Tangguh (Maiyah Hongkong edisi II)

Minggu (21/04/2013), untuk kesembilan kalinya Cak Nun dan Mbak Via diundang oleh Lembaga Dakwah Az-Zahra untuk maiyahan bersama para TKI/TKW Hongkong. Bertempat di Sheung Wan Exit C, Commercial Building, The Leader’s Dansa, maiyahan yang mengangkat tema Tangguh ini dimulai dari pukul 10.00 waktu setempat. Sebelum masuk ke acara inti, dilakukan pembacaan ayat-ayat suci Al-Quran oleh beberapa perwakilan Az-Zahra. Setelah itu dinyanyikan Syi’ir Tanpo Wathon. Sapaan Mbak Via dan Cak Nun disambut antusias oleh seluruh jamaah yang hadir.“Kita bersyukur semuanya pada pengajian. Ada yang nggak datang? Pada ngapain? Kita tidak usah njelekin orang, tapi pokoknya saya bersyukur anak-anakku semua hari ini di sini. Usume ono sing sir-siran, ono sing mbuh lapo, ono sing joget-jogetan, tapi Anda semua memilih untuk bersilaturahmi dengan Allah dan Rasulullah. Saya doakan, karena pilihan dan pengorbanan yang sangat baik, maka ini membuat rizkimu tambah melimpah, keluargamu di Indonesia dijaga sama Allah, anak sampai cucu-cucu besok, insya Allah rejekinya dijaga sama Allah. Cuma pesen saya: harus tangguh. Jangan mau dirampok siapa-siapa. Kerja setengah mati di Hongkong menghimpun uang, harus tahu persis gimana caranya supaya penghasilan Anda semua, anak-anakku semua, bermanfaat. Nanti kita omongkan, mbuh di bandara diapakan, di kampung dibagaimanakan, kadang-kadang suami juga ikut moroti juga.

“Nanti diomongkan bareng-bareng supaya tambah tangguh, tambah pinter, jadi seluruh hasil kerja di Hongkong ini bermanfaat sampai besok-besok. Untuk supaya berkah semua, yuk Al-Fatihah bareng-bareng, dipimpin dilagukan agar Gusti Allah terharu.”

Satu lagu dibawakan Mbak Via, berjudul Kepadamu Kekasihku.

“Lagu ini,” kata Cak Nun, “Adalah lagu sholatullah salamullah tapi lagu yang gampang, bukan lagu Arab, cek’e awakmu tidak menyangka bahwa Islam sama dengan Arab. Ngaji itu pakai bahasa Jawa nggak apa-apa, ra nganggo lagu yo rapopo, ra usah dipaksakan.

“Sebelumnya saya ingin mempermaklumkan dulu kepada anak-anakku semua. Saya ini bawa peci tapi sengaja nggak saya pakai, supaya saya tidak disangka ustaz. Saya ini bukan ustaz. Jadi ustaz itu syaratnya berat, ilmunya harus matang. Saya ilmunya setengah mateng, jadi saya jangan disebut ustaz apalagi kiai. Kalau ngundang saya ke Hongkong, itu pokoknya awakmu tak anggep anakku. Aku iki bapakmu, Mbak Novia ibumu.

Nek bapak rodo goblok gak masalah, tapi nek ustaz kan kudu pinter. Saya mau ke Hongkong hanya kalau saya ini bapakmu. Kalau saya disebut ustaz, kiai, tokoh, atau apapun, aku emoh mrene. Koen gak usah nyangoni bapak, ngge tuku-tuku beras ndhek kampungmu kono wae. Tapi pokoknya hubungannya harus begitu ya?

“Sekarang mari kita dandani pelan-pelan. Aku pokoke seneng ndelok arek-arek solawatan. Kalau sampean solawatan di Mekkah, itu nggak istimewa. Tapi ini solawatan di Hongkong lho. Kalau orang nggak makan karena memang nggak ada makanan, ya nggak gumun. Tapi kalau ada banyak makanan dan dia berani tidak makan, itu baru istimewa. Kalau di Arab sana ya solawatan wong ada kabah, tapi kalau di sini ada apa ndhek kiwo tengen iki? Sampean bikin pengajian, mau solawatan, mau bersilaturahmi, berarti berkahnya untuk anak-anakmu besok. Tapi boleh nggak didandani sama bapak dikit-dikit?”

Cak Nun meminta dilagukan kembali Syi’ir Tanpo Wathon seperti di awal acara. Begitu sudah dinyanyikan beberapa baris, Cak Nun bertanya, “Wis ngerti masalahe po durung? Pas nadanya naik tadi kuat nggak? Setelah itu melanjutkan lagu pakai nada tinggi atau kembali ke rendah? Menek ki ojo dhuwur-dhuwur, sak isone wae. Ini bukan kesalahan, ini karena belum ngerti aja. Saiki digoleki, dicari yang pas.” Cak Nun dan Mbak Via mengajak jamaah untuk belajar lagi melagukan Syi’ir Tanpo Wathon dengan jangkauan nada yang pas. Jamaah semuanya diajak untuk mengukur jangkauan nada masing-masing. “Hidup itu kan kudu di-setel, kuat ta gak. Nomor dua, perlu dipertimbangkan juga apakah jamaah pas sama suaraku. Di-setel suara terbanyak itu yang bagaimana.”

Sambil menerangkan dan latihan mengepaskan nada, Cak Nun memberikan contoh dengan lagu Ande-ande Lumut. “Apakah nembang itu nggak ada hubungannya dengan agama? Ada! Kalau kamu nembang dalam rangka mensyukuri nikmat dari Allah, apa saja asalkan bersyukur, itu baik di hadapan Allah. Ndhek kene urusan masak mung urusan bawang karo jahe, nek ndhek Jowo kan ono petis, kemiri, tumbar, macem-macem, bayarane gak sumbut meneh. Maka bersyukur, ya. Bisa nggak, masak di rumah majikan, di pabrik, di mana saja, itu merupakan peristiwa agama? Karena di situlah kita bersyukur.

Saiki ngaji. Ngaji Quran iku kudu ngono kae ta? Coba sekarang ulangi ngaji, cukup audzubillah, bismillah, kemudian ditambah satu ayat. Supaya bulan depan kalau pengajian lagi lebih indah. Gunane bapak yo ngono kuwi. Nek kuate sak meter, yo sak meter wae. Ra usah terikat lagu koyo sing dipelajari. Sing ngongkon kowe nganggo lagu sing koyo ngono iku malaikat sing endi? Ngaji itu nomor satu yang penting adalah ikhlas. Nomor dua, kalau bisa enak didengar.

“Baca Quran di pengajian itu nggak harus qiro’ah, boleh tilawah biasa. Jangan dipersulit hidup ini. Besok harus lebih santai, disetel suaranya. Kekurangan itu tidak mengurangi pahala di depan Allah. Kekurangan itu tidak mengurangi berkahmu dan anak-cucu di hadapan Allah.”

Wa may yattaqillaha yaj’al lahu makhrojaa,wayarzuqhu min haitsu laa yahtasiib. Wa may yatawakkal ‘alallahi fahuwa hasbuhu. Innallaha balighu amrihi, Qod ja’alallahu likulli syaii-in qodroo.

EMPAT JANJI ALLAH

Kalau pas kamu punya masalah, baca Ath-Thalaq dua ayat itu thok (ayat 2 dan 3). Ada empat janji Allah di situ. Kalau kamu bertakwa, ada dua janji. Kalau kamu bertawakkal, ada dua janji lagi. Takwa itu apa? Tawakkal itu apa? Takwa adalah mempertimbangkan segala sesuatu berdasar pandangan Allah kepada kita. Ketika kita hendak melakukan sesuatu, pertimbangannya: seneng nggak ya Allah kalau saya gini? Jadi kalau kamu bertakwa sama Allah, Allah janji akan memberikan jalan keluar kalau kamu punya masalah, dan Allah akan memberikan rizki di luar perhitunganmu. Ketoke gak oleh tapi oleh, ketoke gak lulus tapi lulus.”

“Tawakal sama takwa bedanya apa? Kamu datang ke Hongkong tahu nggak majikanmu baik atau buruk? Setelah ngalami sekian lama baru tahu to? Untuk hal yang kamu tidak tahu, siapa yang kamu serahi? Itu namanya tawakal. Kalau ibu atau saudara sampean di Surabaya, misalnya, bikin warung dan jualan, sudah kerja keras, masakannya enak, tempatnya bersih, dan seterusnya, bisa njamin nggak berapa yang beli? Bisa njamin nggak bakal laris atau nggak? Karena kamu nggak bisa njamin, maka kamu bertawakal. Kita mewakilkan kepada Allah apa-apa yang kita tidak mampu, asalkan kita sudah bekerja keras.”

Dua janji Allah kalau kita bertawakal kepada-Nya:

1. Allah menghitung semua urusan kita. — Anakmu butuh piro ngge sekolah, Allah ikut menghitung. Kamu punya cita-cita bikin rumah sama suamimu, Allah mendukung. Allah jadi akuntanmu, jadi majikanmu, jadi penghitung urusanmu.

2. Kalau kita punya cita-cita, insya Allah sama Gusti Allah diwujudkan.

Cak Nun berpesan supaya poin ini benar-benar dihapal dan dipahami. Kemudian Cak Nun meminta Mbak Via untuk kembali bernyanyi. Mbak Via membawakan lagu yang hits sekitar 17 tahun yang lalu, Asmara. Untuk lagu berikutnya, Semau-maumu, Mbak Via berduet dengan Cak Nun.

“Mbak Via, liriknya lagu Semau-maumu ini sebenarnya cocok banget ya buat teman-teman Hongkong? Kamu mau milih hura-hura, seneng-seneng, pengajian, membina masa depan, itu terserah. Setiap orang punya hak.”

Kalau memang itu maumu mencari bahagia dengan menuruti nafsu, terserah kamu… Pandailah sendiri dan bodohlah sendiri…

Cak Nun: “Mbak Via, mencari bahagia dengan menuruti nafsu itu bahagia nggak?”

Mbak Via: “Kalau cuma nafsu, ya bahagianya sebentar.”

Cak Nun: “Berarti bukan bahagia, karena yang namanya bahagia itu abadi. Ketoke seneng, tapi sakjane yo nggak. Kalau yang bahagia beneran ya abadi. Tapi gimana caranya? Caranya adalah dengan tidak mengerjakan apapun kecuali dengan diniati bersyukur kepada Allah. Jadi kalau Anda menderita, ada masalah, bilanglah sama Allah: Ya Allah saya ikhlas sama penderitaan saya, tapi mohon dengan sangat seluruh penderitaan saya ini wujudkanlah menjadi berkah dan keselamatan dan rizki bagi anak-anak saya. Kalau hatimu sedih, bilang begitu.”

BUKAN KYAI, APALAGI KYAI CERET

Setelah break sebentar untuk sholat zuhur dan makan siang, Cak Nun kembali menyapa jamaah dan mempersilahkan semuanya untuk menyampaikan apa saja, baik itu berupa keluhan maupun kegembiraan (tahadduts bin nikmah).

“Komunikasi ada dua macam: cara ceret dan gentong. Ada kyai ceret, ada kyai gentong. Kyai ceret itu dia yang mengucurkan air, sementara kyai gentong diam saja, kita yang nyidhuki. Kebanyakan acara seperti ini, termasuk pengajian, pakai cara ceret. Kyai atau ustaz datang, nggak peduli siapa yang dihadapi, awakmu kari mangap. Lha aku gak gelem. Aku ki kyai yo emoh, apalagi kyai ceretMugo-mugo gentongku ono isine. Terserah njenengan semua mau ambil air atau tidak. Siapa yang menjamin hidup saya lebih baik daripada hidup kalian semua? Siapa yang menjamin bahwa ustaz lebih baik daripada yang bukan ustaz? Kalau kamu nggak tahu, kenapa percaya? Makanya saya nggak mau jadi ustaz karena saya pasti lebih jelek daripada anda. Oleh karena itu saya datang ke mari ingin mengatakan, ojo gampang kapusan, ojo goblok nemen-nemen.

“Anda yang jadi pelaku utama dalam pengajian ini. Memperbaiki itu dari 3 dijadikan 4, dan seterusnya. Kalau kamu nggak tahu apakah sekarang sudah baik atau belum, bagaimana cara memperbaikinya? Anda harus tahu apakah masih melakukan kesalahan-kesalahan dalam hidup anda.”

ORANG HEBAT KOK MERASA LEMAH

Cak Nun: “Anda ini orang hebat. Seharusnya kan anda dijamin pekerjaan dan penghidupannya oleh negara Indonesia, tapi tidak, sampai anda lari ke luar negeri cari makan sendiri. Itupun pemerintah nggak terima kasih sama anda, malah ngerampok anda. Di Cengkareng ditaruh di tempat tersendiri, dibikin kentara nek arek iki arek rampokan, nek iki TKI/TKW. Itu kan negara gendheng jenenge. Pemerintah gendheng. Kamu jangan goblok, harus runding terus bagaimana caranya selamat dari perampokan itu.

“Sekarang, apa hubungannya perempuan dengan tidak berdaya? Siapa bilang perempuan itu lemah? Aku tanya, kalau kamu berantem sama laki-laki di jalan, laki-laki itu mukul kamu nggak? Nggak to? Kalau kamu laki-laki justru malah dipukul to? Yang bilang perempuan tidak berdaya itu siapa? Kamu itu orang paling tangguh dari bangsa Indonesia, kamu jangan pernah bilang: Aku lemah.

“Kalau sampai anak-anakku merasa tidak berdaya, aku muring-muring. Kamu pernah ngganggu uang pemerintah? Itu presidenmu ngambil uangmu. Menteri-menterimu ngambil uang pemerintah. Kok kamu malah merasa tidak berdaya? Orang yang mencuri itu berdaya apa tidak? Saking lesune maka dia nyolong to? Nah kamu nyuri nggak? Jadi kamu ini berdaya apa tidak?

“Nggak ada di seluruh dunia orang yang sanggup melakukan apa yang kamu lakukan di Hongkong ini. Mbrasak dhewe, teka dhewe, dirampok, dibius, diapusi, musuhan karo juragane dhewe, esuk-sore sinau cara china setengah mati. Bisakah Muhaimin Iskandar melakukan apa yang Anda lakukan? TKW adalah manusia paling tangguh di Indonesia!” Cak Nun terus memberikan semangat kepada para jamaah.

“Jadi nggak boleh bilang kita nggak berdaya! Laa haula wa laa quwwata illa billahil ‘aliyil adzim. Jadi sekarang dipelajari, bagaimana bareng-bareng tahu rumusnya, supaya kalau pulang ke Indonesia selamat. Maka kita kumpul bukan hanya untuk pengajian, tapi untuk rundingan. Misale kudu nduwe rekening dobel. Nek organisasi rekeninge gak oleh nggo rekening pribadi, kudu kolektif, cek’e gak campur dhuwite dhewe karo dhuwite wong akeh. Dhuwit warung seje karo dhuwit pawon. Demikian juga, kalau kamu pulang ke Indonesia diporoti, tetangga-tetangga ngelirik terus, saudara-saudara ngincer, kadang bojo dhewe iku lho melu moroti. Maka kalian harus pinter, harus tangguh. Tangguh tidak hanya badan, tidak hanya hatinya, mentalnya, tapi pikirannya juga harus tangguh. Kudu pinter, slamet nyawane, slamet martabate, slamet duite. Harus ada program sinau bareng-bareng untuk itu. Aku ki nek ngomong rekening, ojo dipercoyo. Nek ngomong bank ojo dipercoyo wong aku ki ra tau njupuk dhuit ndek ATM. Sampai hari ini, mung pisan thok, tanya Mbak Via. Nah sekarang silahkan Mbak Via untuk nambahi.”

“Iya sih bener yang dibilang Cak Nun tadi,” kata Mbak Via, “Kalau kita bilang kita nggak berdaya, ya nggak berdaya bener Mbak, karena di pikiran kita yang di-set adalah untuk nggak berdaya. Tapi kalau kita set berdaya, ya pasti bisa. Saya nggak setuju kalau ada pemberdayaan perempuan. Enak aja. Kalau kita terus melakukan perjuangan pemberdayaan perempuan, berarti kita ngakuin nggak berdaya to? Kita berdaya kok, ini buktinya orang sebanyak ini bisa berangkat ke sini. Kalau nggak berdaya, ya cuma di rumah, nggak bisa mikir, nggak bisa berjuang, nggak bisa cari solusi hidup.

“Kalau tadi yang masalah rekening, mungkin maksudnya gini: kita kirim ke rumah itu pasti karena kita tujuannya kan untuk rumah, untuk anak. Tapi tetep pinter-pinter harus nyimpen uang untuk besok-besok kalau sudah pulang. Bikin rekening rahasia lah. Bukan dosa juga itu karena untuk kebaikan ke depan. Bikin rekening yang siapapun nggak tahu, tabung terus. Soalnya saya denger juga, temen-temen yang begitu pulang, ya sudah selesai. Sudah lama ninggal keluarga, tapi sampai pulang nggak ada bekasnya. Apalagi kalau yang di sini dipakai untuk foya-foya. Foya-foya di sini ini apa aja to, Bu?”

Banyak jamaah yang melontarkan jawaban, ada yang shopping, ada yang untuk beli pulsa.

Shopping kalau 5 dollar ya nggak apa-apa, beli pulsa kalau untuk telpon ke rumah juga nggak masalah. Saya itu jalan-jalan di Hongkong, ketemu orang-orang Indonesia yang HP-nya nggak pernah lepas. Selama saya di situ, ada kira-kira 20 menit, ngomong terus. Nah itu yang disebut berlebihan. Saya kira itu bisa dipikir sendiri ya. Begitu dirasakan agak berlebihan, ya distop. Meskipun saya sendiri belum pernah ngalami, jadi ya nggak tahu sanggup atau nggak. Tapi kira-kira begitu ya.”

“Makanya gini,” Cak Nun melanjutkan, “Kalau di sekolah ada guru, ada murid. Murid itu dari kata arroda, muridu, muridan. Arroda itu artinya aku menghendaki. Murid adalah orang yang menghendaki. Jadi kalau sampean ke sini murid, sampean harus tahu mau nyari apa. Ilmu apa yang mau dicari di sini. Jangan mung mangap thok.

“Saya harus menghitung, Sampeyan itu kira-kira sedang punya problem apa, nggak seenaknya saya ngomong di depan. Makanya lebih bagus kalau muridnya yang bertanya. Harus ngerti apa yang dicari. Ketika saya menanyakan kepada anda, anda itu baik atau buruk, anda nggak tahu. Kok nggak tahu ki lho? Wis tekan Hongkong kok nggak tahu?

“Saya ke luar negeri sama Mbak Via dan Kiai Kanjeng, ke Finlandia, Skotlandia, Italy, Jerman, Mesir, yang saya sering ketemui adalah wong-wong pinter. Mahasiswa-lah minimum. Tapi apakah ada mahasiswa yang mampu melakukan seperti yang Anda lakukan? Anda itu sudah masuk WC, merasa rendah.

“Saya tanya, peci sama sandal lebih penting mana? Sudah tahu to dulu? Gombal sama meja yang digosok gombal, lebih mulia mana? Orang yang beol nggak pernah nggosok WC dibanding orang yang nggosok WC, lebih mulia mana? Anda nggosok WC itu jangan merasa rendah.

“Anda itu punya kemuliaan kok malah merasa rendah. Jangan merasa rendah, tapi ya jangan terus pethitha-pethithi. Tapi kalau kalian merasa rendah, saya bukan hanya sedih tapi marah. Anda pernah dibayar dengan uang negara? SBY tiap hari dibayar lho dengan uang negara. Siapa yang mencuri uang negara? Lebih tinggi mana derajatnya, mereka atau kamu? Angkat tangan semua. Jangan pernah merasa rendah! Jadi kalau kamu diapa-apakan di Terminal D, tantang! Kamu harus punya pikiran dan argumentasi. Sing wani! Harus tangguh ya. Sering kumpul-kumpul, mempelajari apa yang harus kita lakukan kalau mau pulang ke Indonesia. Di manapun di Indonesia, kamu ketemu perampok. Turun pesawat, masuk bandara, di halaman, masuk kendaraan, sampai di kampung, perampok. Tangguh! Belajar sekarang, jangan mau dirampok!

“Az-Zahra bertanggung jawab, adakan rundingan-rundingan kecil, diskusi, untuk supaya kita pinter, TKW pinter, TKW bukan bangsa yang rendah. Anda bekerja dan yang mbayar bukan rakyat Indonesia. SBY itu buruhmu.”

Mbak Via: “Saya itu jangan disuruh ngomong panjang-panjang kayak Cak Nun, nggak bisa saya. Bisanya nyanyi. Cak Nun itu nyuruh saya untuk main film, cuma saya nggak mau, nggak tega sama diri saya kalau main film, karena di Indonesia main film atau sinetron, nggak ada mutunya. Masa ya tega saya main di tempat seperti itu. Jadi saya di rumah saja, main sinetron sama anak-anak. Marahnya sama mereka kan pura-pura, biar anaknya belajar.”


Berdasar permintaan dari jamaah, Mbak Via menyanyikan lagu Bunga Mawar. Seorang jamaah bernama Suminah – di Hongkong lebih akrab dipangil Hani – ikut menyanyi bersama Mbak Via.

Hani: “Ibu Novia, saya deg-degan, karena sejak kecil saya suka sekali dengan lagu-lagu Anda, dan hari ini saya bisa nyanyi bareng. Nggak tahu kenapa hari ini saya bergetar.”

Mbak Via: “Alhamdulillah. Sudah berapa lama di sini Mbak?”

Hani: “Delapan tahun. Kalau di luar negerinya total sudah 12 tahun. Sebelum ini di Singapore 4 tahun.”

Mbak Via: “Hongkong memang negara paling baik untuk para buruh. Saya setuju itu, apalagi dibanding negara-negara di timur tengah. Kalau Cak Nun bilang, beliau nggak menyarankan kalau ke timur tengah. Di sini ini paling terjaga hak-haknya. Makasih banyak Mbak Hani. Saya doakan sehat terus, di sini bisa nyanyi terus. Diajarin ya temennya kalau ada yang mau belajar nyanyi. Kita doakan bakatnya tetap tersalur, cita-citanya tercapai. Amin.”

Cak Nun: “Ketika tadi Mbak Via ditanya kok nggak main sinetron lagi, kebanyakan orang kan mengira kalau saya yang melarang dia, padahal Mbak Via sudah bilang bahwa saya justru adalah orang yang paling mendorong dia untuk terus menyanyi dan main sinetron. Ini untuk informasi saja. Tapi justru karena Mbak Via nggak pernah tampil di televisi Indonesia, ketika itu dia menjadi satu-satunya penyanyi Indonesia yang jumlah keliling dunianya terbanyak. Di Mesir 6 kota, di Belanda 9 kota, di Inggris 4 kota, di Italy 5 kota, Australia bolak-balik, Inggris, Skotlandia, Finlandia, dan seterusnya. Penyanyi Indonesia yang terkenal di TV ya terkenalnya cuma di TV itu thok. Nek aku milih Mbak Via nyanyi keliling dunia daripada nyanyi ndhek TV.

“Sekarang saya tanya, kamu itu tenaga kerja, memang, tapi terus jangan menyangka tenaga kerja itu kamu thok. Presiden tenaga kerja atau bukan? Presiden itu dikontrak, tugasnya jelas, cuma bedanya tidak ada yang bisa menghukum presiden kalau dia tidak memenuhi kontrak. Kalau anda, harus masak jam sekian, njaga jam sekian, selesai jam sekian. Kalau tidak memenuhi syarat anda didenda atau dipecat dan seterusnya. Kalau presiden dan pemerintah Indonesia melanggar dan tidak memenuhi tugasnya kayak apapun, tidak ada yang menghukum.

“Oke, sekarang saya tanya, jadi kamu ke Hongkong jelas pekerjaanmu, jelas kontraknya, jelas job description-nya, melakukan apa dan tidak melakukan apa, itu kan jelas, juga berapa tahun kontraknya. Dan tidak saling melanggar kan? Kalau pekerja dari Indonesia melanggar dihukum, kalau majikan melanggar, juga dihukum. Kalau di Indonesia, rakyat salah dihukum, pemerintah salah tidak dihukum. Sekarang saya tanya, mau nggak anda datang ke Hongkong kalau di sini tidak jelas kerjaannya? Pokoknya datang aja, mau? Kalau di sini jelas kerjaannya tapi disuruh jadi wanita penghibur, mau? Tidak mau. Jadi anda mau bekerja karena jelas pekerjaanya—baik, halal, dan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. Betul? Apa sebabnya anda seperti itu? Sebab anda manusia yang punya harga diri. Betul nggak? Mosok aku dikongkon teka gak cetho, atau ning night club.

“Karena anda punya harga diri, punya martabat, maka anda menentukan, saya harus jelas mau apa. Mbak Via ini nggak mau main sinetron karena pemain sinetron di Indonesia itu mau disuruh apa saja tanpa kontrak yang jelas. Nyuwun ngapunten, aku gak ngelek-elek, biar Mbak Via menceritakan pribadinya saja. Biar kamu tahu, kamu itu jangan nyembah yang tidak-tidak. Kamu itu lebih bermartabat, lebih hebat, lebih pahlawan bagi Indonesia. Ngko nek ono artis ojo terus mangap.

Artis iku opo? Makanya Mbak Via nggak bangga jadi artis. Dia biasa-biasa aja sampai sekarang. Saya juga tidak mau jadi ustaz, kyai. Saya tanya detil, kalian undang saya ke sini ini saya pasang tarif nggak? Saya minta honor berapa? Saya sama Mbak Via didatangkan ke sini ada perjanjian kontrak nggak? Jadi jangan disamakan. Aku ki bapakmu, dudu buruhmu lho yo. Nek buruh kudu taat karo majikan, jelas? Nek kowe ngundang wong, njaluk bayaran, yang majikan itu arek-arek Hongkong. Yang dari Indonesia buruh kontrakan. Jelas? Ono majikan ndilat-ndilat, ngambung-ngambung buruh? Ojo goblok nemen-nemen. Silahkan kamu ngontrak siapapun dari Indonesia, tapi kamu majikannya. Kalau ke sini, saya kontrak sekian, 50 juta misalnya, kerjakan ini, dan harus taat sama kami. Ojo diundang kok malah disembah-sembah. Wis mbayar, ngambung tangane. Wahai tenaga kerja Indonesia, sadarlah kamu punya kehormatan! Mulane aku karo Mbak Via gak ono tarife, kene dudu buruh, aku bapakmu, Mbak Via mbokmu,” Cak Nun menambahkan uraian mbak Via sebelumnya.


Mbak Via: “Jadi maksudnya Cak Nun, kita jangan memuja-muja hal yang nggak perlu, yang nggak penting, karena memang di Indonesia itu pokoknya yang sudah muncul di TV itu hebat, padahal belum teruji to hebatnya, apalagi baiknya. Kalau sudah artis sinetron, penyanyi, gitu lho mbak, padahal kan sama saja semuanya pekerja. Sekarang yang terjadi di Indonesia itu, semua orang karena ukurannya TV, ukurannya muncul di infotainment, itu menjadi prestasi, maka sekarang semua orang mengejar itu di Indonesia.

“Satu, itu. Nomer dua, sekarang TV ada luar biasa banyaknya. Yang bukan TV kabel saja sudah ada 9, ditambah lagi setiap kota punya channel-channel sendiri. Sekarang ini mereka harus produksi banyak sekali acara. Jadi sekarang untuk jadi pemain sinetron, penyanyi, itu sangat gampang. Kalau jaman dulu saya main sinetron, itu jelas naskahnya, jelas sutradaranya, jelas syutingnya dari tanggal sekian sampai sekian, jelas lokasinya di mana. Sekarang tidak. Saking setiap orang kebelet pengen jadi artis, sekarang salah semua.

“Kalau sekarang, misalnya ada yang menelpon saya: Mbak Novia, tolong datang ke kantor. | Untuk apa Pak? | Untuk main sinetron. | Naskahnya siapa yang buat Pak? | Belum ada. Nanti atau besok baru ada kira-kira temanya.

“Sekarang yang terjadi seperti itu di Indonesia. Sinetron itu ceritanya untuk diputer nanti malam, baru syuting hari ini. Bisa mendapatkan hal yang baik dengan hal itu? Makanya saya nggak tega untuk berada di situ. Nyanyi juga begitu. Sama, semua tergantung industri TV. Juga, nuwun sewu, ustaz-ustaz Indonesia yang sekarang terkenal yang sering Anda undang itu bukan ditentukan oleh masyarakat. Ustaz atau kiai sekarang ditentukan oleh orang yang punya duit, yaitu TV. Salahnya, semua terkesima. Padahal kan harusnya teruji, tapi ini nggak. Begitu muncul di TV, jadi besar. Makanya kita harus hati-hati.

“Sekarang Indonesia memang sedang betul-betul berada di situ. Cara berpikirnya begitu. TV itu menjadi dewa. Makanya kata Cak Nun, tuhannya orang Indonesia itu sekarang TV. Bahaya kan kalau diterus-teruskan? Makanya kalau bisa, mumpung jauh, nggak banyak terpengaruh TV Indonesia, kesadaran itu ditingkatkan terus supaya nanti pas pulang nggak jadi gumunan. Kalau kata Cak Nun, sudah nyembah berhala, salah pula yang disembah. Gitu ya kira-kira.

“Kembali ke yang dikatakan Cak Nun pada awal tadi, tentang kiai ceret dan kiai gentong, ayo mumpung kita di sini, diambil apa yang temen-temen butuhkan. Kalau sungkan ya ditulis aja, tanpa nama. Kalau ngundang siapapun ke sini itu untuk manfaat, kita ambil manfaatnya. Kita manfaatkan betul. Kita gali ilmunya, nggak cuma diam ndengerin.”

DIALOG DENGAN JAMAAH

Mbak Jamilah, satu dari sekian yang hadir, mengajukan pertanyaan mengenai kunci sukses dunia-akhirat. Cak Nun kemudian mengajaknya berdialog;

Cak Nun: “Sukses dunia-akhirat sama kunci itu hubungannya apa?”

Jamilah: “Maksud saya, caranya gimana?”

Cak Nun: “Terus maksudnya sukses dunia-akhirat itu apa?”

Jamilah; “Sukses di dunia itu ya dapat materi, sukses di akhirat itu dapat surga.”

Cak Nun: “Oke, supaya dapat materi kita harus gimana di dunia? Sekarang di Hongkong ini dalam rangka cari materi atau tidak? Berarti kunci sukses dunia sudah beres ya? Kalau kunci sukses akhirat kira-kira apa? Tuhan itu seneng sama orang yang apa?”

Jamilah; “Orang yang suka ibadah, takwa, bakti sama orang tua, berbagi rizki dengan sesama.”

Cak Nun: “Nah itu sudah tahu. Yang Anda tanyakan apa wong wis ngerti?”

Jamilah: “Mungkin ada yang saya belum ngerti, begitu.”

Cak Nun: “Apa? Hidup itu cuma gitu. Bekerja keras, rajin ibadah, berbakti sama orang tua, jujur sama tetangga, rajin infaq shodaqoh. Mosok dikon nglangi seko Hongkong tekan Indonesia? Yo gak to. Nggak ada yang lain.”

“Kalau boleh ikut menjawab,” kata Mbak Via, “Mbak Jamilah sudah tahu kuncinya, dan insya Allah sudah menjalankannya. Cuma sekarang diketok sama Cak Nun, bahwa itu sudah benar.”

Cak Nun: “Kalau boleh nyicil pemahaman supaya kamu nggak kepleset. Allah di Quran bilang: waibtaghi fiima ataka Allahuddaral akhirata wa la tansa nashibaka minaddunya. Dalam rangka kamu bekerja mengejar akhirat, jangan lupakan urusan duniamu. Kalau sekarang, nasihat orang tua kan; nyambut gaweo sing sregep cek’e iso dadi wong sukses, tapi ojo lali solat. Ada bedanya nggak antara perkataan Allah dengan yang dipesankan orang tua? Dalam kalimat orang tua, yang utama itu dunia, sementara menurut Gusti Allah, yang utama akhirat, tapi jangan lupakan duniamu. Ojo terus wiridan thok lali ngliwet. Kata Allah, dalam proses kamu mencari Aku di akhirat, jangan lupakan nasibmu di dunia. Jadi akhirat tetap tujuan, dunia ini jalan.

“Orang se-Indonesia, sedunia, semuanya terbalik, tujuan dijadikan jalan, jalan dijadikan tujuan. Kalau Anda di Hongkong salah meletakkan jalan dan tujuan, nanti kecelik. Sing penting ndhek donya iki iso urip, iso survive, anak iso sekolah, iso slamet, iso sampe gedhe dengan sejahtera. Tapi ojo terus dijadikan tujuan utama. Apa yang diceritakan Mbak Via tadi, kalau di Jakarta itu dunia dijadikan tujuan utama. Matur nuwun Mbak Jamilah, nggih, Sampean wis nyekel kuncine suwargo, wis nyekel kuncine donya, ojo kakehan kunci ngko sampean kelelegen kunci,” canda Cak Nun, yang langsung disambut tawa jamaah.


Usulan Mbak Via untuk menuliskan pertanyaan-pertanyaan di kertas tanpa nama rupanya efektif. Banyak pertanyaan yang masuk. Berikut ini pertanyaan-pertanyaan mereka yang dibacakan oleh Mbak Via, berikut respon dari Cak Nun.

Pertanyaan: Mikir-mikir kalau mau pulang. Indonesia itu luas tapi kurang lapangan pekerjaan, apalagi bagi kami yang berasal dari perkampungan. Bahkan semua lahan sudah terisi rumah-rumah mewah, bukan lapangan pekerjaan. Bagaimana ya supaya Indonesia banyak lapangan pekerjaan agar kita nggak jauh-jauh kerja ke luar negeri, agar juga yang sudah berkeluarga nggak goyah satu sama lain agar mengurangi perceraian, karena jauh dari pasangan kepercayaan kurang.

Cak Nun: Jangan mikir Indonesia, pikirkan lapangan pekerjaan yang bisa kamu ciptakan nanti sepulang kamu ke Indonesia. Nek ngko awakmu tak angkat dadi presiden, nembe mikir Indonesia. Kalau sekarang, yang penting bekerja, dijaga beneran, pinter, itu saja. Perkara kebutuhan rumah tangga, saya tidak bisa apa-apa kecuali mendoakan. Mulane saiki lak wis ono e-mail, ono whatsapp, BBM, videocall. Nek jamanku mbiyen paling cepet kirim telegram. Wis, ojo sambat, bismillah, mugo-mugo. Nek awakmu menjaga diri, suamimu dijaga malaikat. Ojo semelang, jangan mengkhawatirkan apa-apa. Kamu berbuat baik, kamu dapat yang baik. Indonesia nanti tak pikirin sama beberapa temen yang lain. Tiga tahun lagi kita ubah.

Pertanyaan: Dulu saya pernah dengar, katanya kalau pisah sama suami dua tahun, nanti ketika pulang dan mau kumpul dengan suami, harus ijab-qabul lagi. Menurut Islam yang benar bagaimana?

Cak Nun: Yo gak lah. Ijab-qabul itu sekali, sebelum ada talaq ya tetep berlaku. Masio sitok ndhek bulan, sitok ndhek planet, tetep berlaku. Meski seumur hidup tetep berlaku. Meskipun secara informal untuk memperbarui kita, awakmu ben bengi akad nikah meneh yo gak popo. Tapi itu bukan fikih, bukan rukun, itu cinta. Tak dongakno rek, awet donya-akhirat.

Pertanyaan: Apa hukumnya bagi suami-istri tidur bersama, berpelukan, setelah sahur?

Cak Nun:  Berpelukan itu nggak apa-apa, meskipun di siang hari. Yang tidak boleh itu, mbuh yok opo olehmu nyebut. Tapi kalau setelah sahur mau kumpul suami-istri, boleh, asalkan sebelum subuh.

Pertanyaan: Dulu saya seorang Islam, bisa beribadah. Tapi karena keadaan, saya nggak bisa beribadah. Apa saya termasuk orang kafir? Apa saya harus masuk Islam kembali? Bagaimana caranya kalau saya harus masuk Islam kembali?

Cak Nun:  Orang masuk Islam itu begitu dia bersyahadat. Selama Anda masih memegang syahadat, persaksian kepada Allah dan Rasulullah, Anda tetep seorang Muslim secara legal. Bahwa Anda bisa atau tidak beribadah, sholat atau tidak, ibadah lancar atau tidak, tidak mempengaruhi status Anda, meskipun sangat mempengaruhi kualitas Anda. beda antara status dan kualitas. Soto yo soto, cuman yo sepo, cemplang. Tapi kan tetep soto. Ngono iku lho rek Islame. Saiki nek iso ojo mung soto, nek iso yo nyamleng, sedhep, mantep.

Pertanyaan: Ada majikan menyuruh membakar dupa atau sembahyang orang Hongkong. Apakah sudah musyrik? Dan sholat 5 waktunya sah atau tidak, sedangkan membakar dupa tersebut hanya sebatas tugas kerja.

Cak Nun: Gak opo-opo lah. Mbakar dupa kok musyrik. Sing musyrik iku mbakar ndhase majikanmu. Mbakar dupa, masio dhewe, ga opo-opo. Tak jamin. Sing syirik iku nek koen menomorduakan Allah, mempersekutukan Allah. Nek mbakar dupa amergo pengen ambune, ra popo. Syirik nggak syirik bukan terletak pada dupa, tapi terletak pada pikiran dan hati.

Pertanyaan: Bagaimana cara kita menyikapi suami yang selingkuh di rumah?

Cak Nun: Cerai atau maafkan. Cuma dua itu, tinggal pilih. Kalau cerai, tanggung risikonya. Kalau maafkan, tanggung risikonya. Kok eruh koen nek selingkuh? Aku angel soal ngono iku. Nek wis milih rujak, kudu gelem kepedhesen, nek ancene gak milih rujak, ojo kepengen pedhes. Akeh-akehe wong ki milih rujak tapi sambat nek kepedhesen. Ngene iki sing nggarai gak tangguh.

Pertanyaan: Bagaimana penjelasan tentang boleh atau tidaknya poligami?

Cak Nun: Saya, mengenai poligami, berdasarkan pemahaman saya terhadap kalimatnya Allah: poligami itu bukan peristiwa pribadi. Poligami itu hanya boleh dilakukan untuk peristiwa sosial, misale ono perang, wong lanang matek kabeh, kakehan wong wedok. Nomer dua: banyak orang perempuan yang perlu diangkat derajatnya dan ditolong kehidupannya maka dia bisa menjadi alasan poligami.

Tapi nek poligami amergo wong lanang ngesir kok ono arek kok ngene kok ngene, itu menurut saya tidak diijinkan Allah. Asal-usulnya, orang Arab itu dulu kawin sampai 100-200 kali, sama Allah diringkas menjadi hanya 4. Dari 100 ke 4 itu kan sudah top, sangat radikal. Tapi Allah mengatakan: “Tapi kalau kamu tidak bisa berbuat adil, satu saja”. Sekarang bayangno, misalnya Tuhan mengatakan kepada saya, “Nun, koen rabio 4 gak popo, tapi nek kiro-kiro koen gak iso adil karo bojomu iku, yo sitok ae.” Terus kira-kira aku njawab yok opo? Masa saya njawab, “Ampun kuatir, kulo adil kok!” Berani aku ngomong gitu? Berani laki-laki ngomong gitu? Kalau laki-laki punya harga diri dan perasaan, dia akan mengatakan, iya saya nggak bisa adil. Lalu Tuhan mengatakan, “Wahai lelaki, sesungguhnya niscaya sesungguhnya kamu tidak akan pernah bisa berbuat adil.” Jadi, satu saja.

Saya setuju laki-laki poligami, tapi niru Kanjeng Nabi. Kanjeng Nabi pada suatu hari mendatangi sebuah kampung orang hitam atau negro yang pada waktu itu mereka banyak diperbudak oleh orang Arab dan lain-lain. Nabi Muhammad datang ke kampung negro itu kemudian bersilaturahmi, memilih satu wanita negro untuk dinikahi. Sejak nabi datang ke kampung negro itu, tidak ada orang yang berani memperbudak kaum Negro. Dari sekian banyak orang Negro itu, yang dipillih untuk dikawini Kanjeng Nabi adalah seorang yang paling gemuk, paling pesek, paling hitam, umurnya 59 tahun. Aku menganjurkan wahai laki-laki, poligamilah, nek koen gelem poligami wong koyo iku, tak puji koen. Tapi arek-arek poligami nggolek sing ayu-ayu thok.

Pertanyaan: Jika anak yang di rumah menyimpang dari ajaran Islam, kita sebaiknya bagaimana?

Cak Nun: Yang disebut menyimpang dari ajaran Islam itu gimana? Molimo gitu ya? Ya sudah bagaimana caranya mendidik dia halus maupun tegas dan kasar kalau dibutuhkan, untuk menghindarkan dia dari molimo, terutama narkoba, terutama madhat. Narkoba merupakan nomor satu yang menghancurkan. Yang namanya narkoba, ojo pisan-pisan.

Pertanyaan: Tolong diulas tentang lesbi Cak.

Cak Nun: Anggitmu aku ahli lesbi ngono? Wong jelas wis cetho. Jelas nek kunir iku pait kok kon njelasno pait. Kabeh ki wis ono jodhone, nek podho bolongane yo gak dadi. Kudu ono sing ngleboni ono sing dileboni.

Pertanyaan: Kriteria atau ciri-ciri ustaz yang sebenarnya itu bagaimana?

Cak Nun: Aku gak gelem mbuak-mbuak ilmu untuk didefinisikan sebagai ustaz. Ustaz itu nggak ada di Quran, nggak ada di hadits. Itu akale menungso dhewe. Kiai barang ki gak ono ndhek Quran. Kebo ning kraton iku jenenge Kiai Slamet. Dadi nek kowe ngongkon aku dadi kiai, berarti madhakke aku karo kebo. Dadi ojo mbuang-mbuang energi nyembah-nyembah sing gak-gak, ngambung-ngambung sing gak-gak. Tetep Allah sama Rasulullah SAW saja. Kamu kan tidak mungkin berada kecuali di jagat-Nya Allah. Jangan sampai ada yang menghalang-halangimu berurusan dengan Allah. Sing ndhek ngarepmu iku biasane menghalangi awakmu, misale ustadz, guru, kiai, biasane ngedhang-dhangi awakmu. Makane saiki kudu ojo percoyo aku, percaya itu kepada Allah saja. Tidak ada NU, tidak ada Muhammadiyah, tidak ada kiai, tidak ada ustaz, tidak ada siapapun kecuali Allah. Koen iku kakehan gendongan. Sembahyang karo nggendong NU, Muhammadiyah, LDII.

Jangan terpukau pada siapapun kecuali Allah, jangan cinta pada siapapun dalam tingkat itu kecuali Rasulullah. Kalau kamu cinta istrimu atau suamimu, itu karena dia adalah penjelmaan Allah dalam hidupmu.

Pertanyaan: Kami dari pencinta salawat merasa risih dengan teman-teman yang mengatakan bahwa solawat dan dzikir akbar itu bidah. Bagaimana untuk menghadapi teman-teman yang gampang sekali menyesatkan amalan kami?

Cak Nun: Kamu itu kok gamoh, gampang prothol, rapuh. Dibilang bidah, rapuh. Nggak yakin sama yang kamu lakukan ya? Di mana-mana orang yang nggak suka soto akan ngomong kalau soto itu nggak enak. Yang senang soto jangan terpengaruh. Tapi harus punya ilmunya. Bidah itu segala sesuatu yang tidak diperintahkan, tidak dilakukan, tidak dianjurkan, dan tidak disarankan oleh Rasulullah di dalam urusan ibadah mahdoh.

Islam itu dibagi 2: ibadah mahdoh dan ibadah muamalah. Mahdoh itu meliputi syahadat, solat, puasa, zakat, haji. Ibadah muamalah itu contohnya menjadi TKW, bikin Az-Zahra, bikin koran Apa Kabar, dagang jilbab, partai demokrat, sepak bola. Jadi, yang tidak boleh adalah kalau ibadah mahdoh diubah. Itu namanya bidah. Misal sembahyang subuh 2 rakaat, mergo kuat awakmu, gak terimo, mosok mung 2 rakaat, 14 dong. Itu namanya bidah. Tapi di luar ibadah mahdoh, tidak ada bidah. Aku takon, ada Nabi Muhammad nganggo microphone? Bidah ta gak? Gak, soale iku ibadah muamalah. Ono nabi nganggo listrik, HP, twitteran? Oleh ta gak twitteran? Soal bidah ini serius, karena kalau tak punya ilmunya, kalian akan terus-terusan bertengkar dalam kebodohan.

Salawatan itu ibadah muamalah. Nabi nggak memberikan contoh salawatan karena yang disalawati itu nabi sendiri kok. Gendheng po? Itu hanya urusan Allah menyuruh kita mencintai Nabi, sedang Allah dan para malaikat-Nya bersawalat kepada Nabi. “Maka wahai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kepada Nabi”, begitu.

Pertanyaan: Kalau TKW diwajibkan untuk zakat maal atau tidak?

Cak Nun: Zakat itu tidak ada hubungannya dengan TKW atau bukan TKW. Siapa saja, dari penghasilannya itu diminta oleh Allah kesadarannya, bahwa itu bukan semua milikmu, ada bagian milik saudaramu. Mau itu zakat maal, infaq, kan gampang soal fikih, soal teknis. Zakat ki koyo wedhus. Ono ta wedhus nyusu susune dhewe? Selalu luwih akeh disusu liyane wedhus iku. Prinsip zakat seperti itu.

Pertanyaan: Saya mau tanya status saya. Saya pernah menikah siri, tapi suami saya merantau ke Malaysia, sampai sekarang tidak pernah kasih kabar. Kurang lebih 5 tahun. Apakah saya boleh menikah lagi dengan yang lain?

Cak Nun: Yang disebut nikah siri itu nggak ada dalam Islam. Nikah ki yo nikah thok. Bahwa ada kata siri, siri itu rahasia, pernikahan agama itu secara pergaulan disembunyikan dulu. Tapi nggak ada dalam syariat Islam nikah siri. Sekarang mintalah keabsahan kepada wali agama bahwa Anda sudah tidak diakui hak-hak Anda sebagai istri, dan sesungguhnya status Anda sudah bukan istri lagi. Tapi harus tetep ada saksi dari institusi agama. Jane yo oleh dhewe-dhewe, tapi kita kan hidup bareng-bareng, nduwe keluarga, saudara, teman, timbangane ngko wis rabi, bojo seko Malaysia teka. – Lebih baik dicari dulu suamimu itu untuk mempertegas.

Pertanyaan: Tujuan haji ke Mekkah itu apa?

Cak Nun: Ada pemahaman dasar tentang agama yang kita belum tahu. Ada sesuatu yang kamu berpikir sendiri itu baik untuk kamu lakukan; itu namanya ibadah muamalah. Ada sesuatu yang Allah suruh kamu untuk melakukan karena itu pasti baik untukmu, itu namanya ibadah mahdoh. Jadi ibadah mahdoh itu Tuhan nyuruh kita, kalau muamalah kita berinisiatif.

Syahadat, salat, puasa, zakat, haji, siapa yang nyuruh? Kok koen takon aku tujuane opo? Kalau saya sederhana, Allah suruh, tak kerjain. Kan tujuannya ya mematuhi Allah. Anda itu kehilangan makna. Itu mentaati Allah. Kok Allah harus ditaati kenapa? Ada yang bisa njawab? Kok pake taat sama Allah itu kenapa? Sing nggawe alismu sopo? Dia tumbuh apa nggak tumbuh? Sering kamu potong? Segitu terus to? Nggak tumbuh? Coba sampai rumah dikerik. Besok tumbuh nggak? Tapi kok segitu, nggak tambah lagi? Alis saja sudah cukup untuk kita bisa mesra sama Allah. Bayangkan kalau Allah tidak memerintahkan gigi untuk berhenti tumbuh. Jadi kamu itu bersyukur nggak gigimu dihentikan pertumbuhannya sama Allah? Seneng nggak tinggi badanmu dibatasi oleh Allah? Untuk bersyukur itu gampang, pergilah haji, sembahyang. Kok koen isih takon nggo opo lungo kaji? – Saya njawabnya guyon tapi ngerti ya ilmunya? Sembahyang itu cuma setengah jam lho sehari, dikasihnya 24 jam – itupun kita masih rewel. Jadi mari kita bersyukur.

Pertanyaan: Saya seorang istri yang kabur dari rumah suami, karena dia dari keluarga mampu dan saya tidak betah dengan perlakuannya kepada saya. Bagaimana menurut hukum Islam?

Cak Nun: Ini kita harus tahu persis peristiwanya. Perlakuan suami itu yang bagaimana. Ini tidak bisa dijawab kalau kita tidak tahu persis bagaimana perlakuannya.

Pertanyaan: Saya ingin membelikan rumah ibu, tapi bagaimana dengan hak suami?

Cak Nun: Ini juga harus tahu latar belakang ibu dan suaminya. Sebenarnya kalau saya sama Mbak Via, gitu-gitu nggak pernah jadi problem. Kan saya nggak mungkin memberi rumah kepada Via, dan nggak mungkin Via memberikan rumah kepada saya, karena setiap penghasilan saya adalah penghasilannya, dan setiap penghasilannya adalah penghasilan saya karena kami sudah jadi satu. Jadi kalau saya punya duit, berapa untuk ibu, berapa untuk itu, itu kita runding bersama. Ibu anda dengan suami anda itu jangan jadi pesaing. Diajak berunding.

Pertanyaan: Saya anak yang jengkel kepada bapak saya karena meninggalkan keluarga sewaktu saya masih kecil dulu.

Cak Nun: Kamu menanyakan ini pasti karena kamu belum ikhlas. Dipisuhi saja kalau gitu. Tapi kalau nggak mau melakukan itu, ikhlaskanlah, karena kadang-kadang kalau ada bapak yang tidak tanggung jawab kepada anak, itu gunanya besar. Dengan itu anak menjadi tangguh, menjadi lebih mandiri. Jadi jangan mudah dendam dan marah, karena setiap kejadian itu ada manfaat yang tidak terduga. Kamu mungkin sedih kok harus ke Hongkong, tapi setelah 2-3 tahun di sini, sedih nggak? Malah kepingin mrene meneh, mrene meneh to? Sudahlah, hidup ini kita syukuri dan kita cari baik-baiknya. Soal bapak yang dulu begitu-begitu, yang terbaik yang bisa kita lakukan adalah memaafkan beliau.

Pertanyaan: Teman saya punya suami, tapi suaminya pergi sekian tahun. Terus teman saya ini menikah lagi, apakah menurut Islam teman saya ini punya dua suami?

Cak Nun: Urusan kamu sama temenmu itu apa? Urusan saya kok kamu tanyain itu apa? Kamu mau nguji saya apa gimana? Iki yang bersangkutan dhewe takon ra? Sing rabi ra takon aku kok kancane takon aku. Kan jelas dalam Islam hukumnya, kalau kami tidak bisa memberi nafkah lahir-batin selama 3 bulan, itu sudah putus.

Pertanyaan: Saya pernah menegur teman ketika di toilet. Dia memakai gamis tapi bajunya menyapu tanah. Saya bilang “Mbak bajunya kotor, nanti dibawa sholat tidak sah”. Tapi dia menjawab, “Biasa saja karena sudah tersapu tanah”. Sah atau tidak kalau dipakai solat?

Cak Nun: Tanah itu ada najisnya nggak? Itu kan harus melalui laboratorium. Timbangane nduding-nduding thok. Meskipun kita secara logika menyimpulkan bahwa baju tadi kotor waktu di toilet, maka kita sebut najis, mengko ternyata ketika dibawa ke laboratorium kandungan najisnya tidak mencukupi, gimana? Jadi menurut saya, jalan keluarnya adalah: yang mengingatkan tadi bener. Lebih afdol kalau kamu ganti, atau kamu kucek. Yang diingatkan juga berterima kasih, siapa tahu memang najis.

Pertanyaan: Bagaimana hukumnya membayar solat? Karena waktu kerja dulu, 7 bulan saya tidak solat. Apakah cukup dengan tobat atau meng-qodo solat?

Cak Nun: Yo gak ono critane solat taun wingi kok di-qodho. Kalau kamu dulu tidak solat, ya sudah yang penting sekarang kamu bener-bener menyesali. Penyesalan yang bener-bener itu di mata Allah adalah cahaya. Perkara dosanya berapa, siapa pengurusnya? Ada di antara kita? Jangan berdebat yang kita nggak ada urusannya.

Pertanyaan: Mendatangi makam walisongo dengan membacakan tahlil itu bagaimana hukumnya?

Cak Nun: Niatnya apa? Karena syirik atau tidak syirik, bidah atau tidak bidah, itu letaknya pada niat. Nggak apa-apa kalau mau ziarah makam para wali.

Pertanyaan: Boleh nggak potong tumpeng atau tiup lilin saat ulang tahun?

Cak Nun: Nggak boleh potong tumpeng saat ulang tahun kalau sampai tangannya kepotong, nggak boleh tiup lilin kalau sampai kebakar mulutnya. Semua itu tergantung niatnya. Timbangane motong sikilmu, kan mending motong tumpeng. Jadi, jangan serem-serem ya. Punyai ilmu, ketangguhan mental, dan secara budaya selalu tersenyum, tertawa menanggapi semuanya dengan santai.


Jam sudah menujukkan pukul 17.00 ketika sesi tanya-jawab disudahi. Mbak Via menyanyikan lagu Dengan Menyebut Nama Allah. Jamaah kemudian meminta Mbak Via dan Cak Nun untuk membawakan Ilir-Ilir.

Sebelum akhirnya menyanyikan Ilir-Ilir dan solawat bersama-sama, Cak Nun memberikan sedikit penjelasan mengenai perbedaan antara slendro dan pelog. Cak Nun juga membagi jamaah menjadi tiga kelompok untuk masing-masing menyanyikan Alhamdulillah, Wa syukrulillah, dan Azka sholati wa salami lirrasulillah.

Setelah bergembira selama berjam-jam, Cak Nun memimpin doa bersama, “Dengan rahasia ibu ayat-ayat-Mu, ibu kalimat-Mu, ibu Al-Fatihah, Engkau berkenan atas isi hati, isi pikiran, dambaan hati anak-anakku, semua yang berkumpul hari ini. Allahuma qabul, allahuma qabul, allahuma qabul.”