesial karena ada keterlibatan-keterlibatan yang lebih luas bukan hanya di kalangan manusia. Tolong browse mengenai Arjuna Sasrabahu, temukan hal-hal terkait panah rante. Panah itu yang menembus hati rakyat, rantai yang mengikat rakyat. Itu kunci-kuncinya. Kalau saya buka anda tidak jadi mencari. Anda adalah tipe orang yang mencari, dan jenis kecerdasan anda ini akan sangat bermanfaat pada eranya nanti. Kalau sekarang anda tidak bermanfaat sebab Indonesia sekarang tidak bisa menjadi medan bagi kecerdasan, tanah yang bisa membuat kecerdasan kebaikan dan ijtihad tumbuh subur. Itu yang membuat kita harus melakukan perubahan serius.

“Kita bukan akan mengubah, kita hanya sesaji, setor sama Allah. Yang yughayyiru kan Allah sendiri, dengan syarat yughayyiru maa bi anfusihim. Tolong Kiai Muzammil ikut menjawab karena Beliau ini jalurnya ke Syaikhona Kholil, dan kalau dari Tambakberas Anda pasti mengacu ke Beliau. Dari situlah Kyai Hamid, Imam Lapeo, Gus Ud, Kyai Haji Ahmad Dahlan, Mbah Hasyim. Tempat saya agak beda dengan jalur Tebuireng, Tambakberas, maupun Denanyar. Tapi itu bukan berarti kita berbeda. Kami kavaleri, anda infanteri. Pak Kyai tolong bercerita mengenai warisan kepada 4 orang santri oleh Syaikhona Kholil.”

Kiai Muzammil lalu menceritakan 4 warisan itu. Mbah Hasyim dan Kyai Ahmad Dahlan mendapat kitab – dua orang ini aktif mengajar, membangun organisasi. Ki Romdi dari Jombang diberi pisang yang kemudian ditafsirkan warnanya kuning sebagai salah satu parpol. Akhirnya pondok pesantren yang ketika itu masuk Golkar adalah Pesantren Peterongan – akhirnya mendapat Darul Ulum. Satu lagi murid Syaikhona Kholil, Kyai Zahid, diberi cincin sebagai simbol untuk merukungkan orang. Beliau inilah leluhur Cak Nun.


Apakah syirik mempelajari 3 unsur peradaban – manusia, alam semesta, dan Tuhan?

“Syirik itu cuma peristiwa sederhana di mana anda mengidentifikasi ada Tuhan selain Allah. Kalau soal yang lain nggak ada hubungannya. Kalau anda tetap bertauhid nggak ada masalah. Belajar sama alam justru harus,” jawab Cak Nun.

Bagaimana pandangan Cak Nun dan Kiai Muzammil mengenai mutajaridin (tanpa bekerja bisa mendapatkan makan dan nikmat lain) dan muktasibin (harus bekerja keras untuk mendapat rizqi) dalam Kitab Al-Hikam?

“Kunci dasarnya adalah seluruh kitab yang anda baca dan dibaca Pak Kyai sama dengan ketika anda menulis: merupakan ijtihad pasca Rasulullah. Jadi jangan perlakukan kitab-kitab itu seperti hadits apalagi Al-Quran. Itu hanya orang yang sedang mencari, meneliti, dan mengidentifikasi. Saya tidak akan menyalahkan yang mutajaridin atau yang muktasibin, tapi sudah ada fenomena yang lebih komprehensif sekarang.

“Memang ada orang yang menjadi wali langsung tanpa melalui thariqat karena Allah menghendaki seperti itu. Ada pula wali yang melalui thariqat, riyadhah, baru mendapat karomah. Keduanya seperti dua sisi mata uang.

“Anda pegang itu sebagai suatu tahap ilmu, tapi ketahui bahwa sudah ada beberapa tahap ilmu berikutnya sehingga ada rumusan waktu dan takdir yang diteliti. Seperti orang yang menyebut waktu yang tepat untuk pindah rumah itu hari apa pasaran apa, itu merupakan hasil penelitian. Kalau anda nggak suka mending nggak usah dipakai, tapi jangan mengecam. Saya harap kita semua orang yang terbuka dan tidak peru menuding-nuding apa yang tidak kita pelajari. Bagus anda sudah mempelajari dikotomi dasar itu. saya kasih contoh sedikit. Misalkan di dunia kampus yang digunakan untuk memahami orang Jawa dan Islam selalu Clifford Geertz. Padahal konsep santri-abangan-priyayi sudah tidak tepat sebenarnya, karena santri-abangan bicara soal kualitas dan kuantitas beragama, sementara priyayi (yang seharusnya berpasangan dengan kawula) merupakan urusan struktur budaya.

“Anda kalau memakai suatu simbol, pasti ada logika untuk menjelaskan dikotominya. Abangan dikotomi dari apa? Kalau ada abangan, harusnya ada warna lain. Tapi karena akademisi belum tentu intelektual, hal ini tidak dicari. Dulu walisongo ingin mengajarkan syariat kepada masyarakat Indonesia dan harus matang dulu, jangan ada tasawuf dulu. Syekh Siti Jenar terlalu maju. Kalau masyarakat belum kenal syariat sudah kenal tasawuf itu akan bikin dia kehilangan keseimbangan pemahaman terhadap transendensi. Syekh Siti Jenar bisa berbahaya bagi masyarakat, maka orang harus punya strategi kearifan sosial sehingga yang benar tidak harus anda terangkan. Maka diciptakan idiom oleh Sunan Kalijaga: muthi’an dan aba’an. Muthi’ adalah walisongo yang taat kepada syariat. Untuk menjadi teladan bagi masyarakat, sebelum mengembara ke mana-mana – pangurakan, malioboro dan margo mulyo – yang penting kamu lewat dulu margo utomo (jalan utama), baru ke malioboro, ke karomah, baru ke pangurakan. Di situ anda sudah menyatu kepada Allah sehingga selalu terbimbing dan dipahamkan.

“Syekh Siti Jenar langsung memperkenalkan pangurakan kepada masyarakat, dia disebut aba’an. Orang Jawa menyebutnya menjadi abangan, yang mengabaikan syariat. Sebenarnya itu urusan dia sama Allah, tapi karena itu disosialisasikan oleh Syekh Siti Jenar maka harus ada terminologi untuk menjaga masyarakat.”

Lewat pukul empat dini hari, Cak Nun mengajak semua jamaah berdiri, bersalawat, dan berdoa bersama. [FA]